KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG
(Wetboek van Koophandel voor Indonesie)
S.1847-23
Anotasi:
Seluruhnya KUHD
ini berlaku untuk golongan Timur Asing bukan Tionghoa dan golongan Tionghoa,
kecuali dengan perubahan redaksional pasal 396; S.1924-556, pasal 1, B;
S.1917-129, pasal 1 sub.21.
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(s. d. u. dg.
S.1938-276.) Selama dalam Kitab Undang-undang ini terhadap Kitab Undang-undang
Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan khusus, maka Kitab Undang-undang
Hukum Perdata berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam Kitab
Undang-undang ini. (AB. 15; KUHPerd.1617, 1774, 1878; KUHD 15, 79 dst., 85,
119, 168a, 286, 296, 747, 754.)
Alinea kedua
gugur berdasarkan S.1938-276.
BUKU KEDUA
HAK-HAK DAN KEWAJIBAN-KEWAJIBAN YANG TIMBUL DARI
PELAYARAN
Anotasi:
Dg. S.
1933-47jis. S. 1938-1 dan 2, mulai berlaku 1 April 1938, Buku Kedua Bab I
dan II diganti dengan pasal-pasal 309-340f seperti tersebut di bawah ini.
KETENTUAN UMUM
Pasal 309
Kapal adalah
semua alat berlayar, bagaimanapun namanya dan apa pun sifatnya.
Kecuali bila
ditentukan lain, atau diadakan perjanjian lain, dianggap bahwa kapal itu
meliputi perlengkapan kapalnya.
Dengan
perlengkapan kapal diartikan segala barang yang tidak merupakan bagian
kapal itu, tetapi diperuntukkan tetap digunakan dengan kapal itu. (KUHPerd.
510, 513 dst.; KUHD 310 dst., 314, 593, 602, 748 dst.; F. 34; Rv. 532, 568;
Tbs. 1, 3.)
BAB I
KAPAL-KAPAL LAUT DAN MUATANNYA
Pasal 310
Kapal laut adalah
semua kapal yang dipergunakan untuk pelayaran di laut atau diperuntukkan bagi
itu. (Zeebr. 2; Schepenord. 2.)
Dalam Bab I
sampai dengan Bab IV buku ini yang dimaksud dengan kapal semata-mata hanya
kapal laut. (KUHD 748 dst.)
Pasal 311
Kapal Indonesia
adalah kapal yang dianggap sebagai kapal berdasarkan peraturan
perundang-undangan tentang surat laut dan pas kapal. (KUHD 3102, 312, 319, 748;
Tbs. 21, 23; S. 1934-78jis. S. 1935-89, 505, S. 1937-629, 630.)
Pasal 312
Kapal yang telah
atau sedang dibuat di negeri ini, dianggap sebagai kapal Indonesia, sampai
pembuatnya menyerahkannya kepada orang yang atas bebannya kapal itu telah atau
sedang dibuat, atau memasukkannya dalam pelayaran atas bebannya sendiri. (KUHD
3102, 311, 314, 319; Tbs. 14; Zeebr. 2.)
Pasal 313
Pengalihan
seluruhnya atau sebagian saham pada kapal, yang karenanya kapal itu akan
berakhir menjadi kapal Indonesia, membutuhkan persetujuan semua,
sesama-pemilik. (Zeebr. 2.)
Bila pemilik
saham pada kapal kehilangan kewarganegaraan Indonesia atau berhenti sebagai
penduduk Indonesia, atau bila hak milik suatu saham pada kapal seluruhnya atau
sebagian dengan cara lain daripada penyerahan, beralih kepada orang, yang bukan
warga negara Indonesia atau bukan penduduk Indonesia, sehingga karena itu
kapalnya tidak lagi sebagai kapal Indonesia, maka masing-masing dari para
sesama pemilik selama enam bulan mempunyai hak untuk memohonkan kepada raad van
justitie di tempat terdaftarnya kapal itu dalam register kapal, suatu perintah
penjualan umum saham itu. Perintah itu diberikan setelah mendengar atau
memanggil secukupnya para anggota perusahaan kapal itu. Panggilan ini dilakukan
dengan surat tercatat oleh panitera. Saham itu hanya boleh diberikan kepada
orang yang menginginkan, yang karena diperolehnya kapal itu memenuhi kembali
syarat yang ditetapkan untuk kapal Indonesia. Kapal itu dengan demikian
dianggap tidak kehilangan kedudukannya sebagai kapal Indonesia. (KUHD 311, 314,
319, 324, 334; Nedsch. 13 dst; Ned. ond. 2; Tbs. 21, 23.)
Pasal 314
Kapal-kapal
Indonesia yang isi kotornya berukuran paling sedikit 20 m3 dapat dibukukan
dalam register kapal menurut peraturan, yang akan diberikan dengan ordonansi
tersendiri. (KUHD 749; Tbs., S. 1933-48 jis. S. 1938- 1,2.)
Dalam ordonansi
ini diatur juga cara peralihan milik dan penyerahan kapal yang dibukukan dalam
register kapal itu atau kapal dalam pembuatan dan saham pada kapal demikian
atau kapal-kapal dalam pembuatan. (Tbs. 21 dst., 27.)
Atas kapal dalam
pembuatan dan saham-saham pada kapal demikian dan kapal dalam pembuatan yang
dibukukan dalam register kapal dapat diadakan hipotek. (KUHPerd. 1162 dst.;
Tbs. 24 dst.)
Atas kapal yang
tersebut dalam alinea pertama tidak dapat diadakan hak gadai. Atas kapal yang
dibukukan, Kitab Undang-undang Perdata pasal 1977 tidak berlaku. (KUHD 319.)
Pasal 315
Urutan tingkat antara
hipotek-hipotek ditentukan oleh hari pendaftarannya. Hipotek yang didaftarkan
pada satu hari yang sama, mempunyai tingkat yang sama. (KUHPerd. 1181; KUHD
315c dan d, 316a, 317a, 318, 319, 750.)
Pasal 315a
Bila piutangnya
berbunga, maka hipotek itu berlaku juga sebagai jaminan terhadap bunga dari
jumlah pokok untuk tahun yang berjalan, beserta dua tahun sebelumnya. (KUHPerd.
1184; KUHD 315c, 316b, 317b, 319, 750.)
Pasal 315b
Kreditur yang piutangnya
dijamin dengan hipotek, dapat menuntut haknya atas kapal itu atau sahamnya atas
kapal, di tangan siapa pun kapal itu berada. (KUHPerd. 1198 dst.; KUHD 315c,
316, 319, 750.)
Pasal 315c
Terhadap hipotek
kapal, sekedar hal ini dimungkinkan oleh sifat barang jaminan itu, dilakukan
penerapan yang sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata
pasal-pasal 1168, 1169, 1171 alinea ketiga dan keempat, 1175, 1176 alinea
kedua, 1177, 1178, 1180, 1186, 1187, 1189, 1190, 1193-1197, 1199-1205, 1207-1219,
1224-1227 tentang hipotek. (Ov. 24 dst., 31 dst., 34, 37 dst.; S. 1933-48 jo.
S. 1938-2.)
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1185 berlaku juga baik terhadap soal
penyewaan maupun terhadap soal pencarteran menurut waktu dari kapal yang
dihipotekkan. Bila kapal itu dipertanggungkan terhadap kebakaran atau terhadap
bahaya lain, maka di samping itu berlaku juga Kitab Undang-undang Hukum Dagang
pasal 297 dan pasal 298. (KUHD 319, 750.)
Pasal 315d
Bila sebuah kapal
karena lain daripada sita-lelang tidak lagi sebagai kapal Indonesia, tagihan
hipoteknya menjadi dapat ditagih, bila hal itu belum demikian adanya. Tagihan
itu tetap dapat ditagih atas kapal itu, sampai telah lunas, dengan mendahulukan
tagihan kemudian, meskipun hal itu didaftar di luar Indonesia. (KUHPerd. 1268,
1271; KUHD 315e, 316 dst., 316e, 319, 750; Zeebr. 2.)
Pasal 315e
Dalam hal
sita-lelang di luar Indonesia terhadap kapal yang didaftarkan dalam register
kapal, maka kapal itu tidak dibebaskan dari hipotek yang membebaninya berdasarkan
pasal sebelum ini, kecuali bila para kreditur telah dipanggil sendiri untuk
melakukan hak mereka terhadap hasil lelang itu dan juga dengan nyata memberi
kesempatan untuk itu.
Hipotek atas
saham tetap berlaku setelah pengalihan atau pembagian kapalnya. (KUHD 319,
750.)
Pasal 316
(s.d.u. dg. S.
1934-214jo. S. 1938-2.) Piutang yang diberi hak mendahului atas kapal, dengan
tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 318, adalah:
1.
biaya sita-lelang; (KUHD
316b.)
2.
tagihan nakhoda dan anak buah
kapalnya yang timbul dari perjanjian perburuhan, selama mereka bekerja dalam
dinas kapal itu; (KUHD 395 dst., 399-401, 409, 412, 415, 416-416c, 421-424,
430, 452c, 452e, 452f.)
3.
upah pertolongan, uang pandu,
biaya rambu dan biaya pelabuhan, dan biaya pelayaran lain-lain; (KUHD 316a 4.)
4.
tagihan karena penubrukan.
(KUHD 543, 536 dst.)
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1139 tidak berlaku terhadap kapal. (KUHD 316a
dst., 319, 750.)
Pasal 316a
Tingkat piutang yang
mempunyai hak mendahului ditentukan oleh nomor, yang menyebutkan piutang itu,
dalam pasal sebelum ini.
Piutang dengan
satu nomor yang sama mempunyai tingkat yang sama dan dibayar menurut
perimbangan, kecuali piutang untuk upah pertolongan, yang darinya didahulukan
yang lebih baru daripada yang lebih lama. (KUHPerd. 1136.) Piutang yang
mempunyai hak mendahului didahulukan daripada hipotek. (KUHPerd. 11340.)
Hak mendahului
tersebut dalam nomor 31 pasal yang lain, gugur, bila kapalnya memulai
perjalanan baru. (KUHD 319, 750.)
Pasal 316b
Piutang dengan
hak mendahului meliputi bunga dan biaya-biaya berdasarkan undang-undang,
sekedar ini belum termasuk dalam nomor 1 1 pasal 316. (KUHPerd. 1250; KUHD 319,
750.)
Pasal 316c
Piutang yang mempunyai
hak mendahului atas kapal, juga berhak mendahului tagihan yang timbul dari
penisahaan kapal, seperti tagihan untuk pembayaran muatan dan biaya angkutan,
upah pertolongan, bila kapalnya untuk dinas penyimpanan, upah pemanduan, bila
kapal itu digunakan untuk dinas pemanduan. (KUHD 309, 316d, 318, 319, 750.)
Pasal 316d
Hak mendahului
yang diuraikan dalam pasal 316 dan pasal 316c, meluas sampai ke penggantian
yang terutang karena kerusakan atau kehilangan kapalnya atau karena kehilangan sebagian
atau seluruhnya dari salah satu tagihan yang disebut dalam pasal 316c.
Hak mendahului
tidak meluas sampai ke tagihan dari perjanjian pertanggungan. (KUHD 316e, 318,
319, 750.)
Pasal 316e
Kreditur yang
piutangnya bersifat mendahului dapat menuntut haknya atas kapal atau saham
kapal, di tangan siapa pun itu berada dan atas tagihan yang disebut dalam pasal
316c dan pasal 316d, juga setelah pengalihan atau penggadaiannya kepada pihak
ketiga. (KUHPerd. 1198 dst.; KUHD 318, 319, 750.)
Pasal 317
Piutang yang
berhak mendahului atas muatan adalah:
1.
biaya sita-lelang;
2.
tagihan pembayaran upah
pertolongan dan kerugian laut umum;
3.
tagihan dari perjanjian
pengangkutan.
Piutang ini
mendahului piutang yang disebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal
1139. (KUHD 317a 2.)
Pada kapal
nelayan laut, dimasukkan juga dalam arti muatan, hasil penangkapan ikan yang
ada di atas kapal. (KUHD 319, 750.)
Pasal 317a
Urutan tingkat
piutang yang berhak mendahului ditentukan oleh nomor yang menyebutkan piutang
itu dalam pasal sebelum ini.
Dari piutang yang
tersebut dalam nomor 21 pasal di atas, yang lebih baru didahulukan terhadap
yang lebih lama. (KUHD 319, 750.)
Pasal 317b
Piutang yang berhak
mendahului itu meliputi bunga dan biaya berdasarkan undang-undang, sekedar ini
belum termasuk dalam nomor 11 pasal 317.
Hak mendahuluinya
meluas sampai ke penggantian yang terutang karena kerusakan atau kehilangan
bagian dari muatan.
Hak mendahului tidak
meluas sampai ke tagihan yang timbul dari perjanjian pertanggungan. (KUHPerd.
1250; KUHD 319, 750.)
Pasal 318
Tagihan mengenai
kapal atau mengenai perusahaan kapal atau berdasarkan tanggung jawab pengusaha
perkapalan yang diuraikan dalam pasal 321, setelah piutang yang berhak
mendahului yang disebut dalam pasal 316, dan setelah tagihan hipotek, berhak
mendahului terhadap kapal itu dan penggantian yang disebut dalam pasal 316d di
atas semua tagihan karena hal lain.
Tagihan itu
mempunyai tingkat yang sama dan dibayar menurut perimbangan. Pasal 316c dan
pasal 316e tidak berlaku terhadap tagihan ini. (KUHD 318a, 319, 750.)
Pasal 318a
Piutang dan
tagihan yang disebut dalam pasal 316 dan pasal 318 dapat ditagih dengan hak
mendahului atas kapalnya, juga bila hal itu merupakan akibat dari pemakaian
kapal untuk pelayaran di laut oleh orang lain daripada pemiliknya, kecuali bila
orang yang menggunakan kapal, untuk itu tidak berwenang terhadap pemilik dan
kreditur itu tidak beritikad baik. (KUHD 319, 320 dst., 750.)
Pasal 318b
Bila pembagian
lewat pengadilan dari hasil sebuah kapal asing terjadi di Indonesia, maka biaya
sita-lelang, upah pertolongan, uang pandu, biaya rambu dan biaya pelabuhan
serta biaya pelayaran lain, bagaimanapun ditempatkan di tingkat yang diberikan
kepada itu semua oleh pasal 316. (KUHD 319, 750; Rv. 756.)
Pasal 319
Ketentuan
pasal-pasal 311-318b tidak berlaku terhadap kapal-kapal yang dimiliki oleh
Negara atau badan resmi, yang diperuntukkan bagi dinas umum. (KUHD 750.)
BABII
PENGUSAHA-PENGUSAHA KAPAL DAN PENGUSAHA-PENGUSAHA
PERKAPALAN
Pasal 320
Pengusaha kapal
adalah orang yang menggunakan kapal untuk pelayaran di laut dan untuk itu
dikemudikannya sendiri atau menyuruh seorang nakhoda, yang bekerja padanya.
(KUHD 309 dst., 323, 341, 453, 75 1; KUHPerd. 806, 813.)
Pasal 321
Pengusaha kapal
terikat oleh perbuatan hukum, yang dilakukan oleh mereka yang bekerja tetap
atau sementara pada kapal itu, dalam jabatan mereka, dalam lingkungan wewenang
mereka.
Ia bertanggung jawab
untuk kerugian yang didatangkan kepada pihak ketiga oleh perbuatan melawan
hukum dari mereka yang bekerja tetap atau sementara pada kapal itu atau bekerja
di kapal untuk keperluan kapal itu atau muatannya, dalam jabatan mereka atau
dalam pelaksanaan pekerjaan mereka. (KUHPerd. 1233, 1367; KUHD 318, 322, 326,
331, 342, 344, 358a3, 360-363, 365, 373, 397, 474, 525, 539, 541, 751.)
Pasal 322
Mereka yang
sebelum penyewaan atau peminjaman sebuah kapal terdaftar dalam register kapal, atas
dasar ketentuan dalam alinea pertama pasal di atas memperoleh suatu tagihan
terhadap penyewa atau peminjam, dapat juga menggugat pemilik kapal, kecuali
bila pada waktu timbul tagihan mereka, mereka tahu tentang penyewaan atau
peminjaman itu.
Pemilik kapal
dapat menuntut penyewa atau peminjam atas pembayaran tersebut di atas.
(KUHPerd. 1548, 1740; KUHD 314, 751.)
Pasal 323
(s.d.u. dg. S.
1938-1 jo. 2.) Bila sebuah kapal dimiliki oleh beberapa orang yang atas dasar
lain daripada perjanjian perseroan seperti yang dimaksud Buku Kesatu Bab III,
mempergunakannya atas beban bersama untuk pelayaran di laut, maka antara mereka
terdapat sebuah perusahaan perkapalan. (KUHPerd. 514, 1618; KUHD 324 dst.)
Pasal 324
Keanggotaan pada
perusahaan perkapalan beralih seluruhnya atau sebagian oleh pengalihan hak
milik seluruhnya atau sebagian saham kapal. (KUHPerd. 514, 1641; KUHD 313, 323,
333.)
Pasal 325
Perusahaan
perkapalan tidak bubar oleh kepailitan atau meninggalnya salah seorang anggota,
penempatan anggota tersebut dalam suatu lembaga karena penyakit jiwa atau di
bawah pengampuan. (KUHPerd. 433 dst., 1646; KUHD 333, 335, 340e; F. 19, 22
dst., 34, 55, 60-62; Kr. 10 dst., 22 dst., 37.)
Keanggotaan dalam
perusahaan perkapalan tidak dapat dimohonkan pemberhentiannya; demikian pula
seorang anggota tidak dapat dinyatakan hilang keanggotaannya pada perusahaan
perkapalan.
Pasal 326
Anggota
perusahaan perkapalan bertanggung jawab untuk perikatan perusahaannya,
masing-masing menurut perimbangan sahamnya dalam kapal itu. (KUHD 18, 321, 323
dst., 333, 340.)
Pasal 327
Dalam perusahaan
perkapalan dapat diangkat seorang pemegang buku.
Sebuah perseroan
dapat diangkat menjadi pemegang buku. (KUHPerd. 1792 dst.; KUHD 15 dst., 36
dst., 323, 329, 331 dst., 333, 334; Tbs. 19'.)
Pasal 328
Bila pemegang
buku adalah anggota perusahaan perkapalan, maka bila perusahaan mengakhiri
hubungan kerjanya, ia mempunyai hak untuk menuntut, bahwa sahamnya diambil-alih
oleh perusahaan dengan harga sedemikian yang dianggap pantas oleh para ahli, kecuali
bila perusahaan mengakhiri hubungan kerja tersebut karena alasan yang mendesak.
Pemegang buku
mempunyai hak yang sama, bila pengakhiran hubungan kerja dilakukan olehnya atas
dasar alasan yang mendesak, yang diberikan padanya karena kesengajaan atau
kesalahan perusahaan. (KUHPerd. 1603e dst., 1603o dan p; KUHD 329, 333.)
Pasal 329
Pengangkatan dan
penghentian pemegang buku tidak dapat dikemukakan sebagai alasan kepada pihak
ketiga, selama belum terjadi pencatatan tentang hal ini dalam register kapal,
kecuali bila mereka mengetahui lial ini. (KUHD 314, 327 dst., 333; Tbs. 7.)
Pasal 330
Bila dari
register kapal tidak ternyata tentang pengangkatan pemegang buku atau orang yang
menurut register diangkat untuk itu telah meninggal, dimasukkan ke suatu
lembaga karena sakit jiwa, ditempatkan dalam pengampuan, dinyatakan pailit atau
tidak bertempat tinggal di Indonesia, maka perusahaan perkapalan itu baik di
dalam maupun di luar pengadilan, diwakili dan untuknya dapat dilakukan
perbuatan oleh seorang atau lebih dari anggota-anggotanya, asalkan
sendiri-sendiri atau bersama-sama merupakan pemilik kapal itu untuk lebih dari
separuh bagian.
Bila dari
register kapal tidak ternyata tentang pengangkatan pemegang buku atau bila
salah satu keadaan termaksud dalam alinea pertama terjadi, maka perusahaan
perkapalan tersebut berdasarkan hukum berdomisili di kantor penyimpanan
register kapal pusat untuk pendaftaran kapal. (KUHPerd. 17 dst., 433 dst.; KUHD
314, 323, 327, 333; Kr. 10 dst., 22 dst., 37; Tbs. 7.)
Pasal 331
Pemegang buku
berwenang untuk bertindak dengan pihak ketiga untuk perusahaan perkapalannya
dan mewakilinya baik di dalam maupun di luar pengadilan dalam segala hal yang
dibawa oleh kebiasaan kapal itu menurut penetapan tujuannya.
Pembatasan
wewenang pemegang buku hanya dapat dikemukakan sebagai alasan kepada pihak
ketiga, bila hal itu diketahui oleh pihak tersebut. (KUHD 323, 327 dst., 329,
332 dst., 338 dst., 340a-d; Tbs. 7.)
Pasal 332
Keputusan hakim
yang diperoleh terhadap perusahaan perkapalan atau pemegang buku dalam
jabatannya, dapat dilaksanakan terhadap harta bersama dari anggota-anggota
perusahaan kapal itu. (KUHD 323, 327, 333, 361.)
Pasal 333
Dari ketentuan
pasal -pasal 324-332 tidak dapat diadakan penyimpangan dengan perjanjian. (AB.
23.)
Pasal 334
Semua keputusan
mengenai urusan perusahaan perkapalan diambil dengan suara terbanyak dari
anggota perusahaan perkapalan itu.
Saham yang terkecil
memberi hak satu suara, saham yang lebih besar sekian suara menurut jumlah
perkaliannya, sehingga dalam saham ini termasuk yang terkecil.
Keputusan tentang
pengangkatan pemegang buku, yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, bukan
anggota perusahaan perkapalan, bukan warga negara Indonesia, bukan juga
perseroan yang dimaksud dalam Kitab Undang-undang ini pasal 311 disamakan
dengan warga negara Indonesia, menyangkut hal penualan kapal dengan cara lain
daripada penjualan di depan umum dan pembubaran perusahaan perkapalan selama
berlangsungnya suatu pencarteran atau perjalanan yang dilakukan, membutuhkan
kebulatan suara. (KUHPerd. 14 dst.; KUHD 313, 327, 330, 335, 337, 340d dan g,
452 dst.; Zeebr. 2.)
Pasal 335
Bila kemacetan
pengambilan suara mengakibatkan penggunaan kapal terhalang, atas permohonan
salah seorang atau beberapa anggota perusahaan perkapalan, dan setelah
mendengar atau memanggil semua anggota selayaknya, hakim dapat memerintahkan
penjualan kapal di depan umum. (KUHD 321, 334, 340e.)
Pasal 336
Setiap anggota
perusahaan perkapalan wajib menanggung pengeluaran perusahaan tersebut menurut
perimbangan sahamnya. (KUHD 326, 340.)
Pasal 337
Bila telah
diputuskan untuk mengadakan perbaikan kapal, kecuali selama melaksanakan
perjalanan, atau mengadakan perjalanan baru, maka setiap anggota perusahaan
perkapalan yang tidak ikut serta dalam pengambilan keputusan dapat
mengharapkan, bahwa mereka yang telah ikut serta menyetujui dalam pengambilan
keputusan itu, mengambil alih sahamnya dengan harga menurut taksiran para ahli
pada saat ia mengharap pengambilalihan itu.
Ia harus
memberitahukan harapannya untuk pengambilalihan kepada pemegang buku atau bila
tidak ada pemegang buku, kepada mereka yang telah memberi suara setuju, dalam
satu bulan, setelah keputusan itu diberitahukan kepadanya
Oleh
masing-masing dari mereka yang wajib mengambil alih, diperoleh sebagian dari
saham yang dialihkan seimbang dengan sahamnya dalam kapal itu. (KUHD 323, 327
dst., 334, 338 2, 362.)
Pasal 338
Terhadap
perusahaan perkapalan, pemegang buku itu senantiasa wajib untuk bertindak
sesuai dengan ketentuan tentang pengangkatan dan perintah yang diberikan
kepadanya berdasarkan pengangkatan itu.
Sebelum memulai
perjalanan baru, perbaikan luar biasa atau pertanggungan kapalnya, atau
pengangkatan atau penghentian nakhodanya, ia meminta keputusan terlebih dahulu
dari perusahaan perkapalan itu, kecuali bila hal itu diperjanjikan lain.
Selebihnya itu
wewenangnya, juga dalam hubungannya dengan perusahaan perkapalan, dinilai
menurut ketentuan dalam pasal 331 alinea pertama. (KUHPerd. 1792 dst.; KUHD
323, 327 dst., 337, 339, 34le, 362, 364, 395 dst., 408, 411, 592 dst.)
Pasal 339
Pemegang buku
harus mengurus kepentingan perusahaan perkapalan seperti layaknya seorang
pengusaha perkapalan yang baik mengurus kepentingannya. Ia harus menunaikan
kewajibannya yang dibebankan oleh undang-undang kepada pengusaha perkapalan.
Ia bertanggung
jawab terhadap para anggota perusahaan perkapalan untuk kerugian yang diderita
karena kesengajaan atau kesalahannya. (KUHPerd. 1800 dst.; KUHD 327, 331, 338.)
Pasal 340
Para anggota
perusahaan perkapalan membagi keuntungan atau kerugian menurut perimbangan
saham mereka dalam kapal itu. (KUHPerd. 1633; KUHD 323, 326, 336.)
Pasal 340a
Pemegang buku
memberitahukan kepada setiap anggota atas keinginannya, segala urusan mengenai
perusahaan perkapalan dan memperlihatkan semua buku, surat dan tulisan yang
bersangkut-paut dengan pengurusannya. (KUHPerd. 1802; KUHD 6, 12.)
Pasal 340b
Pemegang buku
wajib setiap kali menurut kebiasaan, tetapi setidak-tidaknya setelah lewat 1
tahun, memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban kepada para anggota
perusahaan perkapalan tentang pengurusannya, dengan menunjukkan segala surat
bukti yang berkenaan dengan itu, dan memberikan kepada mereka masing-masing apa
yang menjadi hak mereka.
Tuntutan hukum
untuk menyelenggarakan perhitungan dan pertanggungjawaban ini kedaluwarsa
dengan lampaunya waktu 10 tahun setelah berakhirnya jangka waktu perhitungan
dan pertanggungjawaban itu harus dilakukan. (KUHPerd. 1802, 1805, 1967; KUHD
323, 340c dst., 364; Rv. 764 dst.)
Pasal 340c
Setiap anggota
perusahaan perkapalan wajib memeriksa dan menutup perhitungan dan
pertanggungjawaban pemegang buku dan membayarkan bagian dari jumlah yang
ternyata yang harus dibayar kepada pemegang buku itu. (KUHPerd. 1807 dst.; KUHD
323, 340b, d; Rv. 775.)
Pasal 340d
Pembenaran
perhitungan dan pertanggungjawaban oleh jumlah terbanyak anggota perusahaan
perkapalan hanya mengikat mereka yang melakukan hal itu, tetapi hal itu juga
mengikat sesama pengusaha perkapalan yang tidak membenarkan perhitungan dan
pertanggungjawaban itu, bila ia lalai untuk membantah perhitungan dan
pertanggungjawaban itu di depan pengadilan dalam 3 tahun, setelah ia dapat
mengetahuinya, dan setelah pembenaran tersebut disetujui oleh jumlah terbanyak
anggota dan diberitahukan secara tertulis kepadanya. (KUHD 323, 334, 337, 340b
dst.)
Pasal 340e
Bila diputuskan
untuk membubarkan perusahaan perkapalan, maka kapalnya harus dijual. Keputusan
atau perintah yang diberikan menurut pasal 335, untuk menjual kapal tersebut
adalah sama dengan keputusan untuk membubarkan perusahaan perkapalan itu.
(KUHPerd. 1457 dst.; KUHD 323, 325, 334, 362.)
Pasal 340f
Setelah keputusan
pembubaran, perusahaan perkapalan masih tetap berdiri, selama hal ini
dibutuhkan untuk pemberesannya. Pemegang bukunya, bila ini ada, ditugaskan
untuk pemberesan itu. (KUHD 32, 56, 323, 327.)
Pasal 340g
Dihapus dg. S.
1938-1 jo. 2.
BAB III
NAKHODA, ANAK BUAH KAPAL DAN PENUMPANG.
Anotasi:
Dg. S. 1934-214
jis. S. 1938-1 dan 2, yang mulai berlaku 1 April 1938, Buku Kedua Bab III dan
IV diganti dengan bab-bab baru di mana ketentuan-ketentuan di dalamnya sedapat
mungkin disesuaikan dengan undang-undang (wet) 14 Juni 1930. (N.S. 1930-240).
Bab III tersebut di atas berlaku bagi orang-orang Indonesia berdasarkan S.
1933-49 jis. S. 1934-214, S. 1938-2.
Bagian 1
Ketentuan-ketentuan Umum
Pasal 341
Nakhoda ialah
orang yang memimpin kapal. (KUHD 341d, 342 dst., 397, 399, 408 dst., 427 dst.)
Anak buah kapal
(ABK) adalah mereka yang terdapat pada daftar anak buah kapal (monsterrol).
(KUHD 375, 395, 401, 413, 434.)
Perwira kapal
adalah anak buah kapal yang oleh daftar anak buah kapal diberi pangkat perwira.
(KUHD 376.)
Pembantu anak
buah kapal adalah semua anak buah kapal selebihnya. (KUHD 388, 393, 400.)
Penumpang yang
diartikan dalam Kitab Undang-undang ini ialah mereka semua yang berada di kapal
kecuali nakhkodanya. (KUHD 393 dst.)
Terhadap kuli
muatan dan para pekerja yang melakukan pekerjaan di kapal, yang menurut
sifatnya hanyalah sementara, berlaku peraturan dalam bab ini yang berlaku untuk
anak buah kapal, kecuali bila ternyata sebaliknya. (KUHD 382.)
Pasal 341a
Bila pengusaha
kapal tidak mengatur hubungan antara perwira kapal yang satu terhadap yang
lain, antara anak buah kapal yang satu terhadap yang lain dan antara perwira
kapal dan anak buah kapal, nakhoda mengambil keputusan tentang hal itu. (KUHD
376, 393, 395, 397, 413 dst., 428, 434 dst.)
Pasal 341b
Ketentuan-ketentuan
bab ini tidak berlaku terhadap kapal yang isi kotornya kurang dari 100 m3 bila
kapal dilengkapi dengan alat penggerak mekanis, dan yang isi kotornya kurang
dari 300 m6 bila hal itu tidak demikian.
Ketentuan-ketentuan
bab ini juga tidak berlaku bila sebuah kapal semata-mata berlayar untuk
pelayaran percobaan. (KUHD 407.)
(s.d.u. dg. S.
1938-1.) Namun pasal 373a berlaku terhadap semua kapal tanpa memandang besarnya
atau penggunaannya.
Bagian 2
Nakhoda
Pasal 341c
Dihapus dg. S.
1938-1, 2.
Pasal 341d
Bila nakhoda
berhalangan, atau bila ia ada dalam keadaan tidak mungkin untuk memimpin
kapalnya, maka selaku nakhoda bertindaklah mualim pertama; dalam hal mualim
pertama juga tidak hadir atau berhalangan, bila di kapal ada seorang mualim
atau lebih, yang berwenang untuk bertindak sebagai nakhoda, yang lebih tinggi
dalam pangkat, kemudian dari mualim-mualim selebihnya yang lebih tinggi dalam
pangkat, dan bila mereka juga tidak hadir atau terhalang, orang yang ditunjuk
oleh dewan kapal. (KUHD 341a, 345, 376.)
Pasal 341e
Pengusaha kapal
berwenang untuk setiap waktu mencabut kekuasaan nakhoda atas kapalnya. (KUHD
411.)
Pasal 342
Nakhoda wajib
bertindak dengan kepandaian, ketelitian dan dengan kebijaksanaan yang cukup
untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. (KUHD 373.)
Ia bertanggung
jawab untuk kerugian yang disebabkan olehnya pada orang lain karena
kesengajaannya atau kesalahannya yang besar. (KUHPerd. 1244 dst.; KUHD 91 dst.,
318, 321, 343 dst., 358a3, 359 dst., 371, 707.)
Pasal 343
Nakhoda wajib
menaati dengan seksama peraturan yang lazim dan ketentuan yang ada untuk
menjamin kesanggupan berlayar dan keamanan kapal, keamanan para penumpang dan
pengangkutan muatannya.
Ia tidak akan
melakukan perjalanannya, kecuali bila kapalnya untuk melaksanakan itu memenuhi
syarat, dilengkapi sepantasnya dan diberi anak buah kapal secukupnya. (KUHD
341, 344 dst., 367 dst., 371, 431.)
Pasal 344
Nakhoda wajib
menggunakan pandu, di mana pun bila peraturan perundang-undangan, kebiasaan atau
kewaspadaan mengharuskannya. (KUHD 316-1 sub 30, 345, 539; Loodsdienstord. 4,
S. 1927-62; S. 1927-63.)
Pasal 345
Nakhoda tidak
boleh meninggalkan kapalnya selama pelayaran atau bila ada bahaya mengancam,
kecuali bila ketidakhadirannya mutlak perlu atau dipaksa untuk itu oleh ikhtiar
penyelamatan diri. (KUHD 341d; KUHP 468.)
Pasal 346
Nakhoda wajib
mengurus barang yang ada di kapal milik penumpang yang meninggal selama
perjalanan, di hadapan dua orang penumpang membuat uraian secukupnya mengenai
hal itu atau menyuruh membuatnya, yang ditandatangani olehnya dan oleh dua
orang penumpang tersebut. (KUHPerd. 947; KUHD 341, 393 dst.)
Pasal 347
Nakhoda harus
dilengkapi di kapal dengan: (KUHD 432.) surat laut atau pas kapal, surat ukur
dan petikan dari register kapal yang memuat semua pembukuan yang berkenaan
dengan kapal sampai hari keberangkatan terakhir dari pelabuhan Indonesia. (Z.
en S. besl. 3 dst.; Z. en S. ord. 2, 16; Z. en S. verord. 2; S. 1927-210 pasal
3; S. 1927-212 pasal 32 dst.; Tbs. 8.) daftar anak buah kapal, manifes muatan,
carter partai dan konosemen, ataupun salinan surat itu; (KUHD 375 dst., 454,
506 dst.; KUHP 560.)
Peraturan
perundang-undangan dan reglemen yang berlaku di Indonesia terhadap perjalanan,
dan segala surat lain yang diperlukan. (KUHP 561.)
Terhadap carter
partai dan konosemen, kewajiban ini tidak berlaku dalam keadaan yang ditetapkan
oleh Kepala Departemen Marine. (KUHD 348, 352a, 374, 478.)
Pasal 348
Nakhoda berusaha
agar di kapal diselenggarakan buku harian kapal (register harian atau jurnal),
di mana semua hal yang penting yang terjadi dalam perjalanan dicatat dengan
teliti.
Nakhoda sebuah
kapal yang digerakkan secara mekanis, di samping itu harus berusaha agar oleh
seorang personil kamar mesin diselenggarakan buku harian mesin. (KUHD 6, 349
dst., 352a, 356, 374; KUHP 466, 561, 562-1 sub 10.)
Pasal 349
Di kapal
Indonesia hanya diperbolehkan menggunakan buku harian yang lembar demi lembar
diberi nomor dan diberi tanda pengesahan oleh pegawai pendaftaran anak buah
kapal atau di luar Indonesia oleh pegawai konsulat Indonesia, yang lembar demi
lembar diberi nomor dan disahkan. (KUHD 311, 348, 353, 374.)
Buku harian itu
bila mungkin diisi setiap hari, diberi tanggal dan ditandatangan oleh nakhoda
dan anak buah kapal yang ditugaskan olehnya untuk memelihara buku itu. (KUHD
350-352, 356, 3852; KUHP 466, 562-1 sub 10.)
Lain daripada itu
tatanan buku harian itu diatur oleh atau atas nama Kepala Departemen Marine.
(S. 1938-4.)
Pasal 350
Nakhoda dan
pengusaha kapal wajib memberikan kesempatan kepada orang-orang yang
berkepentingan atas permintaan mereka untuk melihat buku harian, dan dengan
pembayaran biayanya memberikan salinannya. (KUHPerd. 1885; KUHD 12, 320 dst.,
339, 3412 , 348 dst., 374; KUHP 561-1 sub 40.)
Pasal 351
Bila nakhoda
telah mengadakan pembicaraan mengenai urusan penting dengan para anak buah
kapal, maka nasihat yang diberikan kepadanya disebutkan dalam buku harian.
(KUHD 348, 3492 , 374; KUHP 561 -1 sub 10.)
Pasal 352
Nakhoda wajib
dalam 48 jam setelah tibanya di pelabuhan darurat atau di pelabuhan tujuan
akhir, menunjukkan atau menyuruh menunjukkan buku harian kapal atau buku harian
kepada pegawai pendaftaran anak buah kapal, dan minta agar buku itu
ditandatangani oleh pegawai tersebut sebagai tanda telah dilihatnya. (S.
1938-4.)
Menyimpang dari
yang ditentukan pada alinea pertama, dapat ditentukan oleh atau atas nama
Kepala Departemen Marine, bahwa dalam hal tertentu nakhoda harus menunjukkan
atau menyuruh menunjukkan buku harian kapal atau buku harian pada saat yang
tetap di pelabuhan tertentu yang ditunjuk untuk itu.
Nakhoda di luar
wilayah Indonesia wajib menghadap pegawai konsulat Indonesia atau bila pegawai
demikian tidak ada, kepada pejabat yang berwenang. (KUHD 341, 341d, 348 dst.,
353 dst., 356, 374; S. 1927-33; Schepenord. 15 dst., 23; S. 1927-34;
Schepenbesl. 124, 126 dst.; Cons. 2 dst.; S. 1923-15; Reedenregl. 7 dst., 11;
S. 1938-4.)
Pasal 352a
Di kapal harus ada
register hukuman yang lembar demi lembar diparaf oleh pegawai pendaftaran anak
buah kapal. (S. 1938-4.)
Dalam register
ini dilakukan pencatatan yang dimaksud dalam pasal 390, sedangkan di dalamnya
juga diselenggarakan pencatatan semua kejahatan yang dilakukan di lautan bebas
di atas kapal itu. (KUHP 562-1 sub 20.)
Atas permintaan
atau atas nama nakhoda, pegawai pendaftaran anak buah kapal membubuhkan pada
register hukuman yang ditunjukkan kepadanya tanda “telah melihat” yang
ditandatangani dan diberi tanggal olehnya. (KUHD 374.).
Pasal 353
Setelah tiba di
suatu pelabuhan, nakhoda dapat menyuruh pegawai yang berwenang untuk membuat
keterangan kapal mengenai kejadian dalam perjalanan. (KUHPerd. 1868 dst.; KUHD
354 dst., 452b; KUHP 451bis.)
Bila kapal itu
atau muatannya mendapat kerusakan atau telah terjadi suatu peristiwa yang luar
biasa, maka nakhoda dalam 3 x 24 jam setelah tiba dalam suatu pelabuhan, di
mana berada seorang pegawai yang berwenang untuk membuat keterangan kapal,
wajib menyuruh membuat setidak-tidaknya keterangan kapal sementara. Keterangan
sementara harus disusul oleh keterangan yang lengkap dalam 30 hari.
(Schepenord. 15 dst., 23; Schepenbesl. 126 dst.)
Nakhoda di luar
Indonesia harus menghadap pegawai konsulat Indonesia atau bila pegawai demikian
tidak ada, kepada pejabat yang berwenang. (Cons. 2 dst.)
Pegawai yang
disebut dalam alinea pertama dan ketiga memberikan salinan keterangan kapal
dengan pembayaran biayanya, kepada siapa saja yang menginginkan.
Oleh Kepala
Departemen Marine ditunjuk pegawai yang berwenang untuk membuat keterangan
kapal, dan ditetapkan tarif biayanya. (S. 1938-4.)
Pasal 354
(s.d.u.t. dg. S.
1934-214jo. S. 1935-77jo. 562 jo. S. 1938-2.) Dalam menghitung jangka waktu
berdasarkan undang-undang yang tersebut dalam alinea pertama pasal 352, dan
alinea kedua pasal 353, ikut terhitung hari Minggu dan hari yang disamakan
dengan itu seperti dimaksud dalam alinea kedua pasal 153 dan, di luar Indonesia
tidak ikut terhitung hari raya berdasarkan undang-undang yang berlaku di sana.
Pasal 355
Para anak buah
kapal yang ditunjuk oleh nakhoda pada waktu membuat keterangan kapal wajib
memberi bantuan dengan memberikan keterangan tentang pendapat mereka. (KUHD
341, 353, 452b; KUHP 451bis.)
Pasal 356
Penilaian
kekuatan pembuktian buku harian kapal dan keterangan kapal mengenai kejadian
dari perjalanan yang disebut di dalamnya, untuk tiap kejadian diserahkan kepada
hakim. (KUHPerd. 1881, 1922; KUHD 7, 348.)
Dalam hal
pembuktian dengan saksi mengenai kejadian dalam perjalanan terhadap mereka yang
selama perjalanan termasuk penumpang kapal itu, Kitab Undang-undang Hukum
Perdata pasal 1910 alinea pertama dalam hal ini tidak berlaku, akan tetapi
orang yang tersebut dalam pasal itu dapat membebaskan diri dari pemberian
kesaksian. (KUHPerd. 1909; KUHD 3415.)
Pasal 357
Bila sangat
diperlukan, demi keselamatan kapal atau muatannya, nakhoda berwenang untuk
melemparkan ke laut atau memakai habis perlengkapan kapal dan bagian dari
muatan. (KUHD 3093, 358, 391, 394 3 , 479, 519y, 699-21, 729 dst.; KUHP 471.)
Pasal 358
Nakhoda dalam
keadaan darurat selama perjalanan berwenang untuk mengambil dengan membayar
ganti rugi, bahan makanan yang ada pada para penumpang atau yang termasuk
muatan, untuk digunakan demi kepentingan semua orang yang ada di kapal. (KUHD
3415, 357, 533j.)
Pasal 358a
Nakhoda wajib
memberi pertolongan kepada orang-orang yang ada dalam bahaya, khususnya bila
kapalnya terlibat dalam tubrukan, kepada kapal lain yang terlibat dan
orang-orang yang ada di atasnya, dalam batas kemampuan nakhoda tersebut, tanpa
mengakibatkan kapalnya sendiri dan penumpang penumpangnya tersebut ke dalam
bahaya besar.
Di samping itu ia
wajib, bila hal ini mungkin baginya, memberitahukan kepada kapal lain yang
terlibat dalam tubrukan itu, nama kapalnya, pelabuhan tempat kapal terdaftar,
dan pelabuhan tempat kedatangan dan tempat tujuannya.
Bila kewajiban
ini tidak dipenuhi oleh nakhoda, hal ini tidak memberi kepadanya hak tagih
terhadap pengusaha kapal. (KUHD 320 dst., 341, 341d, 3422, 345, 370, 534 dst.,
545 dst., 560 dst.; KUHP 478, 566; S. 1914-225.)
Pasal 358b
Nakhoda kapal
Indonesia yang bertujuan ke Indonesia, dan sedang berada di pelabuhan luar
Indonesia, wajib membawa ke Indonesia, pelaut-pelaut berkewarganegaraan
Indonesia dan penduduk Indonesia, yang berada di sana dan membutuhkan
pertolongan, bila di kapal ada tempat untuk mereka, atas keinginan pegawai
konsulat atau jika tidak ada, pejabat setempat.
Biaya untuk ini
adalah atas beban Negara. Penetapan biaya itu dilakukan atas dasar yang
ditentukan oleh Kepala Departemen Marine.
Pasal 359
Nakhoda mempunyai
tugas penyusunan anak buah kapal dan segala hal yang berhubungan dengan memuat
dan membongkar kapal, termasuk di dalamnya pemungutan biaya angkutan, bila
dalam hal ini pengusaha kapal tidak menugaskan orang lain. (KUHD 321, 341, 3432
, 364, 375 dst., 386, 397, 441 dst:-, 470a, 480 dst., 491 dst., 505 dst.,
571i-o, t, 518c, k-q, z, 519b, f, i, j, 1-p, 520h-p, s, 524a, 530; KUHP 458,
567.)
Pasal 360
Di tempat-tempat
pengusaha kapal tidak diwakili dan ia sendiri dengan cara sederhana tidak dapat
mengambil tindakan yang perlu, maka nakhoda kapal berwenang untuk melengkapi
kapalnya dengan segala yang dibutuhkannya, dan melakukan hal yang biasanya
diperlukan dalam penggunaan kapal itu, sesuai dengan tujuan yang dimaksud oleh
pengusaha kapal, atau yang sangat diperlukan demi penyelamatan kapal itu.
Namun terhadap
pihak ketiga yang dengan itikad baik telah melakukan perbuatan dengan nakhoda
itu, tidak dapat dilakukan bantahan dengan menggunakan ketidakberwenangannya
nakhoda atas dasar bahwa pengusaha kapal di tempat itu diwakili atau bahwa ia
sendiri dengan cara yang sederhana dapat mengambil tindakan yang diperlukan.
(KUHPerd.: 1338; KUHD 321, 342, 361-365, 367 dst., 370 dst., 373, 743, 747.)
Pasal 361
Di luar Indonesia
dalam urusan-urusan yang menyangkut kapalnya, nakhoda dapat dipanggil ke depan
pengadilan, dan dapat bertindak sebagai penggugat untuk pengusaha kapal.
Pengusaha kapal setiap waktu dapat mengambil alih perkaranya.
Keputusan hakim
terhadap nakhoda atas perbuatannya, dianggap terhadap pengusaha kapal.
Pemberitahuan
oleh juru sita yang ditujukan pada pengusaha kapal, di luar Indonesia dapat
dilakukan di kapal. (KUHPerd.: 1354; KUHD 342 dst., 364, 371, 373,568a 2 ; Rv.
1 dst., 436.)
Pasal 362
Nakhoda hanya
berwenang untuk perbaikan luar biasa, membebani atau menjual kapalnya, bila
kapal itu berada di luar Indonesia dan ada kejadian yang merupakan keharusan
mendesak serta masuk akal yang menyebabkan, tidak mungkin untuk menunggu
perintah pengusaha kapal atau orang yang berwenang untuk bertindak atas
namanya.
Penjualannya
harus dilakukan di depan umum. (KUHPerd. 1139-40, 1354, 1471, 1796; KUHD 314 3
, 315d dan e, 321, 335, 3382 , 340e, 363 dst., 743, 747; KUHP 466; Venduregl.
1, 4, 10, 19 dst.)
Pasal 363
Pembatasan
wewenang nakhoda menurut undang-undang tidak berlaku terhadap pihak ketiga,
kecuali bila mereka mengetahuinya. (KUHPerd. 1340, 1815; KUHD 321, 342, 360
dst., 373.)
Pasal 364
Terhadap
pengusaha kapalnya, nakhoda selalu wajib bertindak sesuai dengan ketentuan
pengangkatannya dan perintah yang diberikan kepadanya atas dasar pengangkatan
itu, asalkan ketentuan dan perintah itu tidak bertentangan dengan kewajiban
yang dibebankan oleh peraturan perandang-undangan kepadanya sebagai pemimpin.
Ia harus
terus-menerus memberitahukan kepada pengusaha kapalnya tentang segala sesuatu
mengenai kapal dan muatannya, dan minta perintahnya, sebelum mulai dengan
tindakan keuangan yang penting.
Lain daripada itu
ketentuan pada pasal-pasal 359-362 berlaku juga terhadap hubungannya terhadap
pengusaha kapal. (KUHPerd. 1338 dst., 1603 dst., 1800 dst.; KUHD 320 dst., 327
dst., 342 dst., 365, 367, 369, 372 dst., 399, 408 dst., 427-433.)
Pasal 365
Bila pada nakhoda
di luar Indonesia tidak mempunyai dana untuk menutupi pengeluaran yang perlu
sekali untuk melanjutkan perjalanannya, dan ia tidak dapat memperolehnya dengan
mengeluarkan wesel atas pengusaha kapal ataupun dengan jalan lain, maka ia berwenang
untuk mengambil pinjaman uang dengan jaminan kapalnya atau, bila ia dalam hal
itu tidak berhasil, menggadaikan atau menjual sebagian dari muatannya ia wajib,
bila sekiranya mungkin, menjelaskan kepada pengusaha kapal dan mereka yang
berkepentingan pada muatannya dan menunggu perintah mereka, sebelum mulai
melakukan salah satu dari tindakan itu.
Terhadap orang
yang dengan itikad baik telah melakukan tindakan dengan nakhoda itu, tidak
dapat dilakukan bantahan dengan tidak terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan
di sini.
Penjualan itu
harus dilakukan di depan umum atau pada bursa. (KUHPerd. 1150, 1338, 1383,
1471, 1754 dst., 1765; KUHD 100 dst., 314, 321, 342 dst., 360, 362, 366, 371,
699-90, 742 dst., 747; KUHP 466; S. 1933-48; Verduregl. 1, 4, 10, 19 dst.)
Pasal 366
Pengusaha kapal
harus mempertanggungjawabkan hasil penjualan barang itu kepada para pemilik
atau mengganti nilainya menurut nilai barang dengan macam dan sifat yang sama
di tempat dan pada waktu yang sama, di mana muatan selebihnya akan dibawa ke
tujuan yang sama, dikurangi dengan apa yang telah dihemat mengenai bea, biaya
dan biaya muatan, bila nilai tersebut setelah pengurangan demikian lebih tinggi
daripada hasilnya. (KLJHD 365, 472, 699-201; Rv. 771 dst.)
Pasal 367
Nakhoda yang
mendengar, bahwa bendera yang dibawanya berlayar telah menjadi tidak bebas,
wajib memasuki pelabuhan tak memihak yang paling dekat di sekitarnya dan tetap
berlabuh di situ, sampai ia dapat berangkat secara aman atau telah menerima
perintah yang pasti dari pengusaha kapalnya untuk berangkat. (KUHD 364, 368
dst., 419-1 sub 31 jo. alinea kedua, 517s, t, u, 520a, 533m, u, y; KUHP 469.)
Pasal 368
Bila ternyata
kepada nakhoda, bahwa pelabuhan yang ditentukan sebagai tujuan diblokir, maka
ia wajib memasuki pelabuhan yang terdekat di sekitarnya. (KUHD 367, 369, 517s,
t, u.; KUHP 469.)
Pasal 369
Bila kapal
dipaksa masuk ke suatu pelabuhan, ditahan atau dihalangi, maka nakhoda wajib
menuntut kembali kapal dan muatannya dan untuk itu mengambil tindakan yang
perlu ia segera memberitahukan kejadian tersebut kepada pengusaha kapal dan
pencarter kapal dan sedapat-dapatnya bertindak setelah berunding dengan mereka
dan menurut perintah mereka. (KUHD 367 dst., 371, 533m, u, y, 633, 699-120;
KUHP 469.)
Pasal 370
Nakhoda boleh
menyimpang dari arah yang harus diikutinya untuk menyelamatkan jiwa manusia.
(KUHD 358a, 560.)
Pasal 371
Nakhoda wajib
menjaga kepentingan mereka yang berhak atas muatannya selama perjalanan, untuk
mengambil tindakan yang perlu untuk itu, dan bila perlu bertindak di depan
pengadilan.
Tentang segala
kejadian yang menyangkut muatan harus segera diberitahukan kepada pencarternya;
ia sedapat-dapatnya bertindak setelah berunding dan menurut perintah pencarter
tersebut.
Dalam keadaan
yang sangat mendesak, ia berwenang untuk menjual muatannya, atau sebagian
darinya, atau untuk mengambil pinjaman uang dengan menjaminkan muatan, guna
menutup pengeluaran yang telah dilakukan untuk keperluan muatan itu. (KUHPerd.
1139-41, 1196 dst., 1354-1357; KUHD 342, 361, 364 dst., 369, 518c, 519x, 533n.)
Pasal 371a
Bila selama
perjalanan di kapal terdapat orang yang tidak mempunyai karcis perjalanan yang
berlaku, dan tidak bersedia dan tidak mampu untuk membayar biaya angkutan pada
teguran pertama dari nakhoda, maka nakhoda mempunyai hak untuk menyuruh ia
melakukan pekerjaan di kapal yang mampu dikerjakannya, dan menurunkannya dari
kapal pada kesempatan pertama. (KUHD 341, 530, 533b, c, i, j, m, z; KUHP
472bis.)
Pasal 372
Nakhoda tidak
boleh mengangkut barang dalam kapal untuk bebannya sendiri, kecuali berdasarkan
perjanjian dengan pengusaha kapal atau izin darinya, dan bila kapalnya
dicarter, juga dari pencarter.
Bila dilakukan
perbuatan yang bertentangan dengan larangan ini, maka untuk barang itu harus
dibayar biaya angkutan tertinggi yang dipersyaratkan atau dapat dipersyaratkan
pada waktu pemuatan untuk barang semacam itu dengan ketentuan tujuan yang sama,
dan harus mengganti kerugian yang terjadi di samping itu. (KUHPerd. 1246, 1365;
KUHD 320, 341, 367, 364, 394, 399, 408 dst., 453, 466, 479, 491 dst., 518 a, i,
533, 651.)
Pasal 373
Dengan tidak
mengurangi ketentuan pasal 342 alinea kedua, nakhoda hanya terikat, bila ia
melampaui batas wewenangnya atau dengan tegas menerima suatu kewajiban pribadi.
(KUHD 321, 358a, 361, 363.)
Pasal 373a
Nakhoda yang
dengan suatu cara telah bersikap tidak pantas terhadap kapal, muatan dan para
penumpang, dengan keputusan Mahkamah Pelayaran dapat dicabut wewenangnya untuk
berlayar sebagai nakhoda kapal Indonesia, selama waktu tertentu yang tidak
lebih dari 2 tahun. (KUHD 411-l0, 30, 419-1 sub 60.)
Terhadap urusan
ini tidak dapat diadakan pemeriksaan, kecuali atas pengaduan pengusaha kapal
atau dari seorang penumpang yang dimasukkan dalam tiga minggu setelah tibanya
kapal di tempat pertama yang disinggahi oleh kapal setelah terjadinya sikap
yang tidak pantas. Di Indonesia yang berlaku sebagai tempat demikian hanyalah tempat
yang ada syahbandarnya, dan di luar Indonesia hanya tempat yang ada pegawai
konsulat Indonesia. Pengaduan itu harus diteruskan kepada Kepala Departemen
Marine (Komandan Angkatan Laut), harus disampaikan di Indonesia: kepada
syahbandar, di luar Indonesia: kepada pegawai konsulat, dan oleh Kepala
Departemen Marine, untuk pertimbangan sementara, diserahkan kepada Jaksa Agung
Tentara. (sudah disesuaikan dengan keadaan sekarang.)
Bila nasihat
pegawai tersebut menolak, akan tetapi Kepala Departemen Marine menyetujui hal
itu, pengaduan itu tidak dikabulkan. Bila nasihat tersebut tidak menolak, atau
bila Kepala Departemen Marine tidak dapat menyetujui nasihat yang menolak itu,
maka pengaduan itu oleh pejabat yang tersebut terakhir untuk penyelenggaraan
pemeriksaan dan pengambilan keputusan, diteruskan kepada Mahkamah Pelayaran.
(KUHD 341b; S. 1934-215.)
Pasal 374
Pasal-pasal
347-452a tidak berlaku terhadap kapal yang isi kotornya kurang dari 500 m3.
(KUHD 341b.)
Di atas kapal ini
harus ada surat laut atau pas kapal, petikan register kapal, bila kapal itu
terdaftar, daftar anak buah kapal dan peraturan perundang-undangan dan
reglemen-reglemen yang berlaku pada kapal ini. (S. 1935-492 pasal 3; Tbs. 8;
KUHD 375 dst,)
Bagian 3
Anak Buah Kapal
Pasal 375
Untuk tiap-tiap
kapal, dibuat di hadapan pegawai yang diangkat oleh pengusaha yang berwenang
sebuah daftar tentang semua orang yang harus melakukan dinas anak buah kapal
yang disebut daftar anak buah kapal.
Dinas anak buah
kapal adalah pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh mereka, yang diterima untuk
dinas di kapal kecuali pekerjaan nakhoda.
Dalam dinas anak
buah kapal tidak dimasukkan segala pekerjaan kuli muatan dan pekerja yang
melakukan pekerjaan di kapal, yang bersifat sementara, dan dalam keadaan
darurat dilakukan oleh para penumpang selain anak buah kapal. (KUHD 341 dst.,
376-378. 380, 382 dst., 395. 400 dst., 413 dst., 434 dst.; KUHP 560, 567.)
Pasal 376
Daftar anak buah
kapal dibuat rangkap dua, satu lembar diperuntukkan bagi pegawai pendaftar anak
buah kapal, lembar lainnya bagi nakhoda.
Daftar anak buah
kapal itu menyebut selain nama para anak buah kapal dan dengan tidak mengurangi
hal yang diatur di lain tempat:
1.
nama kapalnya;
2.
nama pengusaha kapalnya dan
nakhodanya;
3.
jabatan tiap anak buah kapal
yang akan melakukan dinasnya di atas kapal dan siapa dari para anak buah kapal
akan berpangkat perwira. (KUHD 341a, 377, 380, 383.)
Daftar itu
ditandatangani oleh atau atas nama nakhoda dan oleh pegawai pendaftaran anak
buah kapal.
Daftar anak buah
kapal itu bebas dari meterai. (KUHD 347, 378 dst.; KUHP 560; S. 1938-4.)
Pasal 377
Bila terjadi
pergantian nakhoda atau bila terjadi perubahan dalam susunan personil yang
termuat dalam daftar anak buah kapal atau perubahan dalam jabatan yang dipegang
oleh seorang anak buah kapal yang berdinas di kapal, maka lembaran daftar anak
buah kapal yang diperuntukkan bagi nakhoda, diubah sesuai dengan itu, di
pelabuhan pertama di mana hal itu dapat dilakukan, di hadapan pegawai
pendaftaran anak buah kapal.
Perubahan itu
diberi tanda pengesahan oleh atau atas nama nakhoda dan oleh pegawai
pendaftaran anak buah kapal. (KUHD 341a, 34le, 376-2 sub 31, 378; KUHP 560,
567.)
Pasal 378
Bila seorang anak
buah kapal harus dimasukkan dalam daftar anak buah kapal, oleh atau atas nama
nakhoda ditunjukkan salinan akta perjanjian kerja yang telah dibuat dengan anak
buah kapal itu yang sebelumnya harus diberi tanda pengesahan oleh pegawai
pendaftaran anak buah kapal.
Salinan
perjanjian kerja dari semua orang, yang melakukan dinas anak buah kapal, harus
selalu ada di kapal itu. (KUHD 34 12 , 399, 401.)
Ketentuan dalam
pasal ini juga berlaku terhadap perjanjian kerja kolektif yang menjadi dasar
bagi satu perjanjian kerja atau, lebih yang diadakan dengan para anak buah
kapal yang terdapat dalam daftar anak buah kapal.
Pasal 379
Setiap anak buah
kapal di kapal harus diberi kesempatan untuk melihat daftar anak buah kapal dan
perjanjian yang menyangkut dirinya. (KUHD 376, 399 dst., 413 dst.)
Pasal 380
Dalam daftar anak
buah kapal hanya boleh dimuat mereka, yang telah membuat perjanjian kerja
dengan pengusaha kapal atau dengan majikan lain, yang mewajibkan mereka untuk
melakukan dinas anak buah kapal di atas kapal atau yang dengan izin pengusaha
atas beban sendiri di atas kapal menjalankan perusahaan. (KUHD 375, 395 dst.,
399-401, 413 dst.; KUHP 567.)
Pasal 381
Pegawai
pendaftaran anak buah kapal harus mempunyai register dari daftar anak buah
kapal yang dibuat di hadapan mereka. (KUHD 376 dst.)
Pasal 382
Kuli muatan dan
pekerja yang untuk sementara waktu melakukan pekerjaan di kapal, disebutkan
dalam daftar yang ditandatangani oleh nakhoda dan diberi tanda pengesahan oleh
pegawai pendaftaran anak buah kapal. (KUHD 3416, 375 3 , 383.)
Pasal 383
Dengan tidak
mengurangi ketentuan dalam pasal 37 ia dan dalam alinea berikut dari pasal ini,
maka dinas anak buah kapal hanya boleh dilakukan oleh mereka yang termuat dalam
daftar anak buah kapal.
Dinas anak buah
kapal boleh dilakukan oleh pekerja yang diterima dalam perjalanan. Akan tetapi
mereka harus mengadakan perjanjian kerja-laut dan dimasukkan dalam daftar anak
buah kapal di pelabuhan pertama di mana hal itu dapat dilakukan. (KUHD 3753,
382; KUHP 567.)
Pasal 384
Selama anak buah
kapal berada dalam dinas di kapal, ia wajib melaksanakan perintah nakhoda
dengan seksama. (KUHD 341 a, 3492 , 414, 442.)
Bila ia
menganggap bahwa perintah ini melawan hukum, di pelabuhan pertama yang
disinggahi kapal itu, dan di tempat menurut perkiraan hal ini dapat dilakukan
tanpa menghambat kapal, ia dapat minta bantuan kepada syahbandar atau di luar
Indonesia dari pegawai diplomatik atau pegawai konsulat yang digaji, yang
pertama dapat dicapai. (KUHD 386, 393, 397, 405.)
Pasal 385
Tanpa izin
nakhoda, anak buah kapal tidak boleh meninggalkan kapal. (KUHD 387, 388 2 ,
389, 414.)
Bila nakhoda
menolak memberikan izin, maka atas permintaan anak buah kapal itu, ia wajib
menyebut alasan penolakannya dalam buku harian, dan memberi ketegasan tertulis
kepadanya tentang penolakan ini dalam dua belas jam. (KUHD 348, 3492 , 405,
413.)
Pasal 386
Nakhoda mempunyai
kekuasaan disipliner atas anak buah kapal.
Untuk mempertahankan
kekuasaan ini ia dapat mengambil tindakan yang selayaknya diperlukan. (KUHD
384, 387 dst., 393, 394a, 397, 405, 414, 442.)
Pasal 387
Bila anak buah
kapal meninggalkan kapal tanpa izin, kembali tidak tepat pada waktunya di
kapal, melakukan penolakan kerja, melakukan dinas tidak sempurna, mengambil
sikap tidak pantas terhadap nakhoda, terhadap anak buah kapal atau penumpang
lain, dan mengganggu ketertiban, nakhoda dapat mengenakan denda sebesar upah
yang ditetapkan dalam uang menurut lamanya waktu dari setinggi-tingginya
sepuluh hari, namun denda itu tidak boleh berjumlah lebih dari sepertiga dari
upah untuk seluruh masa perjalanan. Dalam masa sepuluh hari tidak boleh
dikenakan denda yang keseluruhannya berjumlah lebih tinggi dari jumlah tertinggi
tersebut. (KUHD 403.)
Pengenaan denda
dapat dilakukan dengan syarat.
Ketentuan tujuan
denda harus dinyatakan dalam perjanjian kerjanya. Denda tidak boleh
menguntungkan baik nakhoda maupun pengusaha kapal.
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1601u tidak berlaku dalam hal ini. (KUHD 384,
386, 388-390, 393, 394a, 397, 405, 417.)
Pasal 388
Di samping atau
sebagai pengganti denda seperti dimaksud dalam pasal sebelum ini, nakhoda dapat
mengurung pembantu anak buah kapal satu sampai tiga hari dalam kamar atau
memasukkannya dalam penjara bila ia tidak mau bekerja, bersikap tidak pantas
terhadapnya, terhadap seorang anak buah kapal atau salah seorang penumpang
lainnya, dan mengganggu ketertiban.
Nakhoda dapat
mengurung selama satu sampai tiga hari dalam kamar atau memasukkan dalam
penjara pembantu anak buah kapal yang telah satu kali dihukum karena
meninggalkan kapal tanpa izinnya, tidak kembali pada waktunya ke kapal atau
tidak melaksanakan dinas dengan sempurna, bila ia mengulanginya dalam masa satu
perjalanan yang sama. (KUHD 341, 341a, 384, 386 dst., 390, 393, 397.)
Pasal 389
Bila karena
peristiwa yang dimaksud dalam pasal 387 nakhoda seketika menghentikan hubungan
dinas, maka karena peristiwa itu tidak dapat sekaligus juga memberi hukuman.
(KUHD 405.)
Pasal 390
Sebelum
mengenakan hukuman nakhoda wajib mendengar yang bersangkutan dan dua saksi
dengan dihadiri sedapat mungkin oleh dua orang perwira kapal yang dalam daftar
anak buah kapal ditunjuk untuk itu.
Suatu hukuman
tidak dapat dikenakan lebih cepat dari dua belas jam dan tidak lebih lambat
dari satu minggu setelah terjadi peristiwa, kecuali bila keadaan membuat
penyimpangan menjadi sangat diperlukan.
Tiap hukuman
harus segera dicatat dalam register hukuman, dengan menyebutkan peristiwa yang
menyebabkan pengenaan hukuman dan tentang hari terjadinya hal itu, beserta hari
dikenakannya hukuman. Tiap pencatatan harus ditandatangani oleh nakhoda dan
para perwira kapal yang tersebut dalam alinea pertama. (KUHD 352a.)
Hukuman yang
tidak dicatat dalam register dianggap dikenakan dengan tidak sah. (KUHPerd
1916, 1921 dst.)
Anak buah kapal
dapat naik banding tentang penjatuhan hukuman itu di Jawa dan Madura pada
residentierechter (kini dapat disamakan dengan hakim karesidenan) yang di
wilayah kapal berada pada waktu permohonan banding diajukan, dan di luar Jawa
dan Madura pada Kepala Pemerintahan Daerah setempat. Permohonan banding tidak
dapat lagi diterima, bila diajukan setelah sembilan puluh hari setelah anak
buah kapal dijatuhi hukuman dan berada untuk pertama kali di pelabuhan
Indonesia.
Residentierechter
atau Kepala Pemerintahan Daerah setempat mempertahankan, meringankan atau
menghapuskan hukuman yang dijatuhkan. Pencatatan keputusan banding diurus oleh
nakhoda ke dalam register hukuman di samping hukuman yang dijatuhkan. Terhadap
keputusan itu tidak diperkenankan untuk mengadakan perlawanan atau upaya hukum
lebih tinggi.
Ketetapan
berdasarkan alinea yang lain pasal ini tidak diambil kecuali setelah mendengar
atau pemanggilan secukupnya pihak-pihak. Bila ketetapan itu mengenai denda, hal
itu dapat diberikan dalam bentuk seperti yang ditentukan dalam Reglemen Acara
Perdata pasal 435. (KUHD 405.)
Pasal 391
Anak buah kapal
tidak boleh membawa atau mempunyai minuman keras atau senjata di kapal tanpa
izin nakhoda.
Barang yang
kedapatan di kapal yang bertentangan dengan ketentuan ini, dapat disita oleh
nakhoda dan dihancurkan atau doual untuk keperluan lembaga bagi para pelaut
yang ditunjuk oleh Kepala Dienst van Scheepvaart (kini dapat disamakan dengan
Direktur Jenderal Perhubungan Laut), kecuali bila ketentuan undang-undang
menentang hal ini.
Nakhoda mempunyai
wewenang yang sama terhadap barang selundupan, barang larangan, candu atau obat
bius lainnya, yang dibawa oleh anak buah kapal atau ada padanya di kapal. (KUHD
384, 386, 3920, 393, 3943, 397, 418-40)
Pasal 392
Untuk pemakaian
oleh para anak buah kapal, tidak boleh ada minuman keras di kapal melebihi
jumlah yang ditentukan oleh atau atas nama Kepala Departemen Marine. (S.
1938-4.)
Minuman keras
yang berada di kapal dan bertentangan dengan ketentuan ini, yang didapati oleh
polisi atau pejabat bea dan cukai, dapat disita oleh mereka.
Minuman keras itu
dapat dijual untuk keperluan lembaga yang dimaksud dalam pasal 391 alinea
kedua.
Bagian 4
Penumpang
Pasal 393
Nakhoda mempunyai
kekuasaan di kapal atas semua penumpang. Mereka wajib menaati perintah yang
diberikan oleh nakhoda untuk kepentingan keamanan atau untuk mempertahankan
ketertiban dan disiplin. (KUHD 3415, 341a, 343, 384, 386.)
Pasal 394
Penumpang tidak
boleh mengangkut barang di kapal atas beban sendiri, kecuali berdasarkan
perjanjian dengan pengusaha kapal atau izinnya, dan bila kapal itu dicarter,
juga dari pencarter.
Bila dilakukan
perbuatan yang bertentangan dengan ini, maka untuk barang itu harus dibayar
biaya angkutan tertinggi yang dipersyaratkan atau dapat dipersyaratkan untuk
barang-barang semacam itu dengan ketentuan tujuan yang sama pada waktu
pemuatan, dan harus dibayar ganti rugi yang terjadi di samping itu.
Bila barang
tersebut berbahaya untuk barang lain atau untuk kapalnya ataupun dianggap
sebagai barang larangan, maka nakhoda berwenang menurunkan ke darat atau bila
perlu melemparkannya ke laut. (KUHPerd. 1246, 1365; KUHD 320, 341, 357, 400,
413 dst., 453, 466, 479, 491 dst., 518a dan i, 533.)
Pasal 394a
Terhadap para
penumpang yang melakukan kejahatan dalam kapal di luar perairan teritorial, nakhoda
wajib mengambil semua tindakan pencegahan yang diharuskan oleh sifat
perkaranya; bila perhubungan bebas mereka membahayakan, atau diharuskan oleh
kepentingan penuntutan, maka bila mungkin dengan berunding dengan dua orang
perwira kapal yang dalam daftar anak buah kapal ditunjuk, nakhoda dapat
memasukkan mereka dalam tahanan; ia mengumpulkan bukti dari perbuatan yang
telah dilakukannya, membuat laporan tentang keterangan saksi, memuatkan
tindakan yang telah diambil dalam register hukuman, dan memberitahukan kepada
pejabat yang diserahi tugas penuntutan dengan menunjukkan register hukuman dan
bukti yang dikumpulkan, bila ia tiba di pelabuhan Indonesia.
Bila nakhoda
memasuki pelabuhan di luar Indonesia, pemberitahuan itu dilakukan olehnya
kepada komandan kapal perang Indonesia, sekiranya ada di sana, dan bila ini
tidak ada kepada konsul Indonesia, bila ini pun tidak ada, kepada pejabat
setempat.
Di situ nakhoda
meminta nasihat para pejabat dan menetapkan tindakan, sehingga orang yang telah
melakukan kejahatan itu, dengan bukti yang dikumpulkan segera dan pasti dapat
discrahkan kepada hakim yang berwenang di Indonesia.
Tindakan
pencegahan yang dimaksud dalam alinea pertama juga berlaku, bila seseorang
dalam perjalanan menjadi gila.
Tentang kejadian
yang diatur dalam pasal ini disebutkan juga dalam buku harian.
Meskipun nakhoda
tidak wajib mempunyai register hukuman di kapal, ia berwenang untuk mengambil
tindakan yang disebut dalam pasal ini. Dalam hal itu bila kapalnya tiba di
tempat tujuannya di Indonesia, ia wajib segera memberitahukan hal itu dan
kejahatan yang dilakukan di kapal kepada pejabat bersangkutan yang ditugaskan
dengan penuntutan kejahatan.
BAB IV
PERJANJIAN KERJA-LAUT
Bagian 1
Perjanjian Kerja-Laut Pada Umumnya
Sub 1
Ketentuan-ketentuan Umum
Pasal 395
Yang diartikan
dengan perjanjian kerja-laut adalah perjanjian yang diadakan antara seorang
pengusaha perkapalan pada satu pihak dengan seorang buruh di pihak lain, di
mana yang terakhir ini mengikat dirinya untuk melakukan pekerjaan dalam dinas
pada pengusaha perkapalan dengan mendapat upah sebagai nakhoda atau anak buah
kapal. (KUHD 341, 375, 399 dst.)
Terhadap
perjanjian kerja antara majikan lain dan seorang buruh di mana yang terakhir
ini mengikat diri untuk melakukan dinas anak buah kapal berlaku selama waktu
buruh itu terdapat dalam daftar anak buah kapal, ketentuan bab ini, kecuali
pasal-pasal 399-402 dan 404. (KUHD 375 dst., 396, 398-401, 408 dst., 413 dst.;
KUHP 567.)
Pasal 396
Terhadap perjanjian
kerja laut di samping ketentuan bab ini berlaku ketentuan-ketentuan dari Kitab
Undang-undang Hukum Perdata Buku Ketiga, Bab VIIA Bagian ke-2, ke-3, ke-4 dan
ke-5 bila berlakunya itu tidak dilarang. (KUHD 402, 4042, 4104, 416h, 4205,
4282, 4292, 4302, 4352 -44 13, 444, 4452 , 4463, 4482, 4493, 4504 , 452c2 ,
452d.)
Pasal 397
Selama
perjalanan, nakhoda mewakili pengusaha kapal dan majikan lainnya yang buruhnya
bekerja di kapal yang dipimpinnya dalam melaksanakan perjanjian kerja yang
diadakan dengan mereka. (KUHD 341a, 405, 5302.)
Pasal 398
Perjanjian kerja
laut dapat diadakan untuk waktu tertentu, untuk satu perjalanan atau lebih,
untuk waktu yang tidak tertentu atau sampai pemutusan perjanjian. (KUHPerd.
1603g; KUHD 405.)
Pasal 399
Perjanjian kerja
antara pengusaha kapal dan seorang buruh yang akan bertindak sebagai nakhoda
atau perwira kapal, harus diadakan secara tertulis dengan ancaman hukuman
perjanjian kerja menjadi batal.
Biaya akta dan
biaya tambahan lain menjadi beban pengusaha kapal. (KUHPerd. 1601d; KUHD 320,
331, 341 1, 3 , 34le dst., 375, 3782 , 405, 408 dst., 428.)
Pasal 400
Perjanjian kerja
antara pengusaha kapal dan seorang buruh yang akan bertindak sebagai pembantu
anak buah kapal, dengan ancaman hukuman menjadi batal, harus dilakukan di
hadapan pegawai yang diangkat oleh pejabat yang berwenang.
Sebelum bertanya
kepada buruh apakah ia menyetujui perjanjian, pegawai menerangkan dengan jelas
isi perjanjian itu kepada buruh dan meyakinkan bahwa ia telah mengerti isinya.
Segera setelah
tercapai persetujuan, pegawai tersebut membuat akta perjanjian.
Akta harus
ditandatangani selain oleh pegawai tersebut juga oleh pengusaha kapal atau atas
namanya dan ditandatangani oleh buruh atau dibubuhi cap jari.
Biaya akta dan
biaya tambahan lain menjadi beban pengusaha kapal. Perjanjian kerja hanya dapat
dibuktikan dengan akta ini. (KUHPerd. 1601d, 1868, 1895, 1902; KUHD 34 14 ,
375, 401-406, 413 dst., 435.)
Pasal 401
Perjanjian kerja
antara pengusaha kapal dengan orang yang akan menjadi anak buah kapal harus
memuat, selain apa yang diatur di tempat lain: (KUHD 402-406.)
1.
nama dan nama depan buruh
itu, hari kelahirannya atau setidak-tidaknya perkiraan umumnya, tempat
kelahirannya;
2.
tempat dan hari penutupan
perjanjian itu;
3.
penunjukan kapal atau
kapal-kapal tempat buruh itu mengikat diri akan bekerja;
4.
perjalanan atau perjalanan
-perjalanan yang akan dilakukan, bila ini sudah pasti;
5.
jabatan yang akan dipegang buruh
dalam dinasnya;
6.
penyebutan apakah buruh juga
mengikat diri untuk melakukan pekerjaan di darat dan bila demikian pekerjaan
apa;
7.
bila mungkin, hari dan tempat
di mana akan dimulainya dinas di kapal;
8.
ketentuan pasal 415 tentang
hak atas hari-hari libur;
9.
mengenai pengakhiran hubungan
kerja:
a.
bila perjanjian diadakan
untuk waktu tertentu, hari pengakhiran hubungan kerjanya, dengan menyebutkan
isi pasal 448;
b.
bila perjanjian diadakan
menurut perjalanan, pelabuhan yang diperjanjikan untuk pengakhiran hubungan
kerja itu, dengan menyebutkan isi pasal 449 alinea kedua, bila pelabuhannya
adalah pelabuhan Indonesia, juga pasal 452 alinea pertama dan kedua, sekedar disebut
atau tidak nama pelabuhan itu;
c.
bila perjanjian itu diadakan
untuk waktu tak tertentu, isi pasal 450 alinea pertama.
Bila nama tempat
dan hari kelahiran buruh tidak diketahui, hal itu diberitahukan dalam
perjanjian.
Penunjukan kapal
atau kapal-kapal dalam perjanjian di mana buruh mengikatkan diri akan melakukan
dinas dapat juga dilakukan dengan menentukan, bahwa ia akan melakukan dinasnya
di atas sebuah kapal atau lebih yang ditunjuk oleh pengusaha kapal, yang
termasuk kapal yang digunakan oleh pengusaha kapal untuk pelayaran di laut.
Bila pihak-pihak
itu menghendaki penyimpangan dari ketentuan pasal-pasal 415, 448, 449 alinea
kedua, 450 alinea pertama, atau 452 pertama atau kedua, bila hal itu menurut
undang-undang diperkenankan, untuk gantinya pengaturan yang menyimpang itu
dimuat dalam perjanjian tersebut. (KUHD 341 2 , 402-406, 434 dst.)
Pasal 402
Penentuan jumlah
upah yang akan dibayar dalam uang tidak dapat diserahkan kepada kehendak dari
salah satu pihak.
Perjanjian kerja
laut, dengan ancaman akan menjadi batal, harus menentukan jumlah upah yang akan
dibayar dalam uang atau menetapkan bagaimana hal itu akan ditentukan.
Salah satu cara
dapat dilakukan dengan peraturan upah yang dalam perjanjian kerja laut itu
ditunjuk kepadanya, dan yang tidak dapat diubah dengan merugikan buruh.
Terhadap
peraturan ini tidak berlaku Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal-pasal
1601j-1601m. (KUHPerd. 1601p; KUHD 316-1 sub 21.)
Bila untuk
melaksanakan perjanjian kerja yang batal ia telah melakukan pekerjaan,
kepadanya dibayarkan penggantian yang sama dengan upah untuk pekerjaan itu
menurut kebiasaan.
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1601x alinea pertama dalam hal ini tidak
berlaku. (KUHD 399 dst., 405, 4092 , 415 5 , 745.)
Pasal 403
Dalam pengetrapan
ketentuan dalam pasal-pasal 387 alinea pertama, 416 alinea pertama, 416a, 416b,
421, 447 dan 452 alinea ketiga, maka upah yang ditetapkan menurut perjalanan,
dianggap ditetapkan masa waktu yang sama dengan lama rata-rata perjalanan itu.
(KUHD 405.)
Pasal 404
Suatu persyaratan
dalam perjanjian kerja laut yang membatasi kebebasan buruh untuk melakukan
pekerjaan setelah hubungan dinasnya berakhir, adalah batal. (KUHD 399 dst.)
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1601x dalam hal ini tidak berlaku.
Pasal 405
Dalam perjanjian,
pihak-pihak tidak dapat menyimpang dari ketentuan dalam pasal-pasal 384-387,
369, 397-403, 410 alinea pertama, 417, 420 alinea pertama dan ketiga, 428, 429,
436-442, 445, 446, 452a, 452e, 452f, ataupun dari ketentuan dalam pasal-pasal
409, 415, 416, 416a-416f, 420 alinea keempat, 421-426, 430, 435, 443, 447, 449,
450, 452, 452c, dan 452g, dengan merugikan nakhoda dan anak buah kapalnya.
Mereka tidak
boleh memasukkan ketentuan dalam perjanjian yang menyimpang dari peraturan
perundang-undangan mengenai wewenang hakim untuk mengadili perselisihan tentang
perjanjian ini, dengan tidak mengurangi kemungkinan mengikat diri untuk
menyerahkan perselisihan kepada putusan hakim yang bertempat tinggal di
Indonesia. (RO. 95, 116f, 124, 128, 164, 615.)
Pasal 406
Residentierechter
tidak memberikan putusan berdasarkan pasal-pasal 416f alinea kedua, 420, 452a,
452e, 452f, dan 452g, sebelum mendengar atau memanggil secukupnya pihak-pihak.
Pada pemanggilan pihak lainnya dilampirkan salinan dari surat permohonannya.
Dalam hal-hal
tersebut dalam pasal-pasal 416f alinea kedua, 452a, 452e, 452f, dan 452g,
putusannya dapat diberikan dalam bentuk seperti tercantum dalam Reglemen Acara Perdata
pasal 435.
Pasal 407
Ketentuan bab ini
tidak berlaku terhadap dinas di kapal yang isi kotornya kurang dari 100 M3,
bila kapal itu diperlengkapi dengan alat secara mekanis dan yang isi kotornya kurang
dari 300 M3, bila hal ini tidak demikian adanya.
Ketentuan bab ini
juga tidak berlaku, bila kapal dipakai semata-mata untuk pelayaran percobaan di
laut. (KUHD 341b.)
Sub 2
Perjanjian Kerja Laut Nakhoda
Pasal 408
Sejak saat
hubungan kerja itu akan dimulai menurut perjanjian kerja, nakhoda wajib
menyediakan diri bagi pengusaha kapal untuk memimpin kapal yang ditunjuk dalam
perjanjian, atau bila ini tidak menyebutkan apa-apa, kapal yang ditunjuk oleh
pengusaha kapal, asalkan ini termasuk kapal yang digunakan pengusaha kapal
untuk pelayaran di laut.
Bila tentang
permulaan hubungan kerja tidak ditentukan apa-apa, maka hal itu untuk
berlakunya peraturan ini dianggap jatuh bersamaan dengan pengadaan perjanjian
tersebut. (KUHD 320, 331, 341', 341e dst., 397, 399, 411-20, 427-433.)
Pasal 409
Kecuali bila
perjanjian diadakan menurut perjalanan, maka nakhoda, yang untuk tiap tahun
bekerja tanpa terputus-putus pada pihak yang lain, berhak atas hari libur
sedikit-dikitnya empat belas hari atau atas pilihan pengusaha kapal dua kali
delapan hari berturut-turut dengan tetap mendapat upah. Hari libur ini harus
diberikan paling lambat segera setelah berakhirnya tahun, kecuali bila
pengusaha kapal untuk kepentingan dinas lebih suka memberikan penundaan hari
Libur itu, akan tetapi tidak lebih lama dari satu tahun. Pada waktu pengakhiran
hubungan dinas itu, nakhoda harus sudah menikmati semua hari libur yang menjadi
haknya.
Dalam
penghitungan hari libur yang berkenaan dengan hubungan tahun dinas tertentu,
maka boleh dikurangkan cuti luar negeri yang jatuh dalam tahun dinas itu atau
cuti dalam negeri yang menurut sifatnya disamakan dengan itu, waktu yang
digunakan dalam dinas militer dan cuti untuk mengikuti kursus untuk memperoleh
pangkat yang lebih tinggi. Nakhoda yang bertempat tinggal di Indonesia diberi
hari liburnya, di Indonesia, bila ia menginginkan, yaitu di pelabuhan yang
dipilihnya, bila kapal tempat ia berdinas singgah di pelabuhan itu, dan bila
hal itu dapat disesuaikan dengan kepentingan dinas.
Hak atas hari
libur terhapus, bila nakhoda tidak meminta sebelum berakhirnya tahun untuk mana
hari libur itu menjadi haknya.
Untuk tiap hari
libur yang menjadi hak nakhoda, yang tidak dinikmatinya, di samping upah yang
harus dibayar kepadanya, ia berhak atas penggantian yang sama besarnya dengan
upah yang dalam uang yang diperolehnya terakhir.
Penggantian ini
tidak diberikan, bila nakhoda tidak menggunakan kesempatan yang diberikan
kepadanya untuk mengambil hari libur yang menjadi haknya.
Yang diartikan
dengan upah dalam alinea pertama pasal ini ialah upah yang harus dibayar dalam
uang tanpa mengikutkan premi dan tunjangan lain, baik yang berhubungan dengan
eksploitasi kapal atau hasil dari perusahaan, maupun dengan kerja lembur atau
pekerjaan khusus yang harus dilakukan nakhoda, ataupun yang berhubungan dengan
tatanan, tujuan atau muatan khusus kapal itu, akan tetapi ditambah dengan
jumlah yang menjadi dasar penghitungan kenikmatan makan cuma-cuma atau yang
menjadi dasar. (KUHD 316-1 sub 2, 402, 405, 415 5 , 429, 745.)
Pasal 410
Nakhoda hanya
dapat dijatuhi denda berdasarkan persyaratan dalam perjanjian kerja atau
berdasarkan peraturan yang ditunjuk dalam perjanjian kerja itu, karena
pelanggaran ketentuan yang harus diuraikan di dalamnya dan sampai jumlah
tertinggi yang harus ditetapkan di dalamnya. Penentuan tujuan denda itu harus
disebut dalam perjanjian. Denda itu tidak boleh menguntungkan pengusaha kapal.
(KUHD 339, 405, 428.)
Denda itu
didahulukan terhadap bagian upah nakhoda yang harus dibayar dalam uang, yang
dapat ditahan sampai jumlah itu, dan pertama-tama dibebankan pada bagian upah
yang dibayarkan kepada nakhoda secara pribadi. (KUHPerd. 1134; KUHD 316-1 sub
20.)
Alinea terakhir
pasal 417 berlaku di sini.
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 160lu dalam hal ini tidak berlaku.
Pasal 411
Selain dalam hal
tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1603 alinea kedua, bagi
pengusaha kapal akan dapat dianggap juga ada alasan mendesak:
1.
bila nakhoda menganiaya
seorang penumpang di atas kapal yang dipimpinnya, menghinanya dengan kasar,
mengancamnya dengan sungguh-sungguh, membujuk atau mencoba membujuknya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau
kesusilaan;
2.
bila nakhoda menolak memenuhi
perintah yang diberikan kepadanya sesuai dengan ketentuan dalam pasal 408;
3.
bila wewenang nakhoda, untuk
sementara ataupun untuk selamanya, dicabut untuk melakukan dinas selaku nakhoda
di atas kapal;
4.
bila di luar pengetahuan
pengusaha kapal, nakhoda memasukkan barang selundupan atau membiarkan barang
itu dimasukkan di atas kapal. (KUHD 3913.)
Pasal 412
Pasal-pasal
416-416h dan 419-426 berlaku juga terhadap perjanjian kerja nakhoda.
Sub 3
Perjanjian Kerja Laut Para Anak Buah Kapal.
Pasal 413
Sejak saat
hubungan kerja itu akan mulai menurut perjanjian kerja, buruh wajib menyediakan
diri bagi pengusaha kapal untuk ditempatkan sebagai anak buah kapal di kapal
yang ditunjuk dalam perjanjian. Bila tentang mulai berlakunya hubungan dinasnya
tidak ditentukan apa-apa, maka mulai berlakunya peraturan ini dianggap jatuh
bersamaan dengan pengadaan perjanjian itu. (KUHD 413', 418-2-.)
Pasal 414
Nakhoda dapat minta
bantuan alat negara terhadap buruh yang telah mengikat diri untuk bekerja
sebagai anak buah kapal, bila ia menolak untuk datang di kapal atau
meninggalkan kapalnya tanpa izin. (KUHD 3414, 384-387, 3882 , 389, 397; S.
1938-393 pasal 3 dst.)
Pasal 415
Anak buah kapal
yang telah mengadakan perjanjian untuk sekurang-kurangnya satu tahun, untuk
tiap tahun tanpa terputus-putus dalam dinas pada pihak lain, ia mempunyai hak
atas tujuh hari libur atau atas pilihan pengusaha kapal dua kali lima hari
berturut-turut dengan tetap mendapat upah, kecuali bila perjanjian diadakan
menurut perjalanan. Hari libur ini harus diberikan paling lambat segera setelah
tahun berakhir, kecuali bila untuk kepentingan dinas pengusaha kapal lebih suka
memberikan penundaan hari libur itu, akan tetapi tidak lebih lama dari satu
tahun. Pada waktu pengakhiran hubungan kerja anak buah kapal harus sudah
menikmati semua hari libur yang menjadi haknya.
Dalam perhitungan
hari libur yang berkenaan dengan hubungan kerja tertentu, boleh dikurangkan
dengan cuti luar negeri yang jatuh dalam tahun kerja itu atau cuti dalam negeri
yang menurut sifatnya disamakan dengan itu, waktu yang digunakan dalam dinas
militer dan cuti untuk mengikuti kursus untuk memperoleh pangkat yang lebih
tinggi. Anak buah kapal yang bertempat tinggal di Indonesia diberi hari
liburnya, bila ia menginginkan, di Indonesia yaitu di pelabuhan yang
dipilihnya, bila kapal tempat ia berdinas singgah di pelabuhan itu, dan bila
hal itu dapat disesuaikan dengan kepentingan dinas.
Hak atas hari
libur terhapus, bila anak buah kapal itu tidak memintanya sebelum akhir tahun
untuk mana hari liburnya menjadi haknya.
Untuk tiap hari
libur yang menjadi hak anak buah kapal yang tidak dinikmatinya, di samping upah
yang harus dibayar kepadanya, dia mendapat hak atas penggantian yang sama
besarnya dengan upah untuk satu hari yang terakhir dinikmatinya. Penggantian
ini tidak diberikan, bila anak buah kapal itu tidak menggunakan kesempatan yang
diberikan kepadanya untuk mengambil hari libur yang menjadi haknya.
Yang diartikan
dengan upah dalam alinea pertama pasal ini ialah upah yang harus dibayar dalam
uang tanpa mengikutkan premi dan tunjangan lain, baik yang berhubungan dengan
eksploitasi kapal atau hasil perusahaan, maupun kerja lembur atau pekerjaan
khusus yang harus dilakukan anak buah kapal itu, ataupun yang berhubungan
dengan tatanan, ketentuan tujuan atau muatan khusus kapal itu, akan tetapi
ditambah dengan jumlah yang menjadi dasar atau harus menjadi dasar penghitungan
kenikmatan makan cuma-cuma. (KUHD 316-1 sub 20, 745.)
Terhadap perwira
kapal berlaku ketentuan pada pasal 409. (KUHD 3414, 401, 405.)
Pasal 416
Seorang buruh
yang telah mengadakan perjanjian kerja untuk sekurang-kurangnya satu tahun,
atau selama satu setengah tahun tanpa terputus-putus bekerja pada pengusaha
kapal, dan yang menderita sakit atau mendapat kecelakaan sewaktu ia bekerja di
kapal, juga bila hubungan kerja itu telah berakhir lebih dahulu, berhak atas
bagian penuh dari upah yang ditetapkan dalam uang menurut lamanya waktu, juga
atas perawatan dan pengobatan yang cukup selama ia ada di kapal.
Pengusaha kapal
dapat menurunkan dari kapal buruh yang ditimpa penyakit atau kecelakaan, di
setiap tempat di Indonesia, di mana buruh itu dapat memperoleh perawatan tanpa
biaya khusus. Pengusahaan kapal juga dapat menurunkan buruh itu di
tempat-tempat lain, asalkan ia menawarkan kepadanya perawatan dan pengobatan
yang cukup sampai ia sembuh kembali atas biaya pengusaha kapal, namun
sekali-kali tidak lebih lama dari 52 minggu, beserta secepat-cepatnya kemudian
bila di samping itu perjanjian kerjanya telah berakhir, pengangkutan cuma-cuma
ke tempat di mana perjanjian kerjanya telah diadakan. Termasuk pengangkutan
ialah biaya hidup dan penginapan selama perjalanan.
Terhitung dari hari
buruh itu meninggalkan kapal tempat ia bekerja, maka ia mempunyai hak atas 80%
dari upah yang ditetapkan dalam uang menurut lamanya waktu, yang dinikmatinya
sewaktu ia ditimpa penyakit atau kecelakaan, sampai ia sembuh kembali, akan
tetapi sampai paling tinggi selama 26 minggu, (KUHD 316-1 sub 2', 405, 412,
416a, c, d, e, g, 745.)
Pasal 416a
Seorang buruh
yang mengadakan perjanjian kerja untuk sekurang-kurangnya satu tahun, atau
selama satu setengah tahun tanpa terputus-putus bekerja pada pengusaha kapal,
yang menderita sakit atau mendapat kecelakaan sewaktu ia tidak berdinas di
kapal, sejak hari ia ditimpa penyakit atau kecelakaan itu, ia berhak atas 80%
dari upah yang ditetapkan menurut lamanya waktu yang dinikmatinya waktu itu,
sampai ia sembuh kembali, akan tetapi paling tinggi selama 26 minggu. (KUHD
316-1 sub 20; 403, 405, 412, 416, 416b, c, d, g, 745.)
Pasal 416b
Seorang buruh
yang mengadakan perjanjian untuk kurang dari satu tahun, atau selama satu
setengah tahun tanpa terputus-putus bekerja pada pengusaha kapal, bila ia
ditimpa penyakit atau kecelakaan,ia mempunyai hak yang ditetapkan dalam pasal
416 dan pasal 416a, dengan pengertian, bahwa pembayaran upahnya hanya perlu
dilakukan selama perjanjian kerjanya berlangsung, akan tetapi sekurang-kurangnya
selama 4 minggu dan tidak lebih lama dari 26 minggu, (KUHD 316-1 sub 21, 403,
405, 412, 416, 416a, d, e, g, 745.)
Pasal 416c
Dalam pasal 416
dan pasal 416a tidak dimasukkan dalam upah yang ditetapkan menurut lamanya
waktu premi dan tunjangan lain yang berhubungan dengan kerja lembur atau
pekerjaan khusus yang harus dilakukan buruh itu ataupun yang berhubungan dengan
tatanan, ketentuan tujuan atau muatan khusus dari kapal itu. (KUHD 405, 412,
416e, 9.)
Pasal 416d
Bila pengusaha
kapal, dalam pelayarannya hanya mempunyai kapal yang isi kotor di bawah 300 m3,
maka terhadap kapal-kapal dari isi kotor sekurang-kurangnya 100 m3 yang
dilengkapi dengan alat secara mekanis, pada penerapan pasal-pasal 416, 416a dan
416b jangka waktu 52 dan 26 minggu diperpendek menjadi 36 dan 18 minggu, dan
persentase 80 menjadi 50. (KUHD 405, 412, 416e, g.)
Pasal 416e
Hak buruh menurut
pasal-pasal 416-416d gugur:
1.
bila ia harus
menyelenggarakan sendiri perawatan dan pengobatannya, bila ia atas perintah
pengusaha kapal tidak segera berobat pada dokter yang berwenang di tempat ia
berada, bila ia menghindarkan diri dari pengobatan dokter ataupun tidak
mematuhi dengan cukup peraturan yang diberikan oleh dokter;
2.
bila perawatan dan pengobatan
menjadi beban pengusaha kapal, bila ia lalai menggunakan kesempatan yang
diberikan kepadanya, atau bila ia menghindarkan diri dari perawatan atau
pengobatan yang telah dimulai tanpa segera berobat atas biaya sendiri pada
dokter yang berwenang di tempat ia berada, tidak tetap dalam pengobatan sampai
ia sembuh dan tidak mengikuti dengan cukup peraturan yang diberikan oleh
dokter.(KUHD 405, 412, 416g.)
Pasal 416f
Pembayaran
upahnya dapat ditolak atau dikurangi oleh pengusaha kapal, bila penyakit atau kecelakaan
itu merupakan akibat kesengajaan atau kesalahan besar dari buruh.
Atas permohonan
buruh, residentierechter yang berada dalam daerahnya, berwenang untuk mengambil
keputusan menurut kelayakan dan bila demikian, sampai sejumlah berapa buruh itu
berhak atas pembayaran upahnya. (KUHD 405, 406, 412, 416g.)
Pasal 416g
Ketentuan
pasal-pasal 416-416f tidak berlaku sejauh peraturan perundang-undangan yang
bersifat umum, juga untuk keperluan buruh yang telah mengadakan perjanjian
kerja laut, diadakan peraturan tentang pembayaran uang, perawatan atau
pengobatan pada waktu sakit atau kecelakaan. (KUHD 412.)
Pasal 416h
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1602c dan pasal 1602h tidak berlaku di sini.
(KUHD 412.)
Pasal 417
Denda yang dimaksud
dalam pasal 387 didahulukan atas bagian upah buruh yang harus dibayar dalam
uang, yang dapat ditahan sampai jumlah itu dan pertama-tama dibebankan kepada
bagian upah yang dibayarkan kepada buruh pribadi. (KUHPerd. 1134.)
Terhadap bagian
upah yang menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1602r diperkenankan
untuk diadakan kompensasi oleh pengusaha kapal sebelum berakhirnya hubungan
kerja, dikurangkan uang yang ditahan sebagai denda seperti yang dimaksud di
sini. (KUHPerd. 1425; KUHD 405.)
Pasal 418
Kecuali dalam hal
tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1603o alinea kedua, bagi
pengusaha kapal akan dapat dianggap ada alasan mendesak:
1.
bila buruh menganiaya nakhoda
atau seorang penumpang kapal, menghinanya dengan kasar, mengancam dengan
sungguh-sungguh, membujuk atau mencoba membujuknya untuk melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan; (KUHD 341, 348, 386,
393.)
2.
bila setelah hubungan dinas
mulai, buruh tidak melaporkan diri di kapal pada waktu yang ditunjukkan oleh
pengusaha kapal; (KUHD 413.)
3.
bila wewenang buruh untuk
sementara atau untuk selamanya dicabut untuk melakukan dinas dalam jabatan yang
untuk itu ia telah mengikatkan diri untuk bekerja;
4.
bila di luar pengetahuan
pengusaha kapal atau nakhoda, buruh memasukkan barang selundupan ke kapal atau
menyimpannya di situ. (KUHD 3913, 419.)
Pasal 419
Selain dalam hal
tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1603p alinea kedua, bagi
buruh akan dapat dianggap ada alasan mendesak:
1.
bila pengusaha kapal memberi
perintah kepadanya yang bertentangan dengan perjanjian kerjanya atau dengan
kewajiban yang dibebankan kepada buruh oleh undang-undang;
2.
bila pengusaha kapal
menentukan tujuan kapal ke pelabuhan suatu negara yang tersangkut dalam perang
laut, atau ke pelabuhan yang diblokir, kecuali bila hal ini dengan tegas diatur
lebih dulu dalam perjanjian kerjanya yang diadakan setelah pecahnya perang atau
setelah blokade itu dinyatakan;
3.
bila dalam hal pasal 367,
pengusaha kapal memberi perintah untuk berangkat ke pelabuhan musuh;
4.
bila pengusaha kapal
menggunakan atau menyuruh menggunakan kapalnya untuk perdagangan budak, pembajakan,
pelayaran pembajakan yang terlarang atau untuk pengangkutan barang yang
pemasukannya dilarang di negeri tujuan; (KUHP 324-327, 438-1 sub 21, 443 dst.,
451.)
5.
bila pengusaha kapal menggunakan
kapalnya untuk pengangkutan barang terlarang, kecuali bila perjanjian kerjanya
telah mengatur hal ini dengan tegas dan diadakan setelah pecahnya perang;
6.
bila terhadapnya di kapal ada
bahaya mengancam, bahwa ia akan dianiaya oleh nakhoda atau seorang penumpang;
(KUHD 373a, 411-11.)
7.
bila tempat menginapnya di
kapal ada dalam keadaan yang merusak kesehatan buruh; (KUHD 328.)
8.
bila jatah makan yang menjadi
haknya tidak diberikan kepadanya atau tidak diberikan dalam keadaan baik; (KUHD
439.)
9.
bila kapalnya kehilangan hak
untuk memakai bendera Indonesia;
10.
bila perjanjian kerjanya
diadakan untuk satu perjalanan tertentu atau lebih dan pengusaha kapal menyuruh
kapalnya melakukan perjalanan lain.
Apa yang
ditentukan dalam nomor 21, 31, dan 51, tidak dianggap sebagai alasan mendesak,
bila satu dan lainnya terjadi atas perintah Gubernur Jenderal (Pemerintah).
(KUHD 412, 418, 420.)
Pasal 420
Masing-masing
pihak setiap waktu, juga sebelum hubungan dinasnya dimulai, karena
alasan-alasan penting, berwenang untuk menghadap kepada residentierechter yang
berada di dalam daerah kediamannya yang sesungguhnya, atau bila kapal itu
berada di luar Indonesia, kepada pegawai diplomatik atau konsulat Indonesia,
dengan permohonan untuk menyatakan perjanjian kerjanya bubar. (KUHD 405.)
Buruh hanya dapat
mengadakan permohonan ini, bila hal ini selayaknya dapat dilakukan tanpa
menghambat perjalanan kapal.
Selain yang
tersebut dalam alinea kedua pasal 1603v, dianggap pula sebagai alasan-alasan
yang penting yaitu keadaan setelah perjanjian kerja atau yang timbul
sesudahnya, keadaan perjalanannya ke tempat tujuan atau keadaan untuk
meneruskan perjalanan itu, di mana pemohon akan dihadapkan kepada bahaya maut yang
tak terduga sebelumnya, kecuali bila perjalanan itu diperintahkan oleh Gubernur
Jenderal. (KUHD 405.)
Dengan tidak
mengurangi kejadian, bahwa buruh telah mengadakan perjanjian untuk satu tahun
atau lebih, bila baginya ada kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih
tinggi ia berwenang untuk mengajukan permohonan dimaksud dalam alinea pertama,
asalkan ia menyediakan penggantinya tanpa menambah biaya bagi pengusaha kapal
dan dapat diterima olehnya. (KUHD 405.)
Kitab Undang-undang
Hukum Perdata pasal 1603v alinea pertama dalam hal ini tidak berlaku. (KUHD
406, 412.)
Pasal 421
Bila hubungan
kerja diadakan menurut perjalanan dan karena tindakan penguasa atau karena
keadaan memaksa, sehingga perjalanan itu tidak dapat dimulai atau setelah
dimulai dihentikan, maka berakhirlah hubungan kerja itu. Dalam hal yang
tersebut terakhir, buruh mempunyai hak atas upah yang ditetapkan menurut
lamanya waktu, sampai saat ia dapat tiba kembali di tempat perjanjian kerja
diadakan, dan bila ini diadakan di luar Indonesia, di Jakarta, atau sampai saat
ia telah mendapat pekerjaan lain lebih dahulu. Dalam hal ada sengketa, jumlah
upah ditetapkan oleh residentierechter, yang di daerahnya perjanjian kerja itu
diadakan atau perusahaan perkapalan itu berkedudukan atau bila tempat kedudukan
perusahaan perkapalan itu ada di luar Indonesia, dari tempat di Indonesia dari
mana perusahaan perkapalan itu dipimpin, dan bila tempat demikian tidak dapat
ditunjuk, di Jakarta.
Bila buruh telah
mengikat diri untuk bekerja di kapal tertentu saja dan kapal itu tenggelam,
berlaku ketentuan pada alinea pertama, meskipun hubungan dinas tidak diadakan
menurut perjalanan. (KUHD 367-369, 403, 405, 412, 4521e.)
Pasal 422
Sejauh bagian
upah yang dinyatakan dengan uang ditetapkan menurut perjalanan, maka buruh
mempunyai hak alas kenaikan upah yang seimbang, bila perjalanan itu
diperpanjang karena tindakan pengusaha kapal melebihi waktu yang biasa.
Bagian upah yang
dinyatakan dalam uang tidak dimasukkan premi dan tunjangan lain yang
berhubungan dengan biaya eksploitasi kapal, hasil perusahaan atau muatan khusus
kapal itu. (KUHD 405, 412.)
Pasal 423
Bila karena
gangguan perang (molest) atau karena tinggal dalam pelabuhan darurat, atau
karena alasan lain semacam itu waktu perjalanan itu diperpanjang hingga
melebihi waktu yang biasa, maka buruh mempunyai hak juga atas kenaikan yang
seimbang dari bagian upahnya yang dinyatakan dalam uang, sejauh hal itu
ditetapkan menurut perjalanan.
Dalam bagian upah
yang dinyatakan dalam uang, selain premi dan tunjangan lain yang disebut dalam
alinea kedua pasal yang lampau, juga tidak termasuk premi dan tunjangan yang
berhubungan dengan kerja lembur atau pekerjaan khusus yang harus dilakukan oleh
buruh itu, atau dengan tatanan atau ketentuan tujuan khusus dari kapal itu.
(KUHD 405, 412.)
Pasal 424
Bila hubungan
kerja itu diadakan menurut perjalanan dan perjalanan itu tidak dimulai karena
tindakan pengusaha kapal, atau dihentikan setelah dimulai, berakhirlah hubungan
kerja. Buruh dalam hal itu mempunyai hak atas penggantian kerugian yang
ditentukan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1603q. (KUHD 405,
412.)
Pasal 425
Jika hubungan
kerja berakhir tidak karena selesainya perjalanan atau perjalanan-perjalanan
yang menjadi dasar hubungan itu, karena pemutusan hubungan itu oleh buruh
selain apa yang diatur dalam pasal 419, karena pemutusan secara melawan hukum
oleh buruh, karena diputuskan oleh pengusaha perkapalan disebabkan hal-hal yang
sangat mendesak yang segera diberitahukan kepada buruh atau karena pemutusan
hubungan kerja atas permintaan buruh yang disebabkan oleh alasan yang sangat
penting yang tidak termasuk alasan penting dalam arti Kitab Undang-undang Hukum
Perdata pasal 1603p atau dalam arti pasal 419 buku ini, maka buruh yang
bertempat tinggal di Indonesia berhak atas biaya angkutan ke tempat diadakannya
perjanjian kerja, dan jika hal itu dilakukan di luar Indonesia, angkutan ke
Jakarta.
Bila buruh tidak
bertempat tinggal di Indonesia, maka ia mempunyai hak yang sama atas
pengangkutan cuma-cuma ke tempat hubungan kerjanya di kapal dimulai, atau ke
pelabuhan negara di mana ia bertempat tinggal menurut pilihan pengusaha kapal.
Hak itu terhapus,
bila buruh tidak menyatakan keinginannya untuk diangkut dengan cuma-cuma
sebelum keberangkatan kapal itu dan paling lambat pada hari sesudah hari
berakhirnya hubungan kerjanya dengan tidak ikut menghitung hari-hari yang
dimaksud dalam pasal 354. Dalam pengangkutan cuma-cuma termasuk biaya
pemeliharaan hidup dan penginapan sejak berakhirnya hubungan kerja sampai
tibanya buruh di tempat tujuannya. (KUHD 405, 412.)
Pasal 426
Pengusaha kapal
yang wajib mengangkut buruh dengan cuma-cuma ke suatu pelabuhan, berhak untuk
memenuhi kewajibannya itu dengan memberikan pekerjaan kepadanya di kapal yang
bertujuan ke pelabuhan dimaksud, sesuai dengan jabatan yang dipegangnya dalam
dinas pengusaha kapal itu, asalkan ia mampu bekerja.
Seorang buruh
kawulanegara Belanda dapat meminta, agar jabatan itu diberikan dalam kapal
Belanda atau kapal Indonesia. (KUHD 311 dst.)
Perselisihan
tentang pelaksanaan ketentuan ini diputus di Indonesia oleh pegawai pendaftaran
anak buah kapal, dan di dalam wilayah kerajaan di luar Indonesia oleh pegawai
yang berwenang dan di luar kerajaan diplomatik atau pegawai konsulat yang
digaji, atau bila ini tidak ada, oleh penguasa yang berwenang. (KUHD 405, 412;
Cons. I dst.)
Bagian 2
Dinas Di Kapal
Sub 1
Dinas Nakhoda Di Kapal
Pasal 427
Nakhoda dianggap
berdinas sejak hari ia menerima tugasnya di kapal sampai hari ia dibebaskan
dari tugas atau meletakkannya. (KUHD 341', 341d, e, 399, 408, 411-21, 31, 412,
416 dst., 430, 432, 434.)
Pasal 428
Peraturan yang
ditetapkan oleh pengusaha kapal mengenai dinas itu di atas kapal bagi nakhoda
mengikat, asalkan kepadanya diberikan selembar, dan sejauh isinya tidak
bertentangan dengan perjanjian kerja yang diadakan olehnya.
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal-pasal 1601j-1601m dalam hal ini tidak
berlaku. (KUHPerd. 1338; KUHD 399, 405, 435.)
Pasal 429
Nakhoda selama
berdinas di kapal mempunyai hak atas makan dan penginapan. (S. 1938-4.)
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 160 1p dan pasal 1601r, dalam hal ini tidak
berlaku. (KUHD 405, 408, 427, 433, 437.)
Pasal 430
Bila pengusaha kapal
tanpa alasan sah menghambat nakhoda di suatu pelabuhan untuk menerima upahnya
yang harus dibayar selama atau pada akhir tugasnya di kapal, maka ia dikenakan
denda 3 gulden per hari.
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1602q, dalam hal ini tidak berlaku. (KUHD
405, 427, 433, 444, 445 dst.)
Pasal 431
Nakhoda yang
mengakhiri hubungan kerjanya, sedangkan kapal yang dipimpinnya berada dalam
perjalanan, wajib mengambil tindakan yang perlu untuk keamanan kapal, para penumpang
dan muatannya, dengan ancaman hukuman ganti rugi.
Ganti rugi ini
mempunyai hak didahulukan atas bagian upah nakhoda yang harus dibayar yang
dapat ditahan sampai jumlah itu dan pertama-tama dibebankan pada bagian upah
yang dibayarkan kepada nakhoda pribadi. (KUHPerd. 1134, 1239 dst., 1243 dst.,
1425 dst.; KUHD 341d, 342 dst., 345, 398 dst, 412, 419 dst., 432.)
Pasal 432
Setelah
berakhirnya suatu perjalanan, nakhoda wajib menyerahkan surat-surat kapal
kepada pengusaha kapalnya dengan mendapat tanda bukti penerimaan. (KUHD 348.)
Pasal 433
Pasal-pasal 437,
440, dan 445-452, berlaku juga terhadap perjanjian kerja nakhoda.
sub 2
Dinas Para Anak Buah Kapal Di Kapal
Pasal 434
Anak buah kapal
dianggap bekerja di kapal sejak hari ditunjukkan di dalam daftar anak buah
kapal, atau bila itu tidak ada, sejak hari daftar anak buah kapal itu dibuat,
sampai dengan hari ia dibebaskan dari pekerjaan di kapal atau meletakkannya.
(KUHD 3412 , 375 dst., 413 dst., 452a.)
Pasal 435
Peraturan yang
ditetapkan oleh pengusaha kapal tentang dinas di kapal mengikat anak buah
kapal, asalkan selembar digantung di tempat yang setiap waktu dapat didatangi
oleh anak buah janji dan tetap tergantung di situ dan dapat dibaca dengan jelas
dan sejauh isinya tidak bertentangan dengan perjanjian kerja yang diadakan
olehnya. (KUHD 320, 3312,3,4 399 dst., 428.)
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1601j-1601m, dalam hal ini tidak berlaku.
(KUHD 405.)
Pasal 436
Pengusaha kapal
wajib menyediakan makanan dan tempat tinggal yang pantas di kapal untuk anak
buah kapal. (S. 1938-4 nomor 70.)
Kecuali makanan
pokok, maka makanan itu dapat diganti dengan uang makan, asalkan Pengusaha
kapal melakukan pembayaran di muka untuk tidak lebih dari satu bulan. (KUHPerd.
1601s, t; KUHD 405.)
Pasal 437
Untuk setiap hari
bila uang makan tidak diberikan atau tidak diberikan sepenuhnya, anak buah
kapal mempunyai hak atas ganti rugi yang jumlahnya ditentukan oleh Perjanjian
kerja atau, bila ini tidak menyebutkan apa-apa, ditentukan oleh kebiasaan atau
kepantasan. (AB. 15; KUHD 399, 401, 405, 433.)
Pasal 438
Atas permintaan
dari sekurang-kurangnya satu pertiga dari perwira-Perwira kapal atau dari anak
buah kapal, diadakan penyelidikan tentang baik dan cukup banyaknya bahan
makanan dan minuman. Pemeriksaan itu di Indonesia dilakukan oleh pegawai
pendaftaran anak buah kapal, di luar Indonesia oleh pegawai konsulat Indonesia,
atau bila ini tidak ada oleh pejabat yang berwenang. (KUHD 419-1 nomor 70.)
Nakhoda wajib
mengganti bahan makanan dan minuman yang tak dapat digunakan dengan yang dapat
digunakan dan menyediakan apa yang diperlukan atau perintah pejabat tersebut.
(KUHD 373a, 405, 411-10, 419-1 nomor 50, 4393.)
Pasal 439
Oleh
sekurang-kurangnya bagian yang sama dari perwira -perwira kapal atau anak buah
kapal dapat diadukan kepada pejabat tersebut tentang kurang cukupnya tempat
beristirahat atau ruangan, yang terjadi setelah bertolaknya kapal, tentang hal
itu diadakan penyelidikan. (KUHD 419-1 nomor 80.)
Nakhoda wajib
melengkapi apa yang kurang itu atas perintah pejabat tersebut.
Nakhoda yang
tidak memenuhi perintah yang diberikan sesuai dengan pasal ini dan pasal yang
lampau, dianggap telah bersikap buruk terhadap anak buah kapal. (KUHD 373a,
405, 411-l0, 419-1 nomor 60.)
Pasal 440
Bila anak buah
kapal meninggal di luar tempat tinggalnya sewaktu ia bekerja dalam kapal,
mayatnya dikubur atau dilemparkan ke laut atas biaya pengusaha kapal. (KUHPerd.
17 dst.; KUHD 405;, 433.)
Pasal 441
Nakhoda wajib
mengatur Pekerjaan anak buah kapal sesuai dengan ketentuan mengenai itu yang
ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dan dalam batas
peraturan-peraturan ini oleh perjanjian kerjanya.
Dalam keadaan
bagaimanapun pada hari Minggu pekerjaan harus tetap dibatasi sampai pada yang
sangat perlu saja dengan mengindahkan kepentingan yang layak dari dinas.
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1602v, dalam hal ini tidak berlaku. (KUHD
384, 386, 399-401, 435, 442 dst.)
Pasal 442
Anak buah kapal
wajib melakukan pekerjaan yang diperintahkan oleh nakhoda, akan tetapi
mempunyai hak atas suatu tambahan upah untuk waktu di mana ia melakukan
pekerjaan dengan waktu kerja lebih lama daripada yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan atau perjanjian kerjanya, ke coati bila nakhoda menganggap
pekerjaan itu sangat perlu untuk keselamatan, kapal, para penumpang atau
muatannya. Jumlah tambahan upah itu ditentukan oleh perjanjian kerjanya atau,
bila tidak disebutkan tentang hal itu, oleh kebiasaan Nakhoda menyuruh
menyelenggarakan catatan tentang setiap kerja lembur dalam register yang
disediakan untuk itu.
Hak untuk menagih
tambahan upah itu dihapus dengan lampaunya waktu satu bulan setelah berakhirnya
dinas di kapal di pelabuhan Indonesia, dan 6 bulan setelah berakhirnya dinas di
kapal di luar Indonesia.
Peraturan-peraturan
mengenai kerja lembur ini tidak berlaku terhadap perwira kapal, juga kepala
dinas, dokter, dan markonis. (KUHD 384, 386, 405.)
Pasal 443
Bila kepada anak
buah kapal setelah permulaan perjalanan untuk sementara waktu diberikan
pekerjaan lain daripada yang harus dikerjakannya sesuai dengan jabatannya
menurut perjanjian kerja untuk berdinas di kapal, dan maka pekerjaan ini
menurut perjanjian atau kebiasaan diberi upah lebih tinggi,
Ia mempunyai hak atas
upah yang lebih tinggi sesuai dengan itu. (KUHD 376, 399-401, 405.)
Pasal 444
Menyimpang dari
apa yang ditentukan dalam Kitab Undang -undang Hukum Perdata pasal 1602p, untuk
macam-macam perjanjian kerja tertentu yang ditunjuk oleh Gubernur Jenderal dapat
ditentukan, bahwa selama perjalanan tidak boleh dibayarkan kepada anak buah
kapal lebih daripada bagian upah dalam uang yang ditunjuknya. (KUHD 446.)
Pasal 445
Bagian upah yang
harus dibayar dalam uang yang diperoleh karena dinas di kapal, harus dilakukan
dalam mata uang yang dinyatakan dalam perjanjian kerja, atau dalam mata uang
yang berlaku di tempat pembayaran menurut kurs pada hari bersangkutan. Kurs
yang dalam hal terakhir ini digunakan sebagai ukuran penghitungan, dicatat
dalam buku harian dan atas permintaan anak buah kapal diberitahukan kepadanya.
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1602h, dalam hal ini tidak berlaku. (KUHD
405, 433, 441, 446.)
Pasal 446
Hak atas bagian
upah yang diperoleh dalam dinas di kapal dan harus dibayar dalam uang, sejauh
hal ini dikuasai olehnya, oleh anak buah janji hanya dapat dilepaskan, termasuk
digadaikan, untuk keperluan istrinya sebanyak-banyaknya sepertiga, untuk
keperluan anak-anaknya, para pemelihara anak anaknya dan orang tuanya
sebanyak-banyaknya separuh, dan untuk keluarga sedarah lainnya sampai derajat
keempat dan untuk keluarga semua sampai bahwa jumlah yang diserahkannya tidak
boleh melampaui dua pertiga bagian derajat yang sama sebanyak-banyaknya
sepertiga; semua dengan pengertian, dari seluruh upah yang ditetapkan dalam
uang.
Pembayaran upah
berdasarkan alinea pertama ini yang dilakukan dengan itikad baik atas
permintaan anak buah kapal tersebut, kepada orang lain daripada yang tersebut
di situ, atau untuk bagian yang lebih besar daripada mereka yang mempunyai hak
atasnya, membebaskan pengusaha kapal.
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1602g alinea kedua, dalam hal ini tidak
berlaku. (KUHD 405, 433, 444 dst.)
Pasal 447
Bila anak buah
kapal meninggal dalam dinas di kapal, bagian upah yang ditetapkan menurut
lamanya waktu dibayarkan sampai akhir bulan di mana kematian itu terjadi, akan
tetapi tidak akan melampaui hari hubungan dinas itu menurut perjanjian kerjanya
seharusnya sudah akan berakhir. (KUHD 403, 405,433.)
Pasal 448
Bila hubungan kerja
itu diadakan untuk waktu tertentu, dan ini berakhir sewaktu kapal tempat anak
buah kapal itu berdinas berada dalam perjalanan, berakhirlah hubungan kerjanya
di pelabuhan pertama yang disinggahi kapal itu, di mana ada pegawai pendaftaran
anak buah janji yang ditempatkan.
(s.d.u. dg. S.
1939-546.) Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1603e, f, I bis, dan i ter,
dalam hal ini tidak berlaku. (KUHD 401, 433, 451.)
Pasal 449
Hubungan yang
diadakan menurut perjalanan, berakhir bila perjalanan atau perjalanan-perjalanan
yang diadakan untuk hubungan kerja itu sudah selesai.
Namun demikian
anak buah kapal, setelah melewati satu setengah tahun, dapat mengakhiri
hubungan kerjanya dengan pemberitahuan di setiap pelabuhan yang disinggahi
kapal itu, di mana ada pegawai pendaftaran anak buah kapal yang ditempatkan.
(s.d.u. dg. S.
1939-546.) Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1603ef, ibis, iter, dan u,
dalam hal ini tidak berlaku. (KUHD 401, 405, 433, 451.)
Pasal 450
Hubungan kerja
yang diadakan untuk waktu tidak tertentu, dapat diakhiri oleh masing-masing
pihak selama anak buah kapal berdinas di kapal, dengan pemberitahuan
pemberhentian, dengan mengindahkan jangka waktu yang ditetapkan untuk itu di
setiap pelabuhan tempat kapal memuat atau membongkar, di mana ada pegawai
pendaftaran anak buah kapal. Kecuali bila dibuat perjanjian untuk jangka waktu
yang lebih panjang, maka hal itu adalah 3 kali 24 jam. (KUHD 401-1 sub 91.)
Jangka waktu untuk
pengusaha kapal tidak boleh menjadi lebih pendek daripada untuk anak buah
kapal.
Hubungan kerja
itu tidak berakhir karena kematian pengusaha kapal. Namun ahli warisnya maupun
anak buah kapal berwenang untuk mengakhiri dengan pemberitahuan pemberhentian
hubungan kerja untuk waktu-waktu tertentu seakan-akan diadakan untuk waktu tak
tertentu.
(s.d.u. dg. S.
1,939-546.) Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1603h, i, i bis, i ter, dan
k, dalam hal ini tidak berlaku. (KUHD 405, 433, 451.)
Pasal 451
Selama perjalanan
kapal, di mana anak buah kapal berdinas, salah satu pihak hanya dapat
mengakhiri hubungan kerjanya sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang
Hukum Perdata pasal 1603n menjelang saat kapal berada dalam suatu pelabuhan.
(KUHD 433, 449', 450.)
Pasal 452
Bila dibuat
perjanjian, bahwa hubungan ketika akan berakhir pada waktu kapal tiba kembali
dalam suatu pelabuhan di Indonesia yang disebut namanya, maka pengusaha kapal
berwenang untuk mengakhirinya dalam suatu pelabuhan yang dari situ pelabuhan
Indonesia tersebut dapat dicapai dengan cara lain dari. pada dengan kapal
terbang, dalam 3 kali 24 jam.
Bila nama
pelabuhan di Indonesia yang akan didarati kembali oleh kapal tidak disebut,
maka pengusaha kapal berwenang untuk mengakhiri hubungan kerja dalam suatu
pelabuhan yang dari situ pelabuhan tempat diadakannya perjanjian kerja atau
bila perjanjian kerja diadakan di luar Indonesia, Jakarta, dapat dicapai dengan
cara seperti termaksud dalam alinea pertama. (KUHD 403.)
Selain biaya
perjalanan, untuk hari-hari setelah Pengakhiran hubungan kerja sampai hari yang
berikut pada hari yang seharusnya Ia dapat tiba, pengusaha kapal harus
membayarkan kepada anak buah kapal, upah berdasarkan ketetapan dalam perjanjian
kerja menurut lamanya waktu, beserta biaya pemeliharaan hidup dan bila perlu
biaya penginapan. (KUHD 403.)
Di dalam upah
yang ditetapkan menurut lamanya waktu dalam alinea yang lampau tidak termasuk
premi dan tunjangan yang berhubungan dengan kerja lembur atau pekerjaan khusus
yang harus dilakukan oleh anak buah kapal, dan dengan tatanan khusus ketentuan
tujuan atau muatan kapal itu. (KUHD 405, 433.)
Pasal 452a
Bila pada akhir
dinas di kapal timbul perselisihan mengenai penyelesaian perhitungan, pengusaha
kapal sejauh mungkin wajib menyerahkan kepada anak buah kapal itu suatu
perhitungan tertulis. Pihak yang paling siap dapat menghadap residentierechter
yang di daerahnya kapal itu tiba atau daftar anak buah kapal itu dibuat, dengan
permohonan untuk memeriksa dan menetapkan perhitungan itu.
Bila dinas itu
berakhir di luar Indonesia, maka masing-masing pihak untuk memperoleh keputusan
sementara dapat menghadap pegawai diplomatik atau konsulat Indonesia yang dapat
dicapai paling awal. (KUHD 4051, 406, 434; Cons. I dst.)
Pasal 452b
Setelah
perjalanan berakhir, anak buah kapal yang hubungan kerjanya telah selesai,
bagaimanapun juga wajib membantu membuat suatu keterangan kapal atas keinginan
nakhoda selama 3 hari kerja. (KUHD 355.)
Pasal 452c
Bila pengusaha
kapal tanpa alasan sah menghambat perwira kapal atau anak buah kapal di suatu
pelabuhan untuk menerima upah mereka yang harus dibayar selama atau pada akhir
tugasnya di kapal, maka ia dikenakan denda per hari 3 gulden bagi perwira kapal
dan satu setengah gulden bagi anak buah kapal.
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1602q, dalam hal ini tidak berlaku. (KUHD
405.)
Pasal 452d
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 16021 dan pasal 1602m, dalam hal ini tidak
berlaku.
Pasal 452e
Para anak buah
kapal wajib membantu menyelamatkan kapal dan muatan. Mereka mempunyai hak atas
upah luar biasa untuk hari-hari kerja tersebut.
Bila ada
perselisihan, maka upah itu ditetapkan oleh residentierechter, yang di
daerahnya telah dilakukan penyelamatan itu. Di luar Indonesia penetapan itu
dilakukan oleh pegawai diplomatik atau konsulat Indonesia, yang dapat dicapai
paling awal. (KUHD 4050, 406.)
Pasal 452f
Bila sebuah kapal
yang tidak diperuntukkan melakukan pekerjaan menghela, telah memberikan jasa
penghelaan kepada kapal lain yang dijumpainya di lautan terbuka dalam keadaan
yang tidak memberikan hak atas upah penolongan, para anak buah kapal mempunyai
hak atas bagian dari upah penghelaan. Pengusaha kapal wajib memberitahukan,
bila dikehendaki, kepada setiap anak buah kapal jumlah upah penghelaan dan
pembagiannya secara tertulis.
Bagian dari upah
penghelaan untuk anak para anak buah kapal, dalam hal ada perselisihan,
ditetapkan menurut kelayakan oleh residentierechter yang di daerahnya kapal itu
tiba atau daftar anak buah kapal itu dibuat. (KUHD 405', 406.)
Pasal 452g
Dalam hal
hilangnya kapal karena kecelakaan, bila karena itu anak buah kapal menganggur,
pengusaha kapal wajib membayarkan kepada anak buah kapal itu ganti rugi, akan
tetapi untuk sebanyak-banyaknya selama 2 bulan, sampai jumlah yang sama dengan
bagian upah yang ditetapkan dalam perjanjian kerja menurut lamanya waktu dalam
uang. Bila upah itu untuk seluruhnya atau untuk sebagian tidak ditetapkan
menurut lamanya waktu, maka harus dibayar suatu yang sama dengan upah yang
dibayar menurut kebiasaan karena suatu perjalanan seperti itu, di mana kapalnya
hilang, dengan menetapkan seluruh menurut lamanya waktu; bila ada perselisihan,
diambil keputusan oleh residentierechter yang daerahnya dibuat daftar anak buah
kapal itu atau terletak tempat kedudukan perusahaan kapal itu, atau bila
perusahaan itu ada di luar Indonesia, diputuskan oleh residentierechter tempat
perusahaan kapal itu dipimpin di Indonesia, dan bila tempat demikian tidak
dapat ditunjukkan, oleh residentierechter Jakarta.
Dalam upah yang
ditetapkan menurut lamanya waktu dalam alinea yang lampau, tidak dimasukkan
premi dan tunjangan lain yang berhubungan dengan kerja lembur atau pekerjaan
khusus yang harus dilakukan oleh anak buah kapal dan dengan tatanan, ketetapan
tujuan atau muatan khusus kapal itu.
Bila anak buah
kapal berdasarkan ketentuan pasal 421 berhak atas upah, maka upah ini
dikurangkan dari ganti rugi yang dimaksud di sini.
Tuntutan ganti
rugi itu diberi hak didahulukan atas semua harta yang dapat dipindahkan dan
harta tetap pengusaha kapal; hak didahulukan itu mempunyai hak yang sama dengan
yang dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1149-40.
Pengusaha kapal
yang menyangka, bahwa seorang anak buah kapal atau lebih mempunyai kesalahan
besar terhadap kecelakaan kapal, bila Mahkamah Pelayaran diperintahkan
menyelidiki sebab kecelakaan kapal itu, dapat menghadap residentierechter
dengan permohonan untuk menangguhkan kewajiban yang dimaksud dalam alinea
pertama terhadap anak buah kapal tertentu, sampai Mahkamah Pelayaran telah
memberi keputusan tentang sebab bencana itu. Residentierechter itu berhubung
dengan keputusan Mahkamah Pelayaran dapat membebaskan pengusaha kapal untuk
selamanya dari kewajibannya. (KUHD 4050, 406.)
Berdasarkan S.
1933-4 7jo. S. 1938-2, yang berlaku sejak 1 April 1938, maka Bab V dan VI
diganti dengan Bab-bab V, VA, VB, dan VI.
BAB V
MENCARTERKAN DAN MENCARTER KAPAL
sub 1
Ketentuan-ketentuan Umum
Pasal 453
Yang diartikan
dengan mencarterkan (vervrachten) dan mencarter (bevrachten) ialah pencarteran
menurut waktu (carter waktu) dan pencarteran menurut perjalanan (carter
perjalanan).
Percarteran
menurut waktu ialah perjanjian di mana pihak yang satu (yang mencarterkan)
mengikatkan diri untuk menyediakan penggunaan sebuah kapal yang ditunjuk bagi
pihak lainnya (pencarter), agar digunakan untuk keperluannya guna pelayaran di
laut, dengan membayar suatu harga yang dihitung menurut lamanya waktu. (KUHD
460 dst., 517z, 518 dst., 518f, 533n dst.)
Pencarteran
menurut perjalanan adalah perjanjian di mana pihak yang satu (yang
mencarterkan) mengikatkan diri untuk menyediakan penggunaan sebuah kapal yang
ditunjuk untuk seluruhnya atau untuk sebagian bagi pihak lainnya (pencarter),
agar baginya dapat diangkut orang atau barang melalui laut dengan satu
perjalanan atau lebih dengan membayar harga tertentu untuk pengangkutan ini.
(KUHD 618h dst., 521, 533q dst.; S. 1933-47.)
Pasal 454
Masing-masing
pihak dapat mengharap bahwa dari perjanjian itu dibuat suatu akta. Akta ini disebut
carter-partai. (KUHD 90, 347, 453, 457, 511; Zeg. 23-l-, 31-II-2.)
Pasal 455
Barangsiapa
mengadakan perjanjian pencarteran untuk orang lain, bagaimanapun juga karena
itu terikat terhadap pihak lainnya, kecuali bila dalam perjanjian itu Ia
bertindak dalam batas kuasanya dan menyebutkan pemberi kuasanya. (KUHPerd. 1792
dst., 1806; KUHD 62 dst., 76 dst.)
Pasal 456
Dengan
pemindahtanganan sebuah kapal, perjanjian pencarteran yang diadakan oleh
pemilik sebelumnya tidak menjadi putus. Pemilik baru wajib memenuhi perjanjian
tersebut di samping yang memindahtangankan. (KUHPerd. 1243, 1280, 1576; KUHD
453.)
Pasal 457
Bila
carter-partai dibuat atas nama, maka pencarter dapat mengalihkan hak dan
kewajibannya kepada orang lain dengan endosemen dan penyerahan akta itu.
Bila
carter-partai tidak dibuat atas nama, maka setelah endosemen dan penyerahan
akta, penearter tetap terikat terhadap yang mencarterkan untuk memenuhi
kewajiban perjanjian itu. (KUHPerd. 613, 1152bis; KUHD I 10 dst., 174, 176,
191, 454, 506.)
Pasal 458
Bila kapalnya
pada waktu yang ditentukan dalam perjanjian tidak tersedia bagi pencarter, ia
dapat memutuskan perjanjian itu, dan memberitahukan dengan tertulis kepada
pihak yang lain. Bagaimanapun juga Ia mempunyai hak atas ganti rugi tanpa
disyaratkan adanya pernyataan lalai, kecuali bila yang mencarterkan
membuktikan, bahwa kelambatannya tidak dapat dipersalahkan kepadanya. (KUHPerd.
1238, 1243 dst., 1267; KUHD 456, 460, 463.)
Pasal 459
Sebelum
menggunakan apa yang ditentukan dalam carter-partai, pencarter berwenang untuk
menyuruh memeriksa kapal itu oleh seorang ahli atau lebih atas biayanya.
Para ahli
diangkat oleh ketua raad van justitie di daerah kapal itu berada, setelah
mendengar atau memanggil yang mencarterkan secukupnya atau orang yang
mewakilinya. Panggilan ini dilakukan dengan surat tercatat oleh panitera Di
luar afdeling (kini dapat disamakan dengan kabupaten) yang ada raad van
justitie, para ahli itu diangkat oleh kepala Pemerintahan Daerah setempat, yang
di daerahnya kapal itu berada.
Yang mencarterkan
atau wakilnya wajib, bila perlu, membantu pemeriksaannya dengan ancaman hukuman
ganti rugi.
Selama tidak
ditunjukkan ketidakbenarannya, berita para ahli berlaku antara pihak-pihak pada
perjanjian penearteran sebagai bukti di hadapan pengadilan mengenai keadaan
kapal itu pada waktu pemeriksaan.
Pencarter wajib
mengganti kerugian yang mencarterkan, yang sekiranya diderita olehnya karena
pemeriksaan dan kelambatan yang disebabkan oleh itu, kecuali bila dari
pemeriksaan itu terbukti, bahwa kapal ada dalam keadaan tidak cukup
terpelihara, tidak dilengkapi dengan cukup atau tidak cocok untuk penggunaan
yang ditunjuk dalam carter-partai. (KUHPerd. 1244 dst.; KUHD 342 dst., 359
dst., 460, 470a, 524a, 700; Rv. 215 dst., 316o.)
sub 2
Pencarteran Menurut Waktu
Pasal 460
Bila diadakan
pencarteran menurut waktu, yang mencarterkan harus menyediakan kapalnya untuk
digunakan oleh pencarter, dan selama berlangsungnya perjanjian itu menjaga agar
tetap dalam keadaan cukup terpelihara, cukup dilengkapi dan diberi anak buah
kapal dan cocok untuk penggunaan seperti yang ditunjuk dalam carter-partai.
Ia menjamin
kerugian yang diderita oleh pencarter akibat keadaan kapal, kembali bila Ia
membuktikan telah memenuhi kewajibannya dalam hal ini.
Bila
perjanjiannya mengenai kapal yang digerakkan secara mekanis, maka bahan bakar
untuk mesinnya menjadi beban pencarter. (KUHPerd. 1244 dst.; KUHD 342 dgt., 359
dst., 460, 470a, 524a, 700; Rv. 215 dst., 316o.)
Pasal 461
Upah penolongan
yang diperoleh oleh kapal itu selama berlangsungnya perjanjian, setelah
dikurangi dengan semua biaya dan bagian yang menjadi hak orang lain, dibagi
sama rata oleh yang mencarterkan dan pencarter. (KUHD 560 dd.)
Pasal 462
Perjanjian
berakhir dengan karamnya kapal, dan bila kapal hilang, pada hari pemberitaan
terakhir.
Uang carternya
tidak harus dibayar selama kapal dalam keadaan tidak dapat an akibat kerusakan
yang diderita, karena kekurangan anak buah kapal atau bekal yang cukup.
(KUHPerd. 1444; KUHD 460, 465, 517r, 519d, 533f, s.)
Pasal 463
Bila uang
carternya tidak dibayar pada waktu yang ditentukan, maka pihak yang
mencarterkan dapat memutuskan perjanjian itu, asalkan pemberitahuan tentang hal
itu dilakukan secara tertulis kepada pihak lainnya. (KUHPerd. 1238, 1267; KUHD
453, 458, 464 dst.)
Pasal 464
Masing-masing
pihak dapat memutuskan perjanjian dengan pemberitahuan tentang hal itu secara
tertulis kepada pihak lainnya, jika karena tindakan penguasa atau karena
pecahnya perang, pelaksanaan perjanjiannya terhalang dan tidak dapat dimulai
kembali dalam waktu yang layak.
Bila kapal itu
berisi muatan atau penumpang di dalamnya dan tidak berada dalam suatu
pelabuhan, kapal itu harus menuju ke pelabuhan pertama yang dapat dicapai.
(KUHD 517s, 520a dst., 533m, u, y.)
Pasal 465
Dalam segala
kejadian di mana perjanjian berakhir sebelum habis waktunya, uang carternya
harus dibayar sampai dengan hari berakhirnya.
Namun bila dalam
hal dari pasal 463 dan pasal 464 kapal berisi muatan atau penumpang di
dalamnya, uang carter itu harus dibayar sampai hari muatan telah dibongkar atau
penumpangnya telah diturunkan. (KUHD 462 dst., 521 dst.)
BAB VA
PENGANGKUTAN BARANG-BARANG
sub 1
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 466
Pengangkut dalam
pengertian bab ini ialah orang yang mengikat diri, baik dengan carter menurut
waktu atau carter menurut perjalanan, maupun dengan suatu perjanjian lain,
untuk menyelenggarakan pengangkutan barang seluruhnya atau sebagian melalui
laut. (KUHD 86, 453, 520g, 521, 533.)
Pasal 467
Pengangkut dalam
batas-batas yang layak, bebas dalam memilih alat pengangkutannya, kecuali bila
diperjanjikan suatu alat pengangkutan tertentu. (KUHPerd. 1374; KUHD 5179.)
Pasal 468
Perjanjian pengangkutan
menjanjikan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut
dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya.
Pengangkut harus
mengganti kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian barangnya
atau karena ada kerusakan, kecuali bila Ia membuktikan bahwa tidak
diserahkannya barang itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah
akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya,
akibat sifatnya, keadaannya atau suatu cacat barangnya sendiri atau akibat
kesalahan pengirim.
Ia bertanggung
jawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap benda yang
digunakannya dalam pengangkutan itu. (KUHPerd. 1239, 1243 dst., 1367, 1613,
1706; KUHD 86 dst., 89, 91, 249, 342, 359, 371, 452, 469 dst., 472 dst.,
475,477, 479, 483, 487, 517c, p, x, 518n, 519u, 522 dst., 533, 707, 741-1 nomor
31, 746.)
Pasal 469
Terhadap
pencurian dan hilangnya emas, perak, batu mulia dan barang berharga lainnya,
uang dan surat-surat berharga, dan juga terhadap kerusakan barang-barang
berharga yang mudah menjadi rusak, pengangkut hanya bertanggung jawab bila
kepadanya diberitahukan tentang sifat dan nilai barang itu sebelum atau pada
waktu ia menerimanya. (KUHD 96, 468, 470, 517c.)
Pasal 470
Pengangkut tidak
bebas untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak bertanggung jawab atau bertanggung
jawab tidak lebih daripada sampai jumlah yang terbatas untuk kerugian yang
disebabkan karena kurang cakupnya usaha untuk pemeliharaan, perlengkapan atau
pemberian awak untuk alat pengangkutnya, atau untuk kecocokannya bagi
pengangkutan yang diperjanjikan, maupun karena perlakuan yang keliru atau
penjagaan yang kurang cukup terhadap barang itu. Persyaratan yang bermaksud
demikian adalah batal.
Namun pengangkut
berwenang untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak akan bertanggung jawab untuk
tidak lebih dari suatu jumlah tertentu atas tiap-tiap barang yang diangkut,
kecuali bila kepadanya diberitahukan tentang sifat dan nilai barangnya sebelum
atau pada waktu penerimaan. Jumlah ini tidak boleh ditetapkan lebih rendah dari
f. 600,-.
Pengangkut di
samping itu dapat mempersyaratkan, bahwa ia tidak wajib mengganti kerugian,
bila kepadanya diberitahukan sifat dan nilai barangnya dengan sengaja secara
keliru. (AB. 23; KUHD 359 dst., 362, 469, 470a, 471, 476, 493, 517b, c, 524,
527; S. 1927.-261 pasal 35; S. 1927-262 pasal 27.)
Pasal 470a
Persyaratan untuk
membatasi tanggung jawab pengangkut dalam hal apa pun tidak membebaskannya
untuk membuktikan, bahwa untuk pemeliharaan, perlengkapan atau pemberian awak
untuk alat pengangkutan yang diperjanjikan telah cukup diusahakan, bila
ternyata, bahwa kerugian itu adalah akibat dari cacat alat pengangkutannya atau
tatanannya.
Dari hal ini
tidak dapat diadakan penyimpangan dengan perjanjian. (AB. 23; KUHD 359 dst.,
459, 471, 517c, 524a.)
Pasal 471
Persyaratan untuk
membatasi tanggung jawab pengangkut tidak membebaskannya dari tanggung jawab,
bila dibuktikan, bahwa ada kesalahan atau kelalaian padanya sendiri atau pada
orang-orang yang dipekerjakannya, kecuali bila tanggung jawab untuk itu pun
ditiadakan dengan tegas. (KUHPerd. 13651367; KUHD 321, 342, 468', 470a, 517c,
700.)
Pasal 472
Ganti rugi yang
harus dibayar oleh pengangkut karena tidak menyerahkan seluruhnya atau sebagian
dari barang-barang, dihitung menurut nilai barang yang macam dan sifatnya sama
di tempat tujuan, pada waktu barang itu seharusnya diserahkan, dikurangi dengan
apa yang dihemat untuk bea, biaya dan biaya angkutan karena tidak adanya
penyerahan.
Bila muatan
selebihnya dengan ketentuan tujuan yang sama, sebagai akibat suatu sebab untuk
hal mana pengangkut tidak bertanggung jawab, tidak mencapai tujuannya, maka
ganti ruginya dihitung menurut nilai barang yang macam dan sifatnya sama di
tempat dan pada waktu barang itu didatangkan. (KUHPerd. 1246 dst.; KUHD 366,
473, 476, 517c.)
Pasal 473
Dalam hal adanya
kerusakan, maka harus diganti jumlah uang yang diperoleh dengan mengurangi
nilai yang dimaksud dalam pasal 472 dengan nilai barang yang rusak, dan selisih
ini dikurangi dengan apa yang dihemat untuk bea, biaya dan biaya angkutan
karena adanya kerusakan.(KUHD 476, 483, 517c.)
Pasal 474
Bila pengangkut
adalah pengusaha kapal, maka tanggung jawab atas kerusakan yang diderita barang
yang diangkut dengan kapal, terbatas sampai jumlah f. 50,- setiap meter kubik
isi bersih kapalnya, sepanjang mengenai kapal yang digerakkan secara mekanis,
ditambah dengan apa yang untuk menentukan isinya dikurangkan dari isi kotor
untuk ruangan yang ditempati oleh tenaga penggerak. (KUHD 320 dst., 468, 470,
475 dst., 517c, 525, 541; Rv. 316a-r.)
Pasal 475
Bila pengangkut
bukan pengusaha kapal, kewajiban untuk ganti rugi menurut pasal 468 yang
mengenai pengangkutan melalui laut, terbatas sampai jumlah yang dalam urusan
kerusakan yang diderita, berdasarkan ketentuan pasal yang lalu, dapat ditagih
pada pengusaha kapal.
Dalam hal adanya
perselisihan, maka pengangkut harus menunjukkan sampai seberapa batas
pertanggungjawabannya. (KUHD 470, 474, 476, 517c, 526; Rv. 316r.)
Pasal 476
Dengan menyimpang
dari ketentuan pasal-pasal 472-475, maka dapat dituntut ganti rugi penuh, bila
kerusakan itu disebabkan oleh kesengajaan atau kesalahan besar pengangkut
sendiri.
Persyaratan
perjanjian yang bertentangan dengan ini adalah batal. (AB. 23; KURD 470, 517c,
524, 527, 541.)
Pasal 477
Pengangkut
bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan oleh penyerahan barang yang
terlambat, kecuali bila ia membuktikan, bahwa keterlambatan itu adalah akibat
suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya. (KUHPerd.
1244 dst.; KUHD 92, 342 dst., 367 dst., 370, 468, 517c, o, 528, 741-1 nomor
30.)
Pasal 478
Pengangkut
mempunyai hak atas ganti rugi yang diderita karena tidak diserahkan kepadanya
sebagaimana mestinya surat-surat yang menjadi syarat untuk mengangkut barang
itu.
Ia bertanggung
jawab untuk mematuhi undang-undang dan peraturan pemerintah mengenai barang
itu, bila surat-surat dan pemberitahuan yang diberikan kepadanya
memungkinkannya untuk itu. (KUHD 347, 454, 504, 517c, 528, 741; S. 1927-34
pasal 117 dst.)
Pasal 479
Pengangkut
mempunyai hak atas penggantian kerugian yang dideritanya akibat diberikan
kepadanya pemberitahuan yang tidak betul atau tidak lengkap mengenai waktu dan
sifat-sifat barang, kecuali bila ia telah mengenal atau seharusnya mengenal
watak dan sifat-sifat itu.
Pengangkut setiap
waktu dapat melepaskan dirinya dari barang-barang yang menimbulkan bahaya bagi
muatan atau kapalnya, juga dengan cara menghancurkannya tanpa diharuskan
mengganti kerugian karena hal itu. Hal ini berlaku jika terhadap barang-barang
yang dianggap sebagai barang selundupan, bila kepada pengangkut diberikan
pemberitahuan yang tidak betul dan tidak lengkap mengenai barang-barang itu.
(KUHPerd. 1246 dst.; KUHD 357, 372, 468, 504, 617c, 741; S. 1927-34 pasal 117
dst.)
Pasal 480
Bila kapal karena
keadaan setempat tidak mencapai atau tidak dapat mencapai tempat tujuannya
dalam waktu yang layak, pengangkut wajib berusaha atas biayanya mengantarkan barang-barang
ke tempat tujuannya dengan tongkang atau dengan jalan lain.
Bila
diperjanjikan, bahwa kapal tidak perlu pergi lebih jauh dari tempat yang dapat
sampai dan berlabuh lancar dan aman, maka pengangkut berwenang untuk
menyerahkan barang-barang itu di tempat terdekat pada tempat tujuannya yang
memenuhi syarat ini, kecuali bila halangan itu hanya bersifat sementara,
sehingga hal itu hanya akan menyebabkan kelambatan sedikit. (KUHD 517c, 529,
702;S. 1920-274.)
Pasal 481
Bila pada suatu
tempat ditempatkan pegawai yang diangkat oleh pemerintah setempat, yang
ditugaskan untuk mengawasi penghitungan, pengukuran atau penimbangan
barang-barang yang harus diserahkan, maka atas perintah pengakut atau penerima
pada waktu penerimaan, penghitungan, pengukuran atau pertimbangannya, dapat
dilakukan atau diawasi oleh pegawai tersebut.
Hasil
penghitungan, pengukuran atau penimbangan yang d;lakukan atau diawasi oleh
pegawai tersebut untuk pihak-pihak itu adalah mengikat, kecuali bila dibuktikan
bahwa hal itu tidak benar.
Biaya yang timbul
untuk pemberian upah kepada pegawai tersebut dipikul sama rata oleh kedua belah
pihak. (KUHD 94, 482, 485, 489, 503.)
Pasal 482
Apa yang
ditentukan pada alinea Pertama pasal yang lalu tidak berlaku, bila dan sekedar
karena itu pembongkaran janji terlambat.
Pasal 483
Baik pengangkut
maupun penerima berwenang untuk minta agar diadakan pemeriksaan olah hakim
tentang keadaan sewaktu barang diserahkan atau telah diserahkan, beserta
anggaran penaksiran kerugian yang ditimbulkannya.
Pengangkatan
ahli-ahli dilakukan oleh ketua raad van justitie, bila dalam wilayah tempat
terjadinya penyerahan ada pengadilan tinggi, atau kalau tidak ada, oleh
residentierechter atau bila ia tidak hadir, terhalang atau tidak ada, oleh
kepala Pemerintahan Daerah setempat, dan dalam semua hal, setelah pihak lain
atau wakilnya didengar atau dipanggil secukupnya.
Pemeriksaan yang
dimaksud dalam pasal ini tidak boleh dilakukan sedemikian rupa, sehingga
peraturan dinas kapal pelayaran terganggu karenanya. (KUHD 94, 361, 472dst,
481, 484 dst, 489 dst, 712, 746;Rv. 215 dst, 313)
Pasal 484
Bila pemeriksaan
usaha telah diadakan dengan dihadiri oleh pihak yang lain atau wakilnya atau
yang telah dipanggil secukupnya, maka berita acara yang dikeluarkan mengenai
hal usaha berlaku sebagai bukti di hadapan pengadilan mengenai keadaan barang
pada waktu pemeriksaan, selama tidak ditunjukkan bahwa hal itu tidak benar
adanya. (KUHD 4593, 48 13 , 483 3 , 4893 , 746.)
Pasal 485
Bila
barang-barang yang telah diterima tanpa diadakan pengawasan seperti termaksud
dalam pasal 481, dianggap barang-barang itu telah diserahkan tanpa ada
kekurangan, kecuali bila sebelum atau pada kesempatan penerimaan barang itu,
atau bila kekurangannya dari luar tidak kelihatan, selambat-lambatnya pada hari
ketiga setelah penerimaan, penerima telah memberitahukan secara tertulis kepada
pengangkut atau wakilnya tentang adanya suatu kekurangan.
Bila suatu
kekurangan sudah pasti, maka bila hal usaha mengenai barang -barang dengan
berbagai-bagai sifat, dianggap bahwa kekurangannya mempunyai susunan yang sama
menurut imbangan seperti pada barang-barang yang telah diserahkan, kecuali ada
dasar untuk menerima pendapat lain. (KUHD 93, 486 dst., 712, 746.)
Pasal 486
Bila
barang-barang yang tanpa diadakan pemeriksaan pengadilan seperti termaksud
dalam pasal 483, dianggap bahwa hal itu telah diterima diserahkan menurut isi
dari konosemennya, kecuali bila sebelum atau pada kesempatan penerimaan barang
atau bila kekurangannya dari luar tidak kelihatan, selambat-lambatnya pada hari
ketiga setelah penerimaan, penerima telah memberitahukan secara tertulis kepada
pengangkut atau wakilnya tentang adanya suatu kekurangan. Pemberitahuan itu
harus menyebut sifat kerugian pada umumnya.
Kerusakan
meliputi kehilangan isi seluruhnya atau sebagian. (KUHD 93, 485, 487 dst.)
Pasal 487
Gugatan untuk
penggantian kerugian harus didaftarkan dalam 1 tahun setelah penyerahan barang
atau setelah hari barang itu seharusnya diserahkan. (KUHD 486, 488, 741.)
Pasal 488
Penerima barang
mempunyai hak didahulukan mengenai ganti rugi atas barang-barang angkutannya
terhadap para kreditur, kecuali yang disebut dalam pasal 316, asalkan ia
menyuruh menyita biaya angkutan dalam jangka waktu yang disebut dalam pasal
yang lalu. Dengan penyitaan itu dianggap peraturan dalam pasal yang lalu telah
terpenuhi, (KUHperd. 1132 dst.)
Bila tidak ada
surat, penyitaan dapat dilakukan dengan izin ketua raad van justitie yang
daerahnya barang-barang itu diserahkan pengadilan usaha memeriksa tuntutan pernyataan
sahnya dan pencabutan penyitaan, beserta tuntutan untuk pemberian pernyataan
kepada pihak ketiga yang barangnya disita.
Di luar kabupaten
yang ada raad van justitienya penyitaan dapat dilakukan atas izin residentierechter
yang mempunyai wilayah penyerahan barang yang bersangkutan. (KUHD 468 dst.,
500; Rv. 728 dst.)
Pasal 489
Penerima barang
yang menduga adanya kerusakan pada barangnya, berwenang untuk menyuruh
mengadakan pemeriksaan oleh pengadilan sebelum atau pada waktu penyerahan,
tentang cara memuat barang dalam kapal, dan tentang sebab kerusakannya.
Pengangkatan
ahli-ahlinya dilakukan oleh ketua raad van justitie, bila ada dalam wilayah
tempat dilakukannya penyerahan, dan kalau tidak ada oleh residentierechter,
atau jika ia tidak ada oleh kepala pemerintahan Daerah setempat, bagaimanapun
juga setelah mendengar atau memanggil secukupnya pihak lawan atau wakilnya.
Bila pemeriksaan
usaha telah diadakan dengan dihadiri oleh pihak yang lain atau wakilnya atau
setelah panggilan secukupnya, maka berita yang dikeluarkan mengenai itu berlaku
sebagai bukti di hadapan pengadilan mengenai pemuatan barang ke dalam kapal dan
sebab dari kerusakan itu, selama tidak ditunjukkan bahwa hal itu tidak benar
adanya.
Pemeriksaan yang
dimaksud dalam pasal usaha tidak akan dilakukan, bila peraturan dinas kapal
pelayaran terganggu karenanya. (KUHD 94, 361, 491, 493, 533a,)
Pasal 490
Biaya pemeriksaan
pengadilan yang dimaksud dalam pasal 483 dan pasal 489 menjadi beban pemohon.
Namun bila
pengangkut harus mengganti kerugian yang dinyatakan itu, bila ada dasarnya,
hakim dapat membebankan biaya pemeriksaan yang diusahakan oleh pemohon kepada
pengangkut. (KUHD 468 dst., 473 dst., 481, 492.)
Pasal 491
Setelah
penyerahan barang di tempat tujuannya, penerima harus membayar biaya
angkutannya dan apa yang selanjutnya harus dibayar sesuai dengan dokumennya
yang berdasarkan itu telah menerima penyerahannya. (KUHD 359, 454, 466, 492
dst., 506, 511, 517p, q, 519u.)
Pasal 492
Bila biaya angkutannya
ditetapkan menurut ukuran, berat atau bilangan barang-barang yang harus
diangkut, maka hal itu dihitung menurut ukuran, berat atau bilangan yang ada
pada barang-barang itu pada waktu penyerahan kepada penerima, kecuali bila
ternyata, bahwa ukuran, berat atau bilangannya pada waktu pengambilalihan untuk
diangkut lebih sedikit, yang dalam hal itu dilakukan.
Biaya pengukuran,
penimbangan dan penghitungan pada waktu penyerahan dibebankan kepada
pengangkut, kecuali bila dalam pelabuhan itu ada kebiasaan yang lain. (AB. 3;
KUHD 481, 490 dst.)
Penghitungannya
menurut ketentuan-ketentuan usaha.
Pasal 493
Dengan tidak
mengurangi ketentuan dalam alinea kedua pasal usaha, pengangkutan tidak
berwenang untuk menahan barang guna menjamin apa yang harus dibayar dalam
urusan pengangkutannya dan sebagai sumbangan dalam kerugian (avarij) umum.
Persyaratan perjanjian yang bertentangan dengan usaha adalah batal.
Ia berhak,
sebelum penyerahan barangnya, untuk menuntut agar diadakan jaminan pembayaran
yang oleh penerima harus dibayar dalam urusan pengangkutannya dan sebagai
sumbangan dalam kerugian umum.
Bila timbul
sengketa mengenai jumlah atau sifat jaminan yang harus diadakan, diambil
keputusan oleh ketua raad van justitie, bila ada dalam wilayah tempat
penyerahannya harus dilakukan, bila tidak ada, oleh residentierechter, atau
jika ia tidak ada oleh kepala Pemerintahan Daerah setempat, bagaimanapun juga
atas permohonan pihak yang paling bersedia, setelah mendengar atau memanggil
secukupnya pihak lawan atau wakilnya. (AB. 14; KUHD 361, 470, 476, 489, 491,
509 dst., 524, 527, 533a; Rv. 613 dst.)
Pasal 494
Bila pada waktu
perhitungan akhir timbul perselisihan tentang jumlah yang harus dibayar oleh
penerima, apakah untuk menentukan itu tidak diperlukan perhitungan yang segera
dilaksanakan, maka penerima wajib dengan seketika memenuhi bagian yang harus
dibayarnya disetujui oleh pihak-pihaknya, dan mengadakan jaminan untuk
pembayaran bagian yang diperselisihkan olehnya atau untuk bagian yang jumlahnya
belum pasti.
Bila sesuai
dengan pasal yang lalu telah diadakan jaminan, penerima wajib mengusahakan agar
jumlah jaminan itu tetap dalam keadaan yang mencukupi.
Bila timbul
sengketa mengenai jumlah atau sifat jaminan yang harus diadakan, atau mengenai
jumlah yang untuk itu jaminan yang harus diadakan itu harus diusahakan dalam
keadaan tetap mencukupi, diambil keputusan oleh ketua raad van justitie, bila
ada dalam wilayah tempat penyerahannya harus dilakukan, dan bila tidak ada,
oleh residentierechter, atau jika ia tidak ada oleh kepala pemerintahan Daerah
setempat, dan bagaimanapun juga atas permohonan dari pihak yang paling
bersedia, setelah mendengar atau memanggil secukupnya pihak lawan atau
wakilnya. (KUHperd. 1820 dst.; KUHD 361, 491, 493, 533a; Rv. 613 dst.)
Pasal 495
Bila penerima
tidak datang, menolak untuk menerima barangnya, atau bila atas barang itu
dilakukan penyitaan revindikatur (yang barangnya dapat dituntut kembali oleh
yang berhak), pengangkut wajib menyimpan barang di tempat penyimpanan yang sesuai
untuk itu atas beban dan kerugian dari yang mempunyai hak.
Pengangkut dapat
memutuskan untuk melakukan penyimpanan, bila penerima menolak untuk mengadakan
jaminan sesuai dengan ketentuan pasal 493 atau timbul perselisihan tentang
jumlah atau sifat jaminan yang harus diadakan.
Bila di tempat
tujuannya tidak ada tempat penyimpanan yang sesuai atau pengangkut tidak
mempunyai wakil di sana, pengangkut dalam hal tersebut dalam alinea kedua pasal
usaha, berwenang untuk mengangkut barang itu ke pelabuhan pertama yang berikut,
di mana penyimpanan dapat dilakukan paling sesuai, dan ia mempunyai wakil dan
menyimpannya di sana dalam tempat yang sesuai untuk itu, semuanya untuk beban
dan kerugian dari yang mempunyai hak. (KUHperd. 1736 dst.; KUHD 94, 498, 516, 517j,
k, t, 5191, 520m; Rv. 721 dst.)
Pasal 496
Bila barang yang
sudah disimpan, bila mudah menjadi busuk, baik pengangkut maupun penyimpan
dapat dikuasakan untuk menjual seluruhnya atau sebagian dengan cara yang
ditentukan oleh pejabat yang dalam alinea berikut dinyatakan berwenang;
pengangkut di samping itu dapat dikuasakan, agar dari hasilnya ia mengambil apa
yang harus dibayar kepadanya.
Pemberian kuasa
dilakukan oleh ketua raad van justitie, yang di daerahnya barang itu disimpan,
sedapat-dapatnya setelah mendengar atau memanggil dengan cukup orang-orang yang
ikut berkepentingan atau wakil mereka. Di luar daerah di mana ada ketua raad
van justitie, pemberian kuasa ini dilakukan oleh residentierechter atau bila ia
tidak ada atau berhalangan, oleh kepala pemerintahan Daerah setempat.
Hasil penjualan
barang, sekedar tidak digunakan untuk memenuhi biaya penyimpanan dan tagihan
pengangkut, disimpan pada pengadilan. (KUHPerd. 1694 dst., 1730 dst.; KUHD 94,
361, 491, 495, 497 dst., 510 dst., 516, 533a; Rv. 316o.)
Pasal 497
Bila hasil
penjualan barang tidak cukup untuk memenuhi tagihan pengangkut, maka
kekurangannya ditagih dari orang yang telah mengadakan perjanjian pengangkutan
dengannya. (KUHD 496, 498, 516, 533a.)
Pasal 498
Bila atas barang
itu dilakukan penyitaan lain daripada revindikatur, pengangkut wajib juga
menyimpan dalam tempat yang sesuai untuk itu. Bila barangnya mudah menjadi
busuk, maka baik pengangkut dan penyimpan maupun penyita dan penerima dapat
dikuasakan untuk menjualnya.
Hasil penjualan barang-barang,
setelah dikurangi biaya penyimpanan, disimpan pada pengadilan. (KUHperd. 1694
dst., 1730 dst.; KUHD 495 dst., 516, 517j, k, 5191, 568g; Rv. 477 dst., 728
dst.)
Pasal 499
Pengangkut yang
menyerahkan barang angkutannya bertentangan dengan pasal yang lalu, begitu pula
penerima yang menerima penyerahan itu, sedangkan ia tahu bahwa barang itu ada
di bawah penyitaan, bertanggung jawab secara pribadi terhadap pemenuhan
tuntutan yang menyebabkan diletakkannya penyitaan, sepanjang tuntutan pada waktu
barang diserahkan dapat dipenuhi dengan barang tersebut.
Dianggap bahwa
tuntutan itu seluruhnya dapat dipenuhi dengan barang tersebut dan bahwa
penerima barang mengetahui tentang adanya penyitaan itu, kecuali dapat
dibuktikan sebaliknya. (KUHperd. 1388; KUHD 568g; KUHp 231.)
Pasal 500
Setelah
penyerahan, maka pengangkut setelah menerima izin dari ketua raad van justitie,
di mana pun juga barang itu berada, dapat menyita barang itu untuk jumlah yang
harus dibayar kepadanya, bila untuk pembayarannya oleh penerima tidak diadakan
jaminan, dan selama tidak ada pihak ketiga yang telah memperoleh suatu hak atas
barang itu dengan itikad baik dan menjaminnya dengan imbalan atau belum lewat
satu bulan setelah penyerahannya.
Di luar kabupaten
yang ada raad van justitienya, penyitaan dapat dilakukan dengan izin
residentierechter.
Pasal-pasal
721-727 Reglemen Acara perdata berlaku terhadap penyitaan usaha.
Raad van justitie
yang di dalam daerahnya dilakukan penyitaan, memeriksa, tuntutan pernyataan
sahnya dan pencabutan penyitaan. (KUHperd. 1977; KUHD 487, 491, 493, 533a.)
Pasal 501
Bila pengangkut
menyerahkan barang tanpa menyuruh memenuhi apa yang kepadanya harus dibayar
pada penyerahan itu karena pengangkutan tersebut atau tanpa menerima jaminan
untuk itu, maka ia kehilangan hak dalam urusan itu, terhadap orang yang telah
mengadakan perjanjian pengangkutan dengannya, bila orang usaha membuktikan,
bahwa dengan dasar hubungan hukum yang ada antara ia dan penerima, apa yang
harus dibayar harus dipikul oleh penerima dan bila ia tidak akan dapat menagih
hal itu kepadanya, seandainya ia telah membayarnya. (KUHD 491, 493.)
Pasal 502
Penerima tidak
berwenang untuk melepaskan hak atas barang-barangnya untuk seluruhnya atau
sebagian untuk membayar biaya angkutannya. (KUHD 517p, 519u.)
Pasal 503
Biaya pemilihan
barang-barang, sekedar diperlukan untuk penyerahan yang rapi, menjadi beban
pengangkut. (KUHD 481, 492.)
Pasal 504
Pengirim dapat meminta
agar pengangkut mengeluarkan konosemen tentang barang yang diterimanya untuk
diangkut, dengan menarik kembali tanda terima, sekiranya telah dikeluarkan
olehnya.
Pengirim di lain
pihak wajib memberikan pada waktu yang tepat bahan-bahan yang diperlukan guna
pengisian konosemennya. (KUHD 347, 479, 505 dst., 518k, 519s.)
Pasal 505
Nakhoda berwenang
mengeluarkan konosemen barang-barang yang diterima untuk dimuat di kapal yang
dipimpinnya, kecuali jika ada orang lain yang ditugaskan untuk mengeluarkannya.
(KUHD 341, 341a,d, 359, 363, 376', 397, 504, 518d, k, 519i, s.)
Pasal 506
Konosemen adalah
surat yang diberi tanggal yang di dalamnya diterangkan oleh pengangkut, bahwa
ia telah menerima barang-barang tertentu, dengan maksud untuk mengangkut
barang-barang ke tempat yang ditunjuk, dan menyerahkannya di sana kepada orang
yang ditunjuk, demikian pula dengan persyaratan perjanjian yang bagaimana
penyerahan itu akan dilakukan.
Orang usaha dapat
disebut dengan namanya, baik sebagai yang ditunjuk dari pengirim atau dari
pihak ketiga, maupun sebagai orang yang menunjukkan konosemen itu, dengan atau
tanpa di samping orang yang disebut dengan namanya.
Kata-kata
“atas-tunjuk” begitu saja dianggap menunjukkan yang ditunjuk dari pengirim.
Bila konosemen
dikeluarkan setelah pemuatan barang-barang, maka di dalamnya atas kehendak
pengirim disebut nama kapal yang memuat barang itu. Bila konosemen itu
dikeluarkan sebelum pemuatan barang-barang tanpa menyebut nama kapal yang akan
memuat barang-barang itu, maka pengirim dapat mengharap, agar di dalamnya masih
akan dicatat oleh pengangkut nama kapalnya dan hari pemuatannya, segera setelah
itu terjadi. (KUHperd. 613, 1977; KUHD 90, 457, 491, 508, 531.)
Pasal 507
Konosemen
dikeluarkan dalam dua lembar yang dapat diperdagangkan, yang di dalamnya
dinyatakan berapa lembar seluruhnya yang dikeluarkan, berlaku semua untuk satu
dan satu untuk semuanya. Lembar-lembar yang tidak dapat diperdagangkan harus
dinyatakan sebagai demikian.
Terhadap tiap
lembar yang di dalamnya tidak terdapat pernyataan jumlah lembar yang
dikeluarkan dan yang tidak ditandai bahwa tidak dapat diperdagangkan,
pengangkut wajib melakukan penyerahan kepada orang yang memperolehnya dengan
itikad baik dan menjaminnya dengan imbalan. (KUHperd. 613 3, 1977; KUHD 347, 509
dst., 515; KUHp 383bis; Zeg. 31, 11, 2.)
Pasal 508
Konosemen
atas-tunjuk dipindahtangankan dengan endosemen dan penyerahan naskahnya.
Endosemen itu tidak usah memuat harga yang telah dusahakmati, begitu pula tidak
usah ditentukan atas-tunjuk. Satu tanda tangan pun di halaman belakang
konosemen sudah cukup. (KUHperd. 613 3 ; KUHD 110 dst., 176, 506, 517a, 531.)
Pasal 509
Bila telah
dikeluarkan konosemen, tidak dapat dituntut penyerahan barang sebelum tiba di
tempat tujuan selain dengan penyerahan kembali semua lembar konosemen yang
dapat diperdagangkan atau, bila tidak semua diserahkan kembali, dengan jaminan
untuk semua kerugian yang mungkin diderita karenanya. Bila timbul perselisihan
tentang jumlah dan sifat jaminan, maka hal itu diserahkan kepada putusan hakim.
(KUHD 493, 507 dst., 520h, j; Rv. 613.)
Pasal 510
Pemegang yang sah
berhak menuntut penyerahan barang di tempat tujuan sesuai dengan isi
konosemennya, kecuali bila ia menjadi pemegang tidak sah menurut hukum.
Surat-surat yang
oleh pemegang konosemen dikeluarkan kepada pihak ketiga, dengan maksud agar
dengan itu diterima bagian dari barang-barang yang disebut dalam konosemennya,
tidak memberikan hak tersendiri kepada para pemegangnya atas penyerahan terhadap
pengangkut. (KUHperd. 613, 1977; KUHD 491, 507, 509, 511 dst., 515.)
Pasal 511
Perjanjian
pengangkutan atau bila diadakan carter-partai, carter-partai hanya dapat
digunakan sebagai alat untuk membantah pemegang konosemen dan usaha hanya dapat
digunakan sebagai dalih, bila dan sekedar oleh konosemen ditunjuk kepada hal
itu, kecuali bila ia sendiri atau orang yang atas bebannya ia bertindak, adalah
suatu pihak pada perjanjian itu atau carter-partai itu.
Pemegang
konosemen tidak wajib memenuhi bea berlabuh tambahan atau ganti rugi dalam
urusan pemuatan atau yang harus dibayar karena sebagian barang tidak dimuat,
kecuali jika kewajiban membayar itu ternyata dari konosemen itu, atau ia
selayaknya dapat dianggap mengetahui pada waktu memperoleh konosemen dari
tempat lain tentang kewajiban bayar itu, atau konosemen memuat penunjukan
secara umum kepada ketentuan dalam carter-partai dan usaha menentukan, bahwa
tanggung jawab pencarter untuk bea berlabuh tambahan atau ganti rugi berhenti
dengan berakhirnya pemuatan. pengecualian yang diadakan pada akhir alinea
pertama berlaku juga di sini. (KUHperd. 1792 dst.; KUHD 76 dst., 454 dst., 466,
519s, 520g.)
Pasal 512
Bila pemegang
konosemen sendiri adalah pengirimnya atau bertindak untuk bebannya, pengangkut
cukup dengan menyerahkan apa yang telah diterimanya untuk diangkut, meskipun
uraian mengenai barangnya dalam konosemen tidak sesuai. (KUHperd. 1792 dst.;
KUHD 504, 506, 510.)
Pasal 513
Bila dalam
konosemen dimuat klausula: "isi, sifat, jumlah, berat atau ukuran tidak
diketahui", atau klausula semacam itu, maka pernyataan yang terdapat pada
konosemen mengenai isi, sifat, jumlah, berat atau ukuran dari barang tidak
mengikat pengangkut, kecuali bila ia telah tahu atau semestinya harus tahu
tentang jenis atau keadaan barang-barang itu atau barang-barang itu telah
dihitung, ditimbang atau diukur di hadapannya. (KUHD 481, 485, 492, 506, 510.)
Pasal 514
Bila konosemennya
tidak menyebut keadaan barangnya, dianggap pengangkut telah menerima barangnya
dalam keadaan baik, sampai ada bukti kebalikannya, bila keliatan dari luar
dalam keadaan baik. (KUHPerd. 1915 dst., 1921; KUHD 506.)
Pasal 515
Pemegang
konosemen yang telah melaporkan diri untuk menerima barang-barang yang
disebutkan di dalamnya, setelah menerima barang-barang itu dengan beres, wajib
menyerahkan konosemennya kepada penanda tangan atau wakilnya dengan dibubuhi
tanda terima.
Bila diminta, ia
wajib menitipkan konosemen itu kepada pihak ketiga guna menjamin
pengembaliannya, sebelum dimulai dengan penyerahan barang-barangnya.
Bila ada
perselisihan, maka pihak ketiga itu ditunjuk oleh ketua raad van justitie, bila
ada dalam wilayah di mana penyerahan itu dilakukan, kalau tidak, oleh
residentierechter, atau jika ia tidak ada oleh kepala Pemerintahan Daerah
setempat, bagaimanapun juga atas permohonan pihak yang paling bersedia dan
setelah mendengar atau memanggil secukupnya pihak lawannya atau wakilnya.
pemanggilan usaha dilakukan dengan surat tercatat. (KUHperd. 1730 dst.; KUHD
94, 507, 510.)
Pasal 516
Pengangkut wajib
menyimpan barang-barang atas biaya dan bahaya kerugian pemilik dalam tempat
yang sesuai untuk itu, bila pemegang berbagai konosemen atau berbagai lembar
dari konosemen yang sama di tempat tujuan menuntut penyerahan dari
barang-barang yang sama.
Bila di tempat
tujuan tidak ada tempat penyimpanan yang sesuai atau pengangkut tidak mempunyai
wakilnya, maka pengangkut berwenang untuk mengangkut barang-barang itu ke
pelabuhan pertama yang berikut yang penyimpanannya dapat dilakukan paling
sesuai dan yang mempunyai wakil, dan di sana menyimpan barang pada tempat
penyimpanan yang sesuai, semua atas biaya dan bahaya kerugian pemilik.
Pasal 496 dan
pasal 497 dalam hal usaha berlaku, kecuali perubahan usaha, bahwa pemberian
kuasa untuk menjual dapat diminta oleh tiap-tiap pemegang konosemen, bila
barang-barang dapat menjadi lekas busuk. (KUHD 495, 498, 507, 510, 517j, t,
5191, 520m.)
Pasal 517
yang mempunyai
hak terkuat di antara para pemegang berbagai lembar konosemen dari
barang-barang yang disimpan menurut pasal yang lain, adalah orang yang menjadi
pemegang dari lembaran, sesudah pemegang yang mendahului mereka, yang menjadi
pemegang dari seluruh lembaran, orang yang pertama menjadi pemegang dengan
itikad baik dan menjaminnya dengan imbalan. (KUHD 507.)
Pasal 517a
Penyerahan
konosemen sebelum pengangkut menyerahkan barang-barang yang disebut di
dalamnya, berlaku sebagai pemindahtanganan barang-barang itu. (KUHperd. 613,
495, 508.)
Pasal 517b
Konosemen-konosemen
yang isinya bertentangan dengan ketentuan pasal 470, tidak boleh dikeluarkan
untuk pengangkutan dari pelabuhan Indonesia. (KUHD 504; KUHp 568.)
Pasal 517c
Pasal-pasal
468-480 berlaku terhadap pengangkutan lewat laut dari pelabuhan-pelabuhan
Indonesia. Hal itu juga berlaku terhadap pengangkutan lewat laut ke
pelabuhan-pelabuhan Indonesia, kecuali alinea pertama pasal 470 dan alinea
kedua pasal 470a yang tetap tidak berlaku terhadap hal itu, sekedar persyaratan
dan perjanjian yang dimaksud di situ berlaku sah menurut undang-undang negara tempat
dilakukannya pemuatan. (AB. 18.)
Pasal 517d
Ketentuan-ketentuan
bab usaha yang berhubungan dengan pemuatan atau pembongkaran dan penyerahan
barang selalu berlaku, bila pemuatan atau pembongkaran dan penyerahannya
dilakukan di pelabuhan Indonesia.
Sub 2
Dinas perhubungan Tetap
Pasal 517e
Terhadap
pengangkutan oleh perusahaan-perusahaan pelayaran yang menyelenggarakan dinas
tetap antara dua tempat atau lebih (kapal-kapal pelayaran tetap) berlaku
ketentuan-ketentuan berikut. (KUHD 533d.)
Pasal 517f
Bila pengangkut
telah mengumumkan syarat-syarat pengangkutan dan tarif, ia wajib mengangkut
barang-barang yang diajukan kepadanya dan yang dihubungkan sesuai dengan
syarat-syarat dan tarif itu, sekedar hal itu dimungkinkan oleh ruangan yang
disediakan baginya untuk jurusan yang diminta. Pengangkut wajib memberi
kesempatan kepada umum untuk memperoleh daftar syarat-syarat dan tarif yang
telah diumumkan. Usaha berlaku terhadap pengangkutannya, kecuali bila oleh
kedua belah pihak ditetapkan ketentuan-ketentuan lain secara tertulis. (KUHD
517y, 533e; S. 1927-261 pasal 22, 32; S. 1927-262 pasal 3 dst., 6.) kapal ter-
Pasal 517g
Pengangkut tidak
wajib mengangkut dengan kesempatan tentu, dengan tidak mengurangi tanggung
jawabnya untuk kelambatan pengangkutannya. (KUHD 467, 477, 517h, o, 741.)
Pasal 517h
Kesediaan untuk
mengangkut dengan kesempatan kapal tertentu batal, bila barang-barang tidak
disampalkan pada waktunya, dengan tidak mengurangi hak pengangkut atas ganti
rugi yang diderita karenanya. (KUHperd. 1239 dst., 1246 dst.; KUHD 467, 517g,
741.)
Pasal 517i
Pengangkut harus
menyerahkan barang-barang angkutannya di tempat tujuan, di kapal atau di darat.
Ia wajib
memberitahukan tentang datangnya barang-barang dan tentang cara penyerahannya
kepada mereka yang telah melaporkan diri selaku penerima dan telah menunjukkan
hak mereka. (KUHD 517m.)
Terhadap para
penerima lainnya ia cukup dengan pemberitahuan dengan cara yang lazim. (AB.
15.)
Ketentuan-ketentuan
dalam alinea kedua dan ketiga dalam hal usaha tidak berlaku, bila untuk hal
tersebut keadaan setempat tidak mengizinkan atau tidak ada gunanya. (KUHD 359,
510, 517j, k, 519i.)
Pasal 517J
Barang-barang
yang diserahkan dari kapal harus diterima oleh penerima dari alat pembongkar
yang digunakan oleh pengangkut, begitu hal itu diberitahukan oleh pengangkut
kapal untuk diserahkan.
Bila penerima
pada saat termaksud dalam alinea yang lalu tidak memulai dengan penerimaannya,
atau setelah memulainya, tidak melanjutkannya dengan tertib dan dengan
kecepatan yang seimbang dengan kemampuan kapal untuk melakukan penyerahan,
pengangkut berwenang untuk membongkar barang-barang itu dan memasukkannya dalam
tongkang-tongkang atau menyimpannya di tempat-tempat yang sesuai untuk itu,
atas beban dan risiko penerima.
Bila pembongkaran
dan penyimpanan yang dimaksud dalam alinea yang lain tidak mungkin dilakukan
atau pengangkut di tempat itu tidak mempunyai perwakilan, nakhoda berwenang
untuk mengangkut terus barang-barang itu. pembongkaran dan penyimpanan
barang-barang itu lalu dilakukan di pelabuhan pelayaran tetap berikutnya, di
mana hal usaha dapat dilakukan paling sesuai dan di mana pengangkut mempunyai
perwakilan, dalam tongkang-tongkang atau dalam tempat tongkang penyimpanan yang
sesuai, semua atas beban dan risiko penerima.
Dalam hal
tersebut pada alinea yang lalu, nakhoda mempunyai juga wewenang bila
dianggapnya hal iz-d penting untuk penerima, untuk menahan barang di kapal dan
menyerahkannya, bila kapalnya singgah lagi di tempat tujuan itu. Hal itu
dilakukan atas risiko penerima, yang dengan demikian di samping biaya angkutan
yang semula harus dibayar, juga biaya angkutan dari tempat tujuan ke pelabuhan
pelayaran tetap dan sebaliknya seperti yang dimaksud dalam alinea ketiga.
Dalam hal-hal
penyimpanan barang-barang, mengangkut terus dan menahannya di kapal, pengangkut
wajib memberitahukan selekasnya kepada para penerima tentang hal usaha, kecuali
bila pemberitahuan dengan cara pasal 517i telah dilakukan. (KUHperd. 1694 dst.;
KUHD 495 dst., 498, 516, 517k, 1, ml s, t, 5 1 9k dst.)
Pasal 517k
Bila pengangkut
di suatu tempat mempunyai perwakilan dan tempat penyimpanan yang sesuai, maka
barang-barang yang harus diserahkan di darat harus diterima di sana - oleh para
penerima tersebut dalam alinea kedua pasal 517i, selambat-lambatnya pada hari
kedua setelah mereka menerima pemberitahuan tentang tibanya atau, bila di
dalamnya ditentukan hari yang lebih kemudian, maka pada hari itulah, - oleh
para penerima selebihnya paling lambat pada hari kedua setelah pemberitahuan
dilakukan atau, bila di dalamnya ditentukan hari yang lebih kemudian, pada hari
itulah, dan bila tidak dikeluarkan pemberitahuan, paling lambat pada hari kedua
setelah pembongkaran di darat.
Bila penerima pada
hari yang ditunjukkan baginya dalam alinea yang lalu tidak memulai dengan
penerimaan atau setelah menerimanya tidak melanjutkannya dengan tertib dan
dengan kecepatan yang pantas, pengangkut berwenang untuk tetap menyimpan
barang-barang itu dalam tempat penyimpanan yang sesuai untuk itu.
Bila pengangkut
tidak mempunyai perwakilan di tempat itu atau tempat penyimpanan yang tidak
sesuai, barang itu harus diterima oleh penerima di darat, segera setelah hal
itu di sana ditunjukkan untuk diterima.
Bila dalam hal
yang terakhir penerima tidak memulai dengan penerimaan pada waktunya, nakhoda
berwenang untuk mengembalikan lagi barang-barang ke kapal dan mengangkutnya
terus ke pelabuhan pelayaran tetap pertama berikutnya, di mana barang-barang
dapat dibongkar dan disimpan secara sesuai dan di mana pengangkut mempunyai
perwakilan, dan membongkarnya di sana ke dalam tongkang-tongkang atau
menyimpannya di tempat yang sesuai untuk itu, semua atas beban dan risiko
penerima.
Dalam hal apa
yang tersebut dalam alinea yang lalu, maka nakhoda juga mempunyai wewenang,
bila ia menganggap hal usaha penting untuk penerima, untuk menahan barangnya di
kapal - setelah menerimanya kembali di kapal - dan menyerahkannya, bila
kapalnya singgah lagi di tempat tujuan itu. Hal itu dilakukan atas risiko
penerima, yang dengan demikian di samping biaya angkutan yang semula harus
dibayar juga biaya angkutan dari tempat tujuan ke pelabuhan pelayaran tetap dan
sebaliknya seperti yang dimaksud dalam alinea keempat, beserta biaya untuk
memuat dan membongkar.
Ketentuan dalam
alinea terakhir pasal 517j di sini berlaku juga. (KUHperd. 1694 dst.; KUHD 495,
498, 516, 517i, 1, ml s, t, 519l dst.)
Pasal 517l
Pengangkut wajib
menghentikan pembongkaran atau penyimpanan yang telah dimulainya secara sepihak
berdasarkan ketentuan pasal-pasal yang lalu, bila penerima masih mau datang
melaporkan diri untuk menerima dan mengambil tindakan yang perlu untuk
secepatnya melaksanakannya. (KUHD 510, 517m, 519m, 520m.)
Pasal 517m
Pada waktu
penerimaan, maka penerima akan berlaku menurut ketentuan-ketentuan yang
diberikan pengangkut mengenai waktu dan caranya, kecuali bila
ketentuan-ketentuan itu sedemikian rupa, sehingga selayaknya tidak dapat
dituntut dari penerima untuk menaatinya. (AB. 15; KUHperd. 1338:1, 1339; KUHD
517i, j, n, o, 519n.)
Pasal 517n
Bila pengangkut
tidak dapat menggunakan wewenangnya untuk membongkar atau menyimpan
barang-barang di tempat tujuan, dan penerimaan yang tidak pada waktunya adalah
akibat dari kelalaian penerima, maka penerima wajib mengganti kerugian yang
diderita pengangkut yang disebabkan olehnya. (KUHperd. 1244 dst.; KUHD 416,
517i dst., 741.)
Pasal 517o
Pengangkut yang
tidak siap untuk menyerahkan barang, jika penerima melaporkan diri untuk
menerimanya sesuai dengan ketentuan di atas, atau menghambat penerimaannya,
wajib mengganti kerugian penerima yang disebabkan penghambatan itu. (KUHperd.
1246 dst.; KUHD 477, 517g, i, j, k, 741.)
Pasal 517p
Biaya angkutan
harus dibayar setelah penyerahan barang pada tempat tujuan.
Namun biaya angkutan
itu tidak harus dibayar untuk barang yang sedemikian rusaknya sehingga tibanya
dalam keadaan tak berharga, kecuali bila kerusakan itu disebabkan oleh
kesalahan pengirim atau oleh sifat, keadaan atau suatu cacat barang itu
sendiri. (KUHperd. 1239, 1243 dst.; KUHD 249, 468, 481, 483 dst., 491, 502,
517q, u, y, 519u, 533i, 741.)
Pasal 517q
Bila telah
dijanjikan, bahwa biaya angkutan harus dibayar di tempat pengiriman atau pada
waktu pengirimannya, maka hal itu hanya dapat ditagih pada pengirimnya dan
menjadi utangnya, juga bila barangnya tidak sampai di tempat tujuan. (KUHperd.
1338 dst.; KUHD 517f dst., 517p, y, 533i.)
Pasal 517r
Kewajiban
pengangkut tidak terhapus karena kapal yang bermuatan barang itu tidak
melanjutkan atau tidak dapat melanjutkan perjalanannya dalam jangka waktu yang
layak; ia harus mengusahakan pengangkutan selanjutnya ke tempat tujuan atas
bebannya. (KUHperd. 1239, 1244, 1338 dst.; KUHD 462, 517g, s, t, y, 519d, 533f,
s.)
Pasal 517s
Perjanjian
pengangkutan terhapus, bila sebelum keberangkatan kapal yang diperuntukkan bagi
pengangkutannya:
1.
peraturan penguasa
menghalangi keluarnya kapal itu;
2.
pengeluaran barang-barang
dari tempat keberangkatan atau pemasukan di tempat tujuan dilarang;
3.
pecah perang, sehingga kapal
atau barang-barangnya menjadi tidak bebas;
4.
pelabuhan keberangkatan atau
tempat tujuan diblokir;
5.
(s.d.u. dg. S. 1940-34.) dilakukan
embargo terhadap kapal atau oleh peraturan penguasa dicabut penguasaan
pengangkut atas ruang kapal yang diperuntukkan bagi pengangkutan barang-barang
itu.
Bila dalam
hal-hal yang disebut dalam nomor 2 dan nomor 3 untuk pembongkaran barang-barang
itu diperlukan pengaturan kembali muatan lainnya untuk seluruhnya atau
sebagian, biayanya dibebankan pada para pemuat barang-barang itu. Di samping
itu mereka juga wajib mengganti kerusakan yang diderita pada muatan lainnya
karena pengaturan kembali. (KUHperd. 1253 dst., 1263, 1265 dst., 1338 dst.,
1444; KUHD 367, 413, 440-20, 464, 506, 517r, t, y, 520a-e, r, 533m, u, y.)
Pasal 517t
Bila setelah
permulaan perjalanan timbul hal-hal yang disebut dalam nomor 2, nomor 3 atau nomor
5 pasal yang lalu, pada pelabuhan tujuan diblokir, kapalnya oleh peraturan
penguasa dihalangi untuk ke luar dari pelabuhan yang disinggahi, atau usaha
diblokir, pengangkut berwenang untuk membongkar barang-barangnya dan
menyimpannya atas beban orang yang berhak di pelabuhan tempat kapal itu berada
atau dalam pelabuhan terdekat yang aman yang dapat dicapainya.
Orang yang berhak
pada pihaknya dapat menuntut penyerahan barang-barangnya di pelabuhan tempat
kapal itu berada, atau di pelabuhan pertama yang dimasuki kapal itu.
Alinea kedua
pasal yang lalu berlaku juga disini. (KUHD 367 dst., 414, 495, 498, 516, 517j,
k, u, y, 519l, 520m, r.)
Pasal 517u
Biaya angkutan
tidak harus dibayar dalam hal-hal dari pasal yang lalu.
Namun bila yang
berhak telah memperoleh manfaat dari pengangkutan itu, hakim atas tuntutan
pengangkut dapat memutuskan, bahwa biaya angkutan harus dibayar, dan menetapkan
jumlahnya secara layak. (KUHD 367 dst., 517p, t, y, 520r.)
Pasal 517u.bis
(s.d.t. dg. S.
1940-34.) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 517s, setiap pihak
dengan pemberitahuan tertulis kepada pihak lawannya dapat menghentikan
perjanjiannya, bila pelaksanaannya terhalang oleh karena suatu peraturan
penguasa yang mencabut seluruhnya atau sebagian dari ruang sebuah kapal atau
lebih yang diperuntukkan bagi pengangkutan barang-barang dari penguasaan
pengangkut, sedangkan pelaksanaannya tidak dapat dimulai kembali dalam waktu
yang layak.
Setelah
berakhirnya perjanjian, pengangkut berwenang untuk membongkar barang-barang dan
menyimpannya atas beban yang berhak di pelabuhan tempat kapal berada, atau di
pelabuhan terdekat yang aman yang dapat dicapainya. yang berhak pada pihaknya
dapat menuntut penyerahan barang-barangnya di pelabuhan tempat kapal itu
berada, atau di pelabuhan pertama yang dimasuki kapal tersebut.
Biaya angkutan
dalam hal yang diatur dalam pasal usaha tidak harus dibayar.
Bila telah
terjadi pengangkutan barang-barang dan yang berhak telah mendapat manfaat
darinya, hakim atas tuntutan pengangkut dapat memutuskan, bahwa biaya angkutan
harus dibayar dan menetapkan jumlahnya secara layak.
Pasal 517v
Pengangkut yang
di tempat yang tidak termasuk dalam dinas tetap yang diselenggarakan olehnya,
menerima barang-barang untuk diangkut atau menerima barang-barang untuk
diangkut ke tempat yang tidak termasuk dalam dinas tetapnya sebagai pengangkut,
juga bila sebagian pengangkutannya tidak lewat laut, bertanggungjawab untuk
seluruh pengangkutan, sesuai dengan hukum yang berlaku terhadap tiap bagian
dari pengangkutan itu.
Bila dalam
perjanjian atau dalam konosemen (konosemen terusan atau konosemen pengangkutan
terusan) yang dikeluarkannya dipersyaratkan, bahwa tanggung-jawab untuk
pengangkutan terbatas sampai pada jurusan dinas pengangkutannya sendiri saja,
maka ia wajib mengusahakan agar pengangkutannya sebelum atau berikutnya
dilakukan sesuai dengan ketentuan -ketentuan perjanjian pengangkutan atau
konosemennya, demikian pula agar surat-surat bukti yang menyatakan hal itu
disampaikan kepada pihak lawannya atau kepada orang yang ditunjuk untuk
menerima surat-surat itu. Bila surat-surat bukti berhubungan dengan
pengangkutan berikutnya, maka daripadanya harus pula ternyata, bahwa
barang-barang di tempat tujuan akhir akan diserahkan kepada orang yang ditunjuk
dalam perjanjian atau kepada pemegang konosemennya. (KUHperd. 1239, 1243 dst.,
1246 dst., 1613; KUHD 89, 468, 504 dst., 517w, y, 741.)
Pasal 517w
Dua orang
pengangkut atau lebih yang menerima barang-barang untuk diangkut, seluruhnya
atau sebagian lewat laut melalui jurusan dinas pengangkutan yang bersambungan,
sebagai pengangkut bertanggung jawab secara tanggung renteng untuk seluruh
angkutannya, sesuai dengan hukum yang berlaku terhadap tiap bagian
pengangkutan.
Bila perjanjian
pengangkutan atau konosemen terusan menentukan mengenai pengangkutan usaha,
bahwa tanggung jawab berbagai-bagai pengangkut terbatas sampai pada jurusan
dinas pengangkutan masing-masing saja, maka tiap pengangkut wajib mengusahakan
agar pengangkutan selanjutnya dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
perjanjian pengangkutan atau Konosemen, begitu pula agar surat-surat buktinya,
yang menyatakan hal itu, disampaikan kepada pihak lawan atau kepada orang yang
ditunjuk untuk menerima surat-surat itu. Dari surat-surat bukti usaha harus
pula ternyata, bahwa barang-barang di tempat tujuan akhir akan diserahkan
kepada orang yang ditunjuk dalam perjanjian atau kepada pemegang konosemen
terusan itu. (KUHperd. 1278 dst.; KUHD 504 dst., 517v, y, 741.)
Pasal 517x
penerima bagaimanapun
juga dapat memungut dari biaya angkutan yang harus dibayar olehnya, ganti rugi
yang diderita pada barang-barang selama pengangkutan, untuk mana biaya angkutan
harus dibayar. Pengangkut yang memungut atau telah memungut biaya angkutan
usaha dapat dituntut untuk membayar kerugian itu. (KUHperd. 1425 dst.; KUHD
517v, w, y.)
Pasal 517y
Pasal-pasal 517f,
517p-517x berlaku baik terhadap pengangkutan lewat laut, dari maupun ke
pelabuhan-pelabuhan Indonesia. (KUHD 517c, d, 520f, t, 533c.)
Sub 3
Pencarteran Menurut Waktu
Pasal 517z
Terhadap carter
menurut waktu untuk pengangkutan barang-barang berlaku pasal-pasal 518-518f.
(KUHD 533n.)
Pasal 518
pencarter
berwenang untuk mengadakan dengan pihak ketiga, baik pencarteran menurut waktu
maupun pencarteran menurut perjalanan, dengan tidak mengurangi
pertanggungjawabannya terhadap yang mencarterkan untuk memenuhi perjanjian yang
diadakan dengannya. (KUHD 453 dst., 460, 518d, h, 533n, g.)
Pasal 518a
Pencarter dapat
menggunakan seluruh ruang kapal yang diperuntukkan bagi pengangkutan barang.
Dalam ruang kapal selebihnya tidak boleh diangkut barang atau penumpang tanpa
izinnya. (KUHD 372, 377, 518b, i, 533n.)
Pasal 518b
Bila dalam
carter-partai daya muat kapal dinyatakan lebih besar daripada yang sebenarnya,
uang carternya dikurangi secara sebanding dan yang mencarterkan di samping itu
wajib mengganti kerugian yang disebabkan oleh itu terhadap pencarter, kecuali
bila pencarter telah mengetahui besar daya muat yang sesungguhnya. (KUHperd.
1246 dst.; KUHD 453 dst., 518a, j, 5330, r.)
Pasal 518c
Dalam batas-batas
yang ditetapkan oleh carter-partai, nakhoda harus menurut perintah-perintah
pencarter dalam segala hal mengenai penerimaan, pengangkutan dan penyerahan
muatan.
Ia berwenang
mengenai hal usaha untuk bertindak atas nama pencarter, kecuali bila untuk
penyelenggaraan usaha pencarter menugaskan orang-orang lain.
Barangsiapa telah
bertindak dengan nakhoda menurut itu, kecuali kepada pencarter, ia dapat juga
menggugat pengusaha kapal. (KUHD 321, 326, 371, 454, 518e, 533n.)
Pasal 518d
Pencarter
berwenang menerima barang-barang pihak ketiga untuk diangkut dengan biaya
angkutan dan syarat-syarat yang dianggapnya pantas.
Bila
konosemen-konosemen yang dikeluarkan untuk barang-barang ditandatangani oleh atau
atas nama nakhoda, pemegang-pemegangnya dapat menggugat baik pengusaha kapal
maupun peneartemya.
Bila karena itu
pengusaha kapal mendapat kewajiban lebih daripada kewajiban yang dibebankan kepadanya
menurut Carter-partainya, maka ia dapat minta ganti rugi dari pencarter. (KUHD
321, 505, 515, 518, 518c, 520g, 533n.)
Pasal 518e
Pencarter tidak
dapat menuntut, agar kapal memuat, membongkar dan lain-lain sebagainya, pergi
ke tempat-tempat yang tidak dapat dicapainya dengan lancar dan berlabuh dengan
aman. (KUHD 518c, 1, 533n.)
Pasal 518f
Bila kapal
dicarter untuk mengadakan satu perjalanan tertentu atau lebih, uang carter
mulai diperhitungkan sejak hari kapal disediakan bagi pencarter di pelabuhan di
mana perjalanan pertama akan dimulai dan kepadanya oleh yang mencarterkan
diberitahu tentang hal itu secara tertulis. Uang carter harus dibayar sampai
dengan hari di mana kapal itu setelah pembongkarannya diserahkan kembali kepada
yang mencarterkan. (KUHD 453, 533n.)
Pasal 518g
Terhadap
pencarteran menurut waktu atas kapal yang memakai bendera Indonesia, sejauh
tidak ada perjanjian lain, berlaku ketentuan-ketentuan paragraf usaha, tanpa
memandang tempat diadakannya pencarteran. (KUHD 310 dst., 533p.)
Sub 4
Pencarteran Menurut perjalanan
Pasal 518h
Dari
perjanjian-perjanjian yang disebut dalam pasal 453, pencarter hanya dapat
mengadakan carter menurut perjalanan dengan pihak ketiga asalkan
carter-partainya memberi wewenang untuk itu kepadanya. (KUHD 454, 518, 518k,
520f, 533n, q.)
Pasal 518i
Pencarter dapat
menggunakan seluruh ruang kapal yang diperuntukkan bagi pengangkutan barang,
bila telah diadakan perjanjian tentang pengangkutan keseluruhan suatu muatan.
Dalam ruang kapal selebihnya tanpa izinnya tidak boleh diangkut barang-barang
atau penumpang. (KUHD 372, 377, 518a, j, x, 519z, 520f, 533o, r.)
Pasal 518j
Bila dalam
carter-partai daya muat kapal atau ruang kapal yang dicarterkan disebutkan
lebih besar daripada yang sesungguhnya, yang mencarterkan wajib mengganti
kepada pencarter kerugian yang disebabkan karena itu, kecuali bila pencarter
telah mengetahui besarnya daya muat yang sesungguhnya; di samping itu uang
carternya dikurangi secara sebanding, bila untuk itu ditetapkan suatu jumlah tetap.
(KUHperd. 1246 dst.; KUHD 454, 518b, i, x, 519z, 520f, 533o,r.)
Pasal 518k
Pencarter
berwenang untuk menerima barang-barang pihak ketiga untuk diangkut dengan
syarat yang ditetapkan dalam carter-partai, dan dengan biaya angkutan yang
dianggapnya pantas.
Bila
konosemen-konosemen yang dikeluarkan untuk barang-barang itu ditandatangani
oleh atau atas nama nakhoda, pemegang-pemegangnya dapat menggugat baik
pengusaha kapal maupun pencarternya untuk mengganti kerugian.
Bila karena itu
pengusaha kapal mendapat kewajiban lebih daripada kewajiban yang dibebankan
kepadanya menurut carter-partainya, maka ia dapat minta ganti rugi dari
pencarter. (KUHD 321, 326, 371, 454, 504 dst., 518d, h, 520f, g.)
Pasal 518l
Pencarter menunjuk
tempat kapal harus berlabuh untuk diberi muatan.
Untuk itu ia
harus menunjuk tempat untuk memuat yang biasa digunakan, yang tersedia dan di
mana kapal itu dapat datang dan tetap berlabuh dengan aman dan lancar. (AB.
15.)
Bila pencarter
menunjuk berturut-turut lebih dari satu tempat untuk memuat, biaya angkutan
tambahan, termasuk juga ganti rugi karena kehilangan waktu, dibebankan
kepadanya. (KUHperd. 1246 dst.; KUHD 518e, m, q, r, t, 519g, 533n, q.)
Pasal 518m
Bila pencarter
lalai untuk menunjuk hal itu pada waktunya, atau para pencarter, bila lebih
dari seorang, tidak mendapat kata sepakat dalam penunjukan, yang mencarterkan
bebas untuk memilih sendiri tempat muatnya. Dalam hal usaha ia wajib memilih
tempat-tempat yang biasa digunakan. (AB. 15; KUHD 416, 518e, 1, y, 519a, 520e,
533q.)
Pasal 518n
Barang tidak
boleh dimuat di atas geladak atau perahu-perahu tanpa izin pencarter. (KUHD
468, 520i, 733, 737; S. 1927-34.)
Pasal 518o
Pencarter harus
membawa barang-barang yang harus dimuat ke dekat kapal dan menempatkannya pada
alat-alat pemuat yang harus disediakan oleh yang mencarterkan. (KUHD 518n, p,
q, r, 520i.)
Pasal 518p
Yang mencarterkan
wajib menerima barang-barang yang diantarkan untuk dimuat, secepat penataan
kapal mengizinkan.
Bila pada waktu
pemuatan ia menyebabkan hambatan, maka ia wajib mengganti kerugian terhadap
pencarter. (KUHperd. 1246 dst.; KUHD 518o, r, w, 520i.)
Pasal 518q
Yang mencarterkan
memberitahukan kepada pencarter secara tertulis tentang hari siapnya kapal di
tempat muat untuk dimuati.
Waktu muat mulai
pada hari itu, akan tetapi tidak sebelum hari pertama setelah pemberitahuan.
(KUHD 5181, o, 520h, i.)
Pasal 518r
Bila waktu muat
tidak ditentukan dalam carter-partai, yang berlaku adalah waktu selama pemuatan
dapat selesai, bila barang-barang selama jam-jam kerja biasa dan dengan cara
yang lazim di tempat itu dibawa ke dekat kapal, dengan kecepatan yang
memungkinkan secara layak menurut keadaan yang ada dan kemampuan kapal
mengizinkan untuk menerimanya. (AB. 15; KUHperd. 1338 dst.; KUHD 454, 518o, p,
u.)
Pasal 518s
Bila pencarter
tidak dapat mengadakan muatan yang telah diperjanjikan, dengan pemberitahuan
tertulis kepada pihak lawan atau wakilnya ia dapat memutuskan perjanjian itu,
asalkan pemuatannya belum dimulai. ia wajib mengganti kerugian kepada yang
mencarterkan yang disebabkan oleh pemutusan itu. (KUHperd. 1239, 1243, 1246
dst., 1266, 1338 dst.; KUHD 518o, t, x, 519, 519a, 520b.)
Pasal 518t
Bila sampai lewat
waktunya untuk memuat belum dimulai dengan mengantarkan barang-barang untuk
dimuatkan dan tidak dipersyaratkan hari-hari berlabuh tambahan, maka yang
mencarterkan dapat menganggap perjanjian dibatalkan, asalkan ia memberitahukan
hal itu secara tertulis kepada pihak lawan. Dalam hal usaha ia mempunyai hak
atas penggantian bea berlabuh tambahan dan kerugian yang dideritanya karena
pemutusan itu. (KUHperd. 1238, 1239, 1243 dst., 1246k dst., 1266 dst.; KUHD
518r, s, u, v, x.)
Pasal 518u
Bila
dipersyaratkan hari berlabuh tambahan, setelah lewat waktu muat, maka yang
mencarterkan masih harus menunggu sampai hari berlabuh tambahan lewat.
Setelah hari
berlabuh tambahan lewat, bila barang-barang belum diantarkan juga, yang
mencarterkan dapat bertindak menurut cara yang ditunjukkan dalam pasal yang
lalu. Dalam hal usaha ia mempunyai hak atas bea berlabuh tambahan dan
penggantian kerugian. (KUHperd. 1238 dst., 1243 dst., 1246 dst.; KUHD 518v-y,
519p.)
Pasal 518v
Bila
carter-partai menentukan hari berlabuh tambahan, akan tetapi tidak ditetapkan
tentang bea berlabuh tambahan, maka bila ada perselisihan, hal itu ditetapkan
oleh hakim menurut kelayakan.
Bila
carter-partai menentukan bea berlabuh tambahan, akan tetapi tidak ditetapkan
tentang jumlah hari berlabuh tambahan, maka jumlah usaha dianggap sebanyak 8
hari. (KUHD 454, 518t, 519g.)
Pasal 518w
Bila jumlah hari
berlabuh atau hari berlabuh tambahan ditetapkan dalam carter-partai, dalam
perhitungan mengenai itu hari-hari di mana yang mencarterkan lalai atau
terhalang untuk menerima muatan, tidak ikut dihitung. (KUHD 454, 518p, u.)
Pasal 518x
Bila waktu muat
sudah lewat atau bila hari-hari berlabuh tambahan yang dipersyaratkan sudah
lewat pula, muatan hanya diantarkan sebagian, maka tanpa menunggu lebih lama
lagi, yang mencarterkan dapat memulai perjalanan. ia berwenang untuk menerima
barang-barang dari orang lain (muatan tambahan) untuk diangkut mengganti bagian
muatan yang kurang.
Pencarter wajib
mengganti kerugian yang diderita oleh yang mencarterkan, oleh karena jumlah
muatan yang diperjanjikan hanya diadakan sebagian, demikian pula untuk membayar
bea berlabuh tambahan, bila dipersyaratkan hari-hari berlabuh tambahan.
Bila sebagai uang
carter ditentukan jumlah yang pasti, hal usaha tetap harus dibayar seluruhnya
dengan pemotongan biaya angkutan untuk muatan tambahan yang sekiranya dimuat.
(KUHperd. 1246 dst.; KUHD 518, r-v, z, 519x, z, 520d.)
Pasal 518y
Bila ada
pencarter lebih dari satu orang, masing-masing mereka yang menggunakan
hari-hari berlabuh tambahan yang dipersyaratkan, wajib membayar bea berlabuh
tambahan kepada yang mencarterkan, dengan tidak mengurangi hak-haknya kepada
orang yang sekiranya telah menghalanginya untuk mengantarkan barang-barang
untuk dimuat sebelum permulaan hari-hari berlabuh tambahan. (KUHD 518m, o, u,
v, 519a.)
Pasal 518z
Atas tuntutan
pencarter, yang mencarterkan wajib memulai perjalanan dengan sebagian muatan
yang diperjanjikan, asalkan pencarter memberi janji kaninan untuk segala
sesuatu yang seharusnya dapat dituntut oleh yang mencarterkan dalam hal
pengangkutan seluruh muatan yang diperjanjikan.
Bila timbul
perselisihan tentang jumlah atau sifat jaminan yang harus diberikan, maka hal
usaha diputuskan oleh ketua raad van justitie, bila ada dalam kabupaten tempat
pemuatan, atau kalau ia tidak ada, oleh residentierechter, atau jika ia tidak
ada, oleh kepala pemerintahan Daerah setempat, bagaimanapun atas permohonan
pihak yang paling bersedia, setelah mendengar atau setelah pemanggilan dengan
cukup pihak lawan atau wakilnya. (KUHperd. 1338 dst.; KUHD 518x; Rv. 513.)
Pasal 519
Juga setelah
muatan yang diperjanjikan sebagian atau seluruhnya dimuat, selama kapal belum
berangkat, pencarter dapat memutuskan perjanjian, asalkan ia memberi jaminan
untuk biaya-biaya pembongkaran kembali dan untuk penggantian semua kerugian
yang mungkin dapat diderita oleh yang mencarterkan karena pemutusan perjanjian
itu.
Alinea kedua
pasal yang lalu, dalam hal usaha berlaku. (KUHperd. 1246, 1338 dst.; KUHD 518z,
519a, 520j.)
Pasal 519a
Bila ada lebih dari
satu orang pencarter, maka tidak seorang pun dari mereka dapat memutuskan
perjanjian, bila karena itu keberangkatan kapal terlambat, kecuali bila yang
lainnya memberikan izin. (KUHD 518m, s, y, 519.)
Pasal 519b
Yang mencarterkan
wajib segera memberangkatkan kapal setelah pemuatan selesai, dan
menyelenggarakan perjalanan dengan kecepatan yang pantas.
Ia wajib
mengganti kerugian, bila karena kesalahannya atau kesalahan orang yang
dipekerjakannya, kapal disita atau ditahan. (KUHperd. 1224 dst., 1366 dst.;
KUHD 342 dst., 519c, 520f, k, 533q, 642, 741; Rv. 559 dst., 714; KUHp 449,
453.)
Pasal 519c
Pencarter yang
karena kesalahannya menyebabkan kapal ditahan, wajib mengganti kerugian baik terhadap
yang mencarterkan maupun terhadap lain-lainnya yang berkepentingan pada
muatannya. (KUHperd. 1246 dst.; KUHD 519b, 520f, k, 533g.)
Pasal 519d
Bila kapal karam
atau mendapat kerusakan sedemikian rupa, sehingga dalam waktu yang layak tidak
dapat diperbaiki atau tidak pantas diperbaiki, hapuslah perjanjian pencarteran,
kecuali bila yang mencarterkan bersedia untuk mengusahakan atas biaya sendiri
membawa muatan pada kesempatan lain ke tempat tujuannya.
Ia wajib memberi
pernyataan dalam waktu yang pantas. (KUHperd. 1444 dst.; KUHD 462, 517r, 519e,
f, u, v, 520f, k, s, 701-61.)
Pasal 519e
Bila kapal tidak
dapat menyelesaikan perjalanan karena sejak permulaan tidak laik laut dan tidak
sesuai untuk perjalanan, maka yang mencarterkan wajib mengganti kerugian
terhadap pencarter. (KUHperd. 1246 dst.; KUHD 519d, 520f, k, 533q, x, 741.)
Pasal 519f
Bila seluruh
muatan di tengah perjalanan dijual karena rusak, hapuslah perjanjian carter,
dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 519x. (KUHD 37 13, 468, 519d, 520f,
637, 646.)
Pasal 519g
Pencarter
menunjukkan tempat di mana kapal harus dibongkar.
Untuk itu ia
harus menunjukkan tempat pembongkaran yang biasa digunakan, di mana kapal dapat
masuk dan berlabuh dengan aman dan lancar.
Bila pencarter
menunjuk lebih dari satu tempat pembongkaran berturut-turut, maka biaya untuk
angkutan tambahan yang meliputi juga penggantian kerugian karena kehilangan
waktu, adalah menjadi tanggungan pencarter. (AB. 15; KUHperd. 1246 dst.; KUHD
518e, 1, 519h, 533q.)
Pasal 519h
Bila pencarter
lalai memberikan penunjukan pada waktunya, atau para pencarter, bila ada lebih
dari satu orang, tidak mendapat kata sepakat dalam penunjukan, yang
mencarterkan bebas memilih sendiri tempat pembongkaran. Dalam pada itu ia wajib
memilih tempat pembongkaran yang biasa digunakan. (AB. 15; KUHD 518e, in, 5201,
533q.)
Pasal 519i
Bila kapal telah
tiba di tempat pembongkaran dan telah siap untuk penyerahan muatannya, yang
mencarterkan memberitahukan hal itu kepada pencarter atau wakilnya. Di samping
itu pengusaha kapal wajib memberitahukan hal itu dengan cara yang biasa
digunakan, bila konosemen-konosemen yang dikeluarkan untuk barang-barang yang
dimuat ditandatangani oleh atau atas nama nakhoda.
Ketentuan-ketentuan
pasal ini tidak berlaku di sini, bila keadaan setempat tidak memungkinkan
pemberitahuan ini, atau hal itu tidak akan bermanfaat. (AB. 15; KUHD 320, 505,
517i, 518k, 519g, h, k, 1, s, t.)
Pasal 519j
Yang mencarterkan
wajib menyerahkan barang-barang secepatnya sesuai dengan yang dimungkinkan oleh
tatanan kapalnya.
Bila ia
menghalangi pencarter untuk penerimaan barang-barang, maka ia wajib mengganti
kerugian. (KUHperd. 1246 dst.; KUHD 519t, 52(ln, 741.)
Pasal 519k
Pencarter harus
menerima barang-barangnya dari alat pembongkar yang harus diselenggarakan oleh
yang mencarterkan. ia wajib memulainya pada hari pertama setelah menerima
pemberitahuan dimaksud dalam pasal 519i, dan melanjutkannya secepatnya seperti
selayaknya dimungkinkan oleh keadaan yang ada dan diizinkan oleh kemampuan
kapal.
Bila
pemberitahuan berdasarkan ketentuan dalam alinea terakhir pasal 519i tidak
diadakan, pencarter harus menerima barang-barang, segera setelah diajukan oleh
kapal untuk penyerahannya. (KUHperd. 1374'; KUHD 517j, 519g, h, 1-n, s, t,
520m.)
Pasal 519l
Bila pencarter
tidak memenuhi ketentuan dalam pasal yang lalu, yang mencarterkan berwenang
untuk membongkar barang-barang ke dalam tongkang atau tempat penyimpanan yang
sesuai untuk itu atas beban dan risiko pencarter.
Bila pembongkaran
atau penyimpanan termaksud dalam alinea yang lain tidak mungkin, nakhoda
berwenang untuk mengangkut terus barang-barang itu. pembongkaran dan
penyimpanan barang itu dilakukan dalam pelabuhan, yang paling sesuai untuk
dilakukan di kapal-kapal kecil atau di tempat penyimpanan yang sesuai, semuanya
atas biaya dan risiko penerima.
Dalam hal
penyimpanan atau pengangkutan terus, yang mencarterkan wajib secepatnya
memberitahukan hal itu kepada pencarter dan para pemegang konosemen, kecuali
bila telah dilakukan pemberitahuan dengan cara seperti dimaksud dalam pasal
519i. (KUHperd. 1694 dst.; KUHD 495, 498, 516, 517j, k, t, 519k, m, o, q, r, s,
t.)
Pasal 519m
Yang
mencarterkan, yang menggunakan wewenang termaksud dalam alinea pertama pasal
yang lalu, wajib menghentikan pembongkaran dan penyimpangannya, bila pencarter
memberitahukan bersedia menerima dan mengambil tindakan-tindakan yang perlu
untuk menyelenggarakannya secepatnya. (KUHD 510, 5171, 519s, t, 520m.)
Pasal 519n
Pada waktu
penerimaan, pencarter akan menuruti peraturan-peraturan yang mencarterkan
mengenai waktu dan cara penerimaan, kecuali bila peraturannya adalah sedemikian
rupa, sehingga selayaknya tidak dapat dituntut dari pencarter untuk menaatinya.
(AB. 15; KUHperd. 1338 3, 1339; KUHD 517m, 519i-m, o, s, t, 520n.)
Pasal 519o
Bila yang
mencarterkan tidak dapat menggunakan wewenangnya untuk membongkar atau
menyimpan di tempat tujuannya, maka pencarter wajib mengganti kerugian
kepadanya yang disebabkan karena penerimaan yang tidak dilakukan pada waktunya.
(KUHperd. 1246 dst.; KUHD 416, 517n, 519k, 1, r, s, t, 520m, 741.)
Pasal 519p
Bila dalam
carter-partai dipersyaratkan jumlah tertentu hari-hari berlabuh atau hari-hari
berlabuh tambahan, yang mencarterkan baru boleh memulai pembongkaran,
penyimpanan atau pengangkutan terus, bila setelah hari-hari itu berlalu dan
barang-barang masih ada di kapal.
Dalam
penghitungan hari-hari itu, tidak diikutkan hari-hari pada waktu mana yang
mencarterkan lalai atau terhalang untuk menyerahkan muatan. (KUHD 454, 518u, w,
519j, 1, r, s, t, 520o, p.)
Pasal 519q
Untuk hari-hari
berlabuh tambahan pencarter harus membayar bea berlabuh tambahan yang
diperjanjikan. Bila carter-partai tidak menentukan bea berlabuh tambahan, maka
bila ada perselisihan, hal usaha ditetapkan oleh hakim sebagaimana layaknya.
Bila
carter-partai menentukan bea berlabuh tambahan, akan tetapi tidak ditetapkan
jumlah hari berlabuh tambahan, maka jumlah usaha dianggap 8 hari. (KUHD 454,
518 dst., 519s, 520p.)
Pasal 519r
Bila setelah
hari-hari berlabuh atau hari-hari berlabuh tambahan yang diperjanjikan masih
ada barang-barang di dalam kapal, maka pencarter wajib mengganti kerugian
akibat kelambatan itu kepada yang mencarterkan. (KUHperd. 1239 dst., 1243 dst.,
1246 dst., 1338 dst.; KUHD 416, 519p, q, s, t, 741.)
Pasal 519s
Bila untuk
barang-barang yang dimuat, dikeluarkan konosemen-konosemen yang ditandatangani
oleh atau atas nama pengusaha kapal atau oleh atau atas nama nakhoda, yang
menunjuk pembongkarannya kepada carter-partainya, maka berlaku untuk para
pemegang konosemen yang memberitahukan kesediaannya untuk menerima barang yang
menjadi haknya, ketentuan dalam pasal-pasal 519k-519r, dengan tidak mengurangi
perubahan dalam pasal 519k yang tersebut dalam alinea berikut.
Tiap pemegang
konosemen wajib memulai penerimaan, segera bila barang tersedia untuknya, akan
tetapi tidak sebelum hari pertama berikut setelah pemberitahuan termaksud dalam
pasal 519i alinea pertama, pada hari apa pun hari berlabuh yang disepakati
dalam carter-partai mulai. Bila tidak diadakan pemberitahuan berdasarkan
ketentuan dalam alinea terakhir pasal 519i, tiap pemegang konosemen wajib
memulai penerimaan segera bila barang tersedia untuknya, hari-hari berlabuh
yang disepakati dalam carter tanpa memandang pada hari apa partai mulai.
Para pemegang
konosemen yang barang-barangnya masih ada di kapal, bertanggung jawab secara
tanggung renteng terhadap yang mencarterkan untuk bea berlabuh tambahan dan
untuk penggantian kerugian, bila dalwn carter-partai disepakati suatu jumlah
tertentu hari-hari berlabuh atau hari-hari berlabuh tambahan. Terhadap sesama
mereka sendiri para pemegang konosemen semua wajib menyelenggarakan penerimaan
dengan cara yang dinyatakan dalam pasal 519k. Barangsiapa yang dengan
melalaikan usaha, merintangi orang lain untuk mengambil barang-barang pada
waktunya, wajib terhadap orang itu mengganti kerugian. (KUHperd. 1246 dst.,
1278 dst. 1365; KUHD 320, 341', 341d, 454, 505, 510 dst., 519t, 520q, s, 741.)
Pasal 519t
Tiap ruang kapal
yang untuknya diadakan perjanjian carter tersendiri, untuk penerapan
pasal-pasal 519i-519s dianggap tersendiri. (KUHD 453 3 , 518h.)
Pasal 519u
Untuk
barang-barang yang diserahkan di tempat tujuan dari kapal yang dicarter, atau
dalam hal tersebut pada pasal 519d diantarkan di sana atas biaya yang
mencarterkan, harus dibayar biaya angkutan sepenuhnya.
Namun tidak perlu
dibayar biaya angkutan untuk barang yang sedemikian rusak, sehingga tiba dalam
keadaan tidak berharga, kecuali bila kerusakan itu disebabkan oleh kesalahan
pengirim atau oleh karena sifat, keadaan atau suatu cacat barang itu sendiri.
(KUHperd. 1239 dst., 1244 dst.; 1444; KUHD 91, 468, 491, 502, 517p, 519v-z,
520f, r, 741.)
Pasal 519v
Dengan tidak
mengurangi ketentuan dalam pasal-pasal 519w-519y, tidak harus dibayar biaya
angkutan untuk barang-barang yang tidak diantarkan di tempat tujuan atau yang
diantarkan ke sana tidak dengan kapal yang dicarter, kecuali dalam hal tersebut
pada pasal 519d. (KUHD 519u, z, 520f, r.)
Pasal 519w
Biaya angkutan
sepenuhnya harus dibayar untuk barang-barang yang oleh pencarter diminta
kembali di tengah perjalanan. yang mencarterkan di samping itu mempunyai hak
atas pembayaran untuk apa yang dapat ditagih olehnya karena kerusakan umum atau
atas dasar lain atau jaminan untuk itu, beserta penggantian semua biaya untuk
penyerahan, dan untuk kerugian yang mungkin diderita olehnya.
Ia tidak wajib
menyerahkannya, bila perjalanannya akan terhambat karenanya. (KUHperd. 1246
dst.; KUHD 472 dst., 477, 479, 491, 493 dst., 509, 511, 519, 519a, x, 520f, r, 696
dst.)
Pasal 519x
Tidak harus
dibayar biaya angkutan untuk barang-barang yang dijual di tengah perjalanan,
karena kerusakannya tidak mengizinkan untuk pengangkutan lebih lanjut, kecuali
bila penjualannya menghasilkan keuntungan bagi pencarter, yang dalam hal itu
jumlah biaya angkutan yang harus dibayar ditetapkan oleh hakim menurut
layaknya.
Yang mencarterkan
mempunyai hak untuk mengambil barang-barang lain (muatan tambahan) sebagai
pengganti muatan yang dijual itu. Biaya angkutan muatan tambahan menjadi
haknya. (KUHD 371, 518i, x, 519f, v, z, 520d, f, r, 646.)
Pasal 519y
Untuk
barang-barang yang berdasarkan pasal 357 dipakai oleh nakhoda atau dilempar ke
laut, harus dibayar biaya angkutan sepenuhnya, kecuali bila ada alasan yang
dapat diterima, bahwa hal usaha tidak akan harus dibayar seandainya nakhoda
tidak berbuat apa-apa terhadap barang-barang itu. (KUHD 519v, 520f, r, 699-2',
729 dst., 739 dst.)
Pasal 519z
Bila untuk biaya
angkutan ditentukan jumlah yang pasti, maka jumlah usaha dikurangi secara
sebanding, bila untuk sebagian barang-barang yang dimuat tidak harus dibayar
biaya angkutan berdasarkan yang ditentukan dalam pasal 519u, alinea kedua, 519v
dan 519x. (KUHD 520f.)
Pasal 520
Apa yang sebelum
penyerahan barang-barang di tempat tujuan telah dibayarkan oleh pencarter untuk
diperhitungkan kemudian dan bila tidak diperjanjikan kebalikannya, dianggap
sebagai uang muka atas biaya angkutan yang seluruhnya atau sebagian harus
dikembalikan, jika ternyata tidak harus dibayar atau harus dibayar sampai
jumlah yang lebih kecil.
Dianggap, bahwa
diperjanjikan kebalikannya, bila diberikan uang muka yang dibebani dengan premi
untuk asuransi. (KUHD 491, 519u, v, 520f, r.)
Pasal 520a
(s.d.t. dg. S.
1940-34.) Bila karena tindakan yang diambil oleh penguasa terhadap kapal atau
karena pecah perang, sehingga kapal menjadi tidak bebas, perjalanan tidak dapat
dimulai dalam waktu yang layak, atau tidak dapat dilanjutkan setelah dimulai,
masing-masing pihak dengan pemberitahuan tertulis kepada pihak lawan dapat memutuskan
perjanjian. Hal yang sama berlaku, bila oleh tindakan dari penguasa, ruang
kapal yang dicarterkan dicabut dari penguasaan yang mencarterkan.
Bila pada waktu
itu kapal tidak berada dalam suatu pelabuhan dan dimuati, yang mencarterkan
wajib menyuruh kapal untuk singgah di pelabuhan aman yang pertama dapat dicapai
dan membongkar muatan di sana.
Semua biaya
pembongkaran menjadi tanggungan yang mencarterkan. (KUHD 367, 369 nomor 21, 3-,
51, 4203 , 421', 464, 517s, 520b-f, 533m, U, y.)
Pasal 520a.bis
(s.d.t. dg. S.
1940-34.) Bila sebagai uang carter ditetapkan suatu jumlah yang tetap, maka
usaha dikurangi secara sebanding, bila oleh tindakan penguasa sebagian dari
ruang kapal yang dicarterkan dicabut dari penguasaan yang mencarterkan.
Pasal 520b
Bila sebelum
pemuatan dimulai, pengangkutan barang-barang yang diuraikan dalam carter-partai
terhalang oleh tindakan penguasa atau karena pecah perang, barang-barang
menjadi tidak bebas, maka pencarter berwenang untuk mengajukan barang-barang
lain untuk diangkut sebagai pengganti barang-barang tersebut, asalkan
pengangkutan barang-barang itu bagi yang mencarterkan tidak mendatangkan beban
yang lebih berat.
Bila pencarter
tidak menggunakan wewenang usaha, maka masing-masing pihak memberitahukan
dengan tertulis kepada pihak lawan dapat memutuskan perjanjian itu. (KUHD 3913,
3943, 491-1 nomor 41, 51, 4203, 4211, 464, 517s, 520a, c-f,,533m, u, y.)
Pasal 520c
Bila
keadaan-keadaan yang disebut dalam pasal yang lain timbul setelah pemuatan
dimulai, maka para pihak dengan pemberitahuan tertulis kepada pihak lawan dapat
memutuskan perjanjian.
Bila pada waktu
itu kapal tidak berada dalam pelabuhan, yang mencarterkan wajib menyuruh kapal
untuk singgah di pelabuhan aman yang pertama dapat dicapai dan membongkar
muatan di sana.
Semua biaya
pembongkaran menjadi tanggungan pencarter. (KUHD 367, 3913, 3943, 419-2 nomor
41, 51, 4203@1,21', 464, 517s, 520a, b, d-f, 533m, u, y.)
Pasal 520d
Bila tindakan
yang diambil hanya mengenai sebagian muatan atau bila hanya sebagian yang
menjadi tidak bebas, maka yang mencarterkan dapat mulai membongkar bagian itu
dan pencarter yang bersangkutan meminta pembongkarannya. Semua biaya untuk
pembongkaran yang meliputi biaya untuk singgah pada suatu pelabuhan bila perlu,
menjadi tanggungan pencarter.
Yang mencarterkan
berhak menerima barang-barang dari orang lain, sebagai pengganti barang-barang
yang dibongkar, dan menerima biaya angkutannya. (KUHD 39 13 , 3943, 464, 517s,
520a-c, e, f, 533m, u, y.)
Pasal 520e
Untuk barang-barang
yang dibongkar menurut ketentuan-ketentuan pasal-pasal 520a, 520c dan 520d atau
tidak dimuatkan menurut ketentuan alinea kedua pasal 520b, lazimnya tidak perlu
dibayar biaya angkutan.
Namun bila
pencarter telah mendapat keuntungan dari pengangkutan barang-barang itu, atau
untuk pelaksanaan perjanjian pencarteran itu telah dilakukan perjalanan, yang
untuk itu tidak diterima biaya angkutan, atau keadaan-keadaan lain yang menurut
pertimbangan hakim memberi alasan untuk hal itu, alas permohonan yang mencarterkan,
hakim dapat memutuskan, bahwa harus dibayar biaya angkutan dan menetapkan
jumlahnya menurut kelayakan. (KUHD 519x, 520f, 533u.)
Pasal 520f
pasal-pasal
518h-518k, 519b-519f dan 519u-520e berlaku di sini, bila perjanjian pencarteran
mengenai baik kapal yang memakai bendera Indonesia, maupun pengangkutan barang
-barang dari atau ke pelabuhan Indonesia. (KUHD 517c, d, y, 520t, 533c.)
Sub 5
Pengangkutan Barang-barang Potongan
Pasal 520g
Pengangkutan
barang-barang potongan berarti pengangkutan berdasarkan perjanjian lain
daripada perjanjian pencarteran.
Terhadap
pengangkutan barang-barang potongan, selama hal usaha tidak dilakukan dengan
kapal-kapal pelayaran tetap, berlaku ketentuan berikut. (KUHD 453, 466, 517e
dst.)
Pasal 520h
Pengangkut
menentukan tempat dan berapa lama kapalnya berlabuh untuk pemuatan.
Bila waktu
berlabuh untuk pemuatan tidak diberitahukan lebih dahulu, setiap pengirim dapat
menuntut agar kapalnya berangkat, setelah lalunya 3 minggu sejak
barang-barangnya dimuat, atau bila pengangkut tidak bersedia untuk itu,
menuntut agar barang-barangnya dibongkar kembali atas biaya pengangkut. (KUHD
509, 520i.)
Pasal 520i
Pengirim harus
mengantarkan barang-barang untuk dimuat, segera bila pengangkut memintanya. ia
tidak wajib memuatkan barang-barang yang tidak diantarkan pada waktunya, dan
berhak atas penggantian kerugian, bila kapal berangkat tanpa barang-barang itu.
Ketentuan-ketentuan
pasal-pasal 518n-518p berlaku juga di sini juga. (KUHperd. 1246 dst.; KUHD
520h, j.)
Pasal 520j
Selama kapal
belum berangkat, pengirim dapat meminta agar barang-barangnya dibongkar
kembali, asalkan keberangkatan kapal tidak terhambat karenanya.
Ia wajib membayar
biaya angkutan beserta biaya penyusunan kembali muatan lainnya, bila sekiranya
perlu.
Kerugian pada
muatan lainnya yang disebabkan oleh penyusunan kembali harus diganti olehnya.
(KUHperd. 1246 dst.; KUHD 359, 519, 519w, 520h.)
Pasal 520k
Ketentuan-ketentuan
pasal-pasal 519b-519e di sini berlaku juga, (KUHD 520t.)
Pasal 520l
Pengangkut
menunjukkan tempat kapal dibongkar. ia wajib menunjukkan tempat pembongkaran
yang biasa digunakan dan memberitahukan dengan cara yang lazim kedatangan
kapalnya di tempat pembongkaran itu. Kewajiban pemberitahuan usaha dihapus,
bila keadaan setempat tidak memungkinkan atau hal itu tidak berguna. (AB. 15;
KUHD 517i; 518m, 519g, h, i, 520m.)
Pasal 520m
Mulai hari
pertama berikut pada pemberitahuan itu, penerima-penerima harus mengambil
barang mereka dari tempat alat-alat pembongkaran yang harus diadakan oleh
pengangkut. Masing-masing mereka wajib memulainya, segera bila pengangkut telah
siap untuk menyerahkan barang-barang yang diperuntukkan bagi mereka, dan
melanjutkan hal itu dengan secepat mungkin dengan mengingat keadaan yang ada
dan kemampuan kapal itu mengizinkan untuk penyerahan.
Bila
pemberitahuan berdasarkan ketentuan dalam alinea terakhir pasal yang lalu tidak
diadakan, penerima harus menerima barang-barangnya segera setelah diajukan oleh
kapal untuk penyerahan.
Bila penerima
tidak menaati ketentuan dalam alinea pertama atau kedua, pengangkut berwenang
untuk membongkar barang-barang itu ke dalam tongkang atau di tempat penyimpanan
yang sesuai untuk itu, atas biaya dan risiko penerima.
Bila pembongkaran
dan penyimpanan yang dimaksud dalam alinea yang lalu tidak mungkin dilakukan,
maka nakhoda berwenang untuk mengangkut terus barang-barang itu. pembongkaran
dan penyimpanan barang itu lalu dilakukan di pelabuhan, yang paling sesuai di
kapal-kapal kecil atau di tempat penyimpanan yang sesuai pula, semua atas biaya
dan risiko penerima.
Dalam hal
penyimpanan atau pengangkutan terus, pengangkut wajib secepatnya memberitahukan
hal itu kepada penerima, kecuali bila telah dilakukan pemberitahuan seperti
yang diatur dalam pasal 5201.
Pengangkut yang
menggunakan wewenang yang diberikan dalam alinea ketiga, wajib menghentikan
pembongkaran atau penyimpanan itu, bila penerima masih mau memberitahukan
kesediaannya untuk menerima dan mengambil tindakan untuk menyelenggarakan
penerimaan itu dengan kecepatan yang menjadi syaratnya. (KUHperd. 1694 dst.;
KUHD 495, 498, 510, 516, 517j, k, 1, t, 519k, 1, m, n, 5201, q, s.)
Pasal 520n
Ketentuan-ketentuan
pasal-pasal 519j, 519n dan 519o di sini berlaku juga. (KUHD 520s.)
Pasal 520o
Bila dalam
konosemen ditetapkan suatu jumlah tertentu tentang hari berlabuh atau hari
berlabuh dengan hari berlabuh tambahan, pengangkut haru boleh memulai
pembongkaran, penyimpanan dan pengangkutan terus barang-barang yang disebut
dalam konosemen, bila setelah lewat hari-hari itu seluruhnya atau sebagian
barang-barang masih ada di dalam kapal.
Bila ketentuan
tentang jumlah hari berlabuh atau hari berlabuh dengan hari berlabuh tambahan
itu berkenaan dengan pembongkaran seluruh muatan, maka hari-hari berlabuh itu
mulai berlaku pada hari pertama berikut pada pemberitahuannya, yang diatur
dalam pasal 5201. Bila tidak diadakan pemberitahuan berdasarkan alinea kedua
pasal 5201, maka hari-hari berlabuh ku mulai berlaku pada hari pertama berikut
pada hari tibanya kapal itu.
Bila ketentuan itu
semata-mata mengenai pembongkaran barang-barang yang disebut dalam konosemen,
maka hari-hari berlabuh itu tidak mulai berlaku lebih awal daripada hari ketika
pengangkut itu siap untuk penyerahan barang-barang itu. (KUHD 504, 519m, p,
520q, s.)
Pasal 520p
Ketentuan-ketentuan
pasal-pasal 519p alinea kedua, 519q dan 519r di sini berlaku juga. (KUHD 520s.)
Pasal 520q
Pemegang-pemegang
konosemen yang ada ketentuannya tentang jumlah hari berlabuh atau hari berlabuh
dengan hari berlabuh tambahan yang berhubungan dengan pembongkaran seluruh
muatan, bila mereka mempergunakan hari-hari berlabuh tambahan, bertanggung
jawab secara tanggung renteng tentang penggantian kerugian termaksud dalam
pasal 519r, masing-masing selama masih ada barang-barang yang diperuntukkan
baginya di kapal.
Terhadap sesama
mereka sendiri, mereka wajib menyelenggarakan penerimaan dengan cara yang
disebutkan dalam pasal 520m. Barangsiapa yang dengan lalaikan hal usaha
menghalangi orang lain untuk menerima barang-barangnya pada waktunya, wajib
mengganti kerugian kepadanya. (KUHperd. 1246 dst., 1278 dst., 1365; KUHD 519s,
520o, s, 741.)
Pasal 520r
(s.d.u. dg. S.
1940-34.) Ketentuan-ketentuan pasal-pasal 519u-519y, 520, 517s-517u bis di sini
berlaku juga. (KUHD 520t.)
Pasal 520s
Bila dengan
sebuah kapal dilakukan pengangkutan barang-barang untuk melaksanakan perjanjian
pencarteran dan untuk barang-barang yang dimuat dikeluarkan konosemen-konosemen
yang ditandatangani oleh atau atas nama pengusaha kapal atau oleh atau atas
nama nakhodanya, yang mengenai pembongkarannya tidak menunjuk kepada
carter-partai, maka berlaku mengenai pembongkarannya ketentuan dalam
pasal-pasal 520n-520q. (KUHD 321, 33 , 3411, 341d, 504 dst., 511, 518d, k,
519s, 520t.)
Pasal 520t
Pasal-pasal 520k,
520r dan 520s berlaku baik terhadap pengangkutan lewat laut dari maupun
pengangkutan ke pelabuhan-pelabuhan Indonesia. (KUHD 517d, y, 520f, 533c.)
BAB V B
PENGANGKUTAN ORANG
Sub 1
Ketentuan-ketentuan Umum
Pasal 521
Pengangkut dalam
pengertian bab usaha adalah orang yang mengikat diri, baik dengan perjanjian
pencarteran menurut waktu atau menurut perjalanan, maupun dengan suatu
perjanjian lain untuk menyelenggarakan pengangkutan orang (musafir, penumpang)
seluruhnya atau sebagian lewat laut. (KUHD 3411, 371a, 3721, 453, 466, 533,
533d, n, q, v.)
Pasal 522
perjanjian untuk
mengangkut, mewajibkan pengangkut untuk menjaga keamanan penumpang dari saat
naik sampai saat turun dari kapal.
Pengangkut wajib
mengganti kerugian, yang disebabkan oleh cedera yang menimpa penumpang berkenaan
dengan pengangkutan, kecuali ia dapat membuktikan, bahwa cedera itu adalah
akibat dari suatu peristiwa yang layaknya tidak dapat dicegah atau dihindari,
atau akibat kesalahan penumpang sendiri.
Bila cedera itu
mengakibatkan kematian, maka pengangkut wajib mengganti kerugian yang karenanya
diderita oleh suami atau istri yang ditinggalkan, anak-anak dan orang tua
penumpang itu.
Bila penumpang
itu diangkut berdasarkan perjanjian dengan pihak ketiga, pengangkut bertanggung
jawab baik terhadap pihak ketiga maupun terhadap penumpang dan ahli warisnya,
semuanya dengan mengindahkan ketentuan dalam alinea-alinea yang lain. (KUHperd.
1244 dst., 1365 dst., 1370 dst.; KUHD 342 dst., 468, 523 dst., 525 dst., 526a,
533c, 568i, 741; S. 1927-33 pasal 2, 5 dst., 9, 11, 20 dst. 30; S. 1927-34
pasal 10 dst., 37 dst., 64 dst., 92 dst., 94 dst.; Stoomord. I dst., 6 dst., 29
dst.; petr. vervoerord. 6 dst., 15 dst.)
Pasal 523
pengangkut
bertanggung jawab atas perbuatan orang-orang yang dipekerjakan olehnya, dan barang-barang
yang digunakannya pada pengangkutan itu. (KUHperd. 1367; KUHD 359, 468', 524,
533c, 741.)
Pasal 524
Pengangkut tidak
bebas untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak bertanggung jawab atau tidak
bertanggung jawab selain sampai jumlah terbatas untuk kerugian yang disebabkan
oleh kurang cukupnya usaha pemeliharaan, perlengkapan atau pemberian awak untuk
alat pengangkutannya, atau sesuainya alat itu untuk pengangkutan yang
diperjanjikan, ataupun oleh kurang cukupnya pengawasan di kapal. (AB. 23; KUHD
359 dst., 459, 470, 522, 533b, c; KUHp 568.)
Pasal 524a
Persyaratan-persyaratan
untuk membatasi pertanggungjawaban pengangkut sekali-kali tidak membebaskannya
dari beban untuk membuktikan, bahwa untuk pemeliharaan, perlengkapan atau
pemberian awak untuk alat pengangkutannya dan untuk sesuainya alat itu untuk
pengangkutan yang diperjanjikan, telah diusahakan secukupnya, bila ternyata,
bahwa kerugian adalah akibat dari cacat alat pengangkutan atau tatanannya.
Dalam hal usaha
tidak dapat diadakan penyimpangan dengan perjanjian. (AB. 23; KUHD 359 dst.,
459, 470a.)
Pasal 525
Bila pengangkut
adalah sekaligus pengusaha kapal itu, tanggung jawabnya karena kerugian yang
disebabkan oleh cedera yang diderita oleh para penumpang yang diangkut dengan
kapal itu, terbatas pada jumlah f. 50, - tiap meter kubik isi bersih kapal itu,
bila mengenai kapal-kapal yang digerakkan secara mekanis, ditambah dengan apa
yang untuk menentukan isi itu, dikurangkan dari isi kotor untuk ruang yang
ditempati oleh alat penggeraknya. Bila baik barang-barang yang diangkut maupun
para penumpang atau ahli waris mereka menderita kerugian, maka tanggung jawab
pengangkut keseluruhannya terbatas pada jumlah yang disebut di sini, dengan
tidak mengurangi ketentuan dalam pasal-pasal 476 dan 527. (KUHD 320 dst., 474,
522, 526, 526a, 533c, 541; Rv. 316a dst.)
Pasal 526
Bila pengangkut
bukan pengusaha kapal, kewajiban mengganti kerugian karena cedera terbatas pada
jumlah, yang dalam soal mengenai cedera menurut ketentuan dalam pasal yang lalu
dapat ditagih pada pengusaha kapal.
Dalam hal adanya
perselisihan, pengangkut harus membuktikan sampai jumlah berapa batas tanggung
jawabnya. (KUHD 475, 522, 526a, 527, 533c.)
Pasal 526a
Tuntutan ganti
rugi penumpang atau ahli warisnya harus didahulukan terhadap segala ganti rugi
lain dalam hal usaha. (KUHperd. 1131 dst., 1134 dst., 1138; KUHD 525 dst.,
527.)
Pasal 527
Dengan menyimpang
dari ketentuan pasal 525 dan pasal 526, dapat dituntut ganti rugi sepenuhnya,
bila cedera itu disebabkan oleh kesengajaan atau kesalahan besar dari
pengangkut.
Persyaratan-persyaratan
yang bertentangan dengan usaha adalah batal. (AB. 23; KUHperd. 1370 dst., 1380;
KUHD 470, 476, 493, 524, 533c, 541.)
Pasal 528
Pengangkut bertanggung
jawab atas kerugian yang timbul karena kelambatan pengangkutan, kecuali bila ia
dapat membuktikan bahwa kelambatan tersebut akibat dari suatu peristiwa, yang
layaknya tidak dapat dicegah atau dihindari olehnya. (KUHperd. 1244 dst.; KUHD
92, 370, 477, 529, 533C.)
Pasal 529
Bila kapal itu
karena keadaan setempat tidak atau tidak dapat mencapai tempat tujuan dalam
waktu yang layak, pengangkut wajib mengantarkan para penumpang ke tempat tujuan
dengan alat pengangkutan lain atas biayanya.
Bila diperjanjikan,
bahwa kapal tidak pergi lebih jauh dari tempat yang dapat dicapai kapal itu dan
berlabuh dengan aman dan lancar, maka pengangkut berwenang untuk menurunkan
penumpang-penumpang dari kapal di tempat terdekat dari tempat tujuan yang
memenuhi syarat, kecuali bila halangan itu hanya bersifat sementara sekali,
sehingga hal itu hanya menyebabkan kelambatan sedikit sekali. (KUHD 480, 528,
533c; S. 1920-274.)
Pasal 530
Penumpang dapat
diminta agar kepadanya oleh pengangkut diberikan tiket perjalanan.
Nakhoda berwenang
untuk mengeluarkan tiket perjalanan untuk pengangkutan dengan kapal yang
dipimpinnya, kecuali bila orang lain ditugaskan untuk pengeluaran tiket itu.
(KUHD 371a, 504 dst., 531 dst., 533b, n.)
Pasal 531
Tiket perjalanan
dapat berbunyi atas nama penumpang, kepada yang ditunjuk atau atas-tunjuk.
Bila berbunyi
kepada yang ditunjuk, maka berlakulah pasal 508.
Tiket perjalanan
blanko, dianggap berbunyi kepada atas-tunjuk. (KUHperd. 613, 1977; KUHD 457,
506, 532.)
Pasal 532
Penumpang tidak
dapat memindah tangankan haknya dari perjanjian pengangkutan tanpa izin
pengangkut, kecuali bila ia menerima tiket perjalanan kepada yang ditunjuk atau
atas-tunjuk dan belum naik di kapal. (KUHperd. 6133, 1977; KUHD 531.)
Pasal 533
Mengenai bagasi
milik para penumpang berlaku ketentuan-ketentuan mengenai pengangkutan
barang-barang.
Pengangkut tidak
wajib mengganti kerugian yang terjadi pada barang-barang yang disimpan sendiri
oleh penumpang, kecuali bila ternyata bahwa untuk penyelamatannya telah
dilakukan usaha seperlunya.
Untuk kerugian
yang disebabkan oleh sesama penumpang, pengangkut tidak bertanggung jawab
mengenai barang usaha. (KUHperd. 1244, 1246/dst., 1444 dst., 1694 dst., 1700
dst.; KUHD 372, 391, 394, 466 dst., 533a, c.)
Pasal 533a
Untuk penerapan
pasal-pasal 493-497 dan 500, maka yang diartikan dengan yang harus dibayar
kepada pengangkut bukan saja biaya angkutan bagasi, melainkan juga untuk
pengangkutan penumpangnya sendiri. (KUHD 533.)
Pasal 533b
Tiket-tiket perjalanan
yang isinya bertentangan dengan peraturan pasal 524 alinea pertama, tidak boleh
dikeluarkan untuk pengangkutan dari pelabuhan Indonesia. (KUHD 517b; KUHp 569.)
Pasal 533c
Pasal-pasal
522-529 dan 533 berlaku terhadap pengangkutan orang-orang dari pelabuhan
Indonesia. Hal usaha juga berlaku untuk pengangkutan ke pelabuhan Indonesia,
dengan kekecualian bahwa pasal 524 dan pasal 524a alinea kedua tidak diterapkan
bila persyaratan perjanjian yang dimaksud di situ berlaku menurut undang-undang
negara di mana pemasukannya dalam kapal dilakukan.
Ketentuan bab
usaha, yang berlaku sebelum atau pada waktu pemasukan dalam kapal, selalu
berlaku sebagai pemasukan dalam kapal yang terjadi di pelabuhan Indonesia
-ketentuan bab usaha yang berlaku pada waktu atau setelah penurunan dari kapal,
selalu berlaku sebagai penurunan dari kapal yang terjadi di pelabuhan
Indonesia. (AB. 18; KUHD 517c, d, y, 520f, t.)
Sub 2
Dinas Pelayaran Tetap
Pasal 533d
Untuk
pengangkutan penumpang oleh perusahaan pelayaran yang menyelenggarakan dinas
tetap antara dua tempat atau lebih (kapal pelayaran tetap) berlaku ketentuan
berikut. (KUHD 517e, 533v.)
Pasal 533e
Bila pengangkut
telah memberitahukan syarat-syarat pengangkutan dan tarif, ia wajib mengangkut
orang yang menyatakan diri untuk ikut diangkut sesuai dengan pemberitahuan itu,
selama tempat mengizinkan untuk jurusan yang diminta, kecuali bila ada alasan
yang berdasar untuk tidak mengizinkan seseorang tertentu masuk dalam kapal.
Pengangkut wajib
memberi kesempatan kepada umum untuk memperoleh syarat-syarat dan tarif yang
telah diberitahukan. Usaha berlaku terhadap pengangkutannya, kecuali bila oleh
kedua belah pihak ditetapkan ketentuan secara tertulis. (KUHD 517j; S. 1927-261
pasal 22, 32, S. 1927-262 pasal 3 dst., 6.)
Pasal 533f
Kewajiban
pengangkut tidak dihapus karena kapal yang memuat penumpang tidak dapat
melanjutkan perjalanan atau tidak dapat melanjutkannya dalam waktu yang layak.
pengangkut harus mengurus pengangkutan selanjutnya sampai ke tujuan atas
biayanya. (KUHD 462, 517r, 519d, 524, 528 dst., 533g, h, m, s, u, y.)
Pasal 533g
Pihak lawan pada
perjanjian pengangkutan sebelum perjalanan dimulai dapat memutuskan perjanjian
pengangkutan dengan pemberitahuan tertulis kepada pengangkut. Biaya
angkutan yang telah dibayar harus dibayarkan kembali, akan tetapi pengangkut
mempunyai hak atas ganti rugi yang sekiranya dideritanya karena pemutusan itu.
(KUHperd. 1246 dst.; KUHD 533f, x, 741.)
Pasal 533h
Bila kapal yang
dijanjikan untuk mengangkut penumpang tidak dapat memulai perjalanan pada waktu
yang ditentukan atau tidak dapat memulainya dalam waktu yang layak setelah itu,
maka pihak lawan berhak untuk memutuskan perjanjian. Biaya angkutan yang telah
dibayar harus dibayarkan kembali.
Bila pihak lawan
tidak menggunakan hak usaha, maka pengangkut wajib mengangkut penumpang atas
keinginannya dengan kapal pertama berikutnya yang di dalamnya ada kesempatan
untuk itu. (KUHD 519b, e, 533f, g, I, j, k, m.)
Pasal 533i
Biaya angkutan
harus dibayar lebih dahulu. (KUHD 517p, 533e, g, j-m, q, X.)
Pasal 533j
Biaya-biaya
pemeliharaan penumpang selama pengangkutan termasuk dalam biaya angkutan.
Bila
diperjanjikan bahwa pemeliharaan penumpang tidak menjadi tanggungan pengangkut,
maka dalam keadaan darurat ia bagaimanapun juga wajib memberi makan dan minum
kepada penumpang dengan harga yang layak. (KUHD 358, 403, 533f, k, m, n, q, u,
x; KUHp 470.)
Pasal 533k
Bila pada
permulaan perjalanan atau pada waktu melanjutkannya setelah berhenti sebentar,
penumpang tidak pada waktunya berada di kapal dan karena itu tidak dapat ikut
melanjutkan perjalanan seluruhnya atau sebagian, maka ia harus membayar biaya
angkutan sepenuhnya, dikurangi dengan suatu jumlah yang ditentukan oleh hakim
untuk biaya pemeliharaan, bila ada perselisihan. (KUHD 533g, j, q, x, 741.)
Pasal 533l
Untuk penumpang
yang meninggal di tengah perjalanan atau karena sakit dan terpaksa meninggalkan
kapal, harus dibayar sebagian biaya angkutan yang ditentukan oleh hakim bila
ada perselisihan. Apa yang telah dilunasi di atas jumlah usaha, harus
dibayarkan kembali. (KUHD 346, 533q, x, 741; Reedenregl. 1925 pasal 20 dst.)
Pasal 533m
Bila perjalanan
telah dimulai dan karena tindakan penguasa atau karena pecahnya perang tidak dapat
dilanjutkan atau tidak dapat dilanjutkan dalam waktu yang layak, maka
perjalanan berakhir di pelabuhan tempat kapal berada atau di pelabuhan aman
terdekat yang dapat dicapainya.
Biaya angkutan
tidak harus dibayar, kecuali bila pihak lawan telah memperoleh manfaat dari
pengangkutan itu. Maka atas tuntutan pengangkut, hakim dapat memutuskan bahwa
biaya angkutan harus dibayar dan menetapkan jumlahnya menurut kepantasan dengan
mengingat semua keadaan. Karena pemeliharaan yang telah dusahakmati selalu harus
dibayar sebagian dari biaya angkutan yang ditentukan oleh hakim menurut
kepantasan bila ada perselisihan.
Apa yang telah
dilunasi di atas jumlah yang ditetapkan untuk pengangkutan, harus dibayarkan
kembali. (KUHD 367, 369, 419-1 nomor 21, 31, 51, 4203, 421 1, 464, 517s-u,
520a, 533h, i, j, u, y, 741.)
Pasal 533m.bis
(s.d.t. dg. S.
1940-34.) Bila atas tindakan penguasa dicabut ruang kapal yang diperuntukkan
bagi pengangkutan penuinpang dari penguasaan pengangkut, maka kedua belah pihak
berhak untuk memutuskan perjanjian.
Bila perjanjian
telah dimulai, maka perjanjian itu berakhir di pelabuhan tempat kapal itu
berada atau di pelabuhan aman yang terdekat yang dapat dicapainya. Alinea kedua
dan ketiga pasal yang lalu di sini berlaku juga.
Sub 3
pencarteran Menurut Waktu
Pasal 533n
Terhadap
pencarteran menurut waktu untuk pengangkutan orang diterapkan cara yang sesuai
dengan ketentuan-ketentuan pasal-pasal 518, 518a, 518c, 518e, dan 518f.
Perawatan para
penumpang meroadi beban pencarter. (KUHD 533j.) pencarter berwenang menerima
orang-orang untuk diangkut dengan biaya angkutan dan syarat-syarat yang
dianggapnya baik.
Bila tiket
perjalanan diberikan oleh atau atas nama nakhoda atau ditandatangani olehnya
atau atas namanya, baik pengusaha kapal maupun pencarter bertanggung jawab.
(KUHD 530.)
Bila karena itu
pengusaha kapal mendapat kewajiban lebih banyak daripada yang diwajibkan oleh
carter-partai, maka karena itu ia mempunyai tagihan terhadap pencarter. (KUHD
321, 533q, x, z.)
Pasal 533o
Bila dalam
carter-partai jumlah penumpang yang dapat diangkut dengan kapal dinyatakan
lebih besar daripada yang sebenarnya, maka uang carter mendapat pengurangan
yang sebanding dan di samping itu pengusaha kapal wajib mengganti kerugian yang
disebabkan karena itu, kecuali bila pencarter mengetahui berapa penumpang
sebenarnya yang dapat diangkut dengan kapal itu. (KUHperd. 1246 dst.; KUHD 454,
518a, b, j, 533r.)
Pasal 533p
Bila pencarteran
menurut waktu itu mengenai kapal berbendera Indonesia, sekedar tidak
diperjanjikan lain, berlaku ketentuan-ketentuan paragraf usaha dengan tidak
memandang di mana pencarteran diadakan. (KUHD 310 dst., 518g.)
Sub 4
Pencarteran Menurut Perjalanan
Pasal 533q
Terhadap
pencarteran menurut perjalanan untuk pengangkutan orang diterapkan cara yang
sesuai dengan ketentuan-ketentuan pasal-pasal 518h, 5181, 518m, 519b, 519c,
519c, 519g, 519h, dan 533i-533l.)
Pencarter
berwenang menerima orang-orang untuk diangkut dengan syarat-syarat yang
ditetapkan dalam carter-partai, dan dengan biaya angkutan yang dianggapnya
baik. Dalam hal itu berlaku alinea keempat dan kelima pasal 533n. (KUHD 454.)
Pasal 533r
Bila dalam
carter-partai jumlah penumpang yang dapat diangkut dalam kapal atau dalam ruang
yang dicarterkan, ternyata disebutkan lebih besar daripada yang sebenarnya,
yang mencarterkan harus mengganti kepada pencarter kerugian yang disebabkan
karena itu, kecuali bila pencarter mengetahui jumlah yang sebenarnya; di
samping itu uang carternya mendapat pengurangan yang sebanding, bila untuk itu
ditetapkan jumlah yang tetap. (KUHperd. 1246 dst.; KUHD 454, 518b, j, 533o,
741.)
Pasal 533s
Bila kapal karam
atau sedemikian rusaknya, sehingga dalam waktu yang layak tidak dapat
diperbaiki atau perbaikan tidak ada gunanya, batallah perjanjian carter,
kecuali bila yang mencarterkan bersedia untuk berusaha mengangkut
penumpang-penumpang itu atas biayanya pada kesempatan lain ke tempat tujuan
mereka.
Ia wajib memberi
keterangan mengenai hal itu dalam waktu yang layak (KUHperd. 1444; KUHD 462,
517r, 519d, 533f, h, x.)
Pasal 533t
Bila berdasarkan
ketentuan dalam pasal yang lain perincian pencarteran batal, maka pencarter
harus membayar sebagian uang carter karena pemeliharaan yang dusahakmati para
penumpang yang jika ada perselisihan tentang hal itu ditentukan oleh hakim
menurut kelayakan. Apa yang telah dilunasi di atas jumlah usaha harus
dibayarkan kembali.
Bila yang
mencarterkan menyuruh untuk mengangkut para penumpang ke tempat tujuan mereka
atas biayanya, maka semua pengeluaran untuk pemeliharaan para penumpang sampai
pada tempat tersebut merdadi bebannya. (KUHD 519u, v, 533j, x.)
Pasal 533u
(s.d.t. dg. S.
1940-34.) Bila karena tindakan penguasa atau karena pecahnya perang, perjalanan
tidak dapat dimulai atau tidak dapat dimulai dalam waktu yang layak, atau
setelah dimulai tidak dapat dilanjutkan, masing-masing pihak memutuskan
perjanjian dengan pemberitahuan tertulis kepada pihak lawannya. Hal yang sama
berlaku, bila karena tindakan penguasa dicabut penguasaan yang mencarterkan
atas seluruh atau sebagian ruang kapal yang dicarterkan.
Bila kapal itu
tidak berada dalam suatu pelabuhan, maka kapal itu harus pergi ke pelabuhan
aman yang pelabuhan dapat dicapai dan menurunkan para penumpang di sana.
Pasal 520e berlaku
dalam hal ini. (KUHD 367, 369, 419-1 nomor 21, 3', 5', 4203, 4211, 464, 517s,
520a, 533-, y.)
Sub 5
Pengangkutan Orang-orang Perseorangan
Pasal 533v
Terhadap
pengangkutan orang-orang perseorangan, sekedar hal itu tidak dilakukan dengan
kapal-kapal pelayaran tetap, berlaku ketentuan-ketentuan berikut. (KUHD 520g,
533d dst.)
Pasal 533w
Bila hari
keberangkatan kapal tidak ditentukan, pengangkut wajib memulai perjalanan dalam
waktu yang layak setelah penutupan perjanjian pengangkutan.
Bila ia tidak
menaati kewajiban usaha, maka pihak lawannya dapat memutuskan perjanjian itu.
Biaya angkutan yang telah dilunasi harus dibayarkan kembali. (KUHD 533h, 741.)
Pasal 533x
(s.d.u. dg.S.
1940-34.) Ketentuan-ketentuan pasal-pasal 519e, 533g, 533i-5331, 533m, 533s,
dan 533t, berlaku juga di sini.
Pasal 533y
Bila perjalanan
karena tindakan penguasa atau karena pecahnya perang tidak dapat dimulai atau
tidak dapat dimulai dalam waktu yang layak, batallah perjanjian pengangkutan
itu.
Bila perjalanan telah
dimulai dan karena salah satu sebab itu tidak dapat dilanjutkan atau tidak
dapat dilanjutkan dalam waktu yang layak, maka perjalanan itu berakhir di
pelabuhan, tempat kapal itu berada atau di pelabuhan aman terdekat yang dapat
dicapainya.
Alinea kedua dan
ketiga pasal 533m berlaku di sini. (KUHD 367, 369, 419 1 nomor 21, 31, 51,
420@', 421', 464, 517s, 520a, 533m, u.)
Pasal 533z
Bila
penumpang-penumpang diangkut dengan kapal untuk melaksanakan suatu perjanjian
pencarteran dan tiket perjalanan diberikan atau ditandatangani oleh atau atas
nama pengusaha kapal atau nakhoda, atau ditandatangani oleh salah seorang dari
mereka, maka terhadap hubungan antara pengusaha kapal atau pengusaha kapal dan
pencarter di satu pihak dan pihak lain dalam perjanjian pengangkutan dengan
penumpang di lain pihak, berlaku ketentuan-ketentuan paragraf usaha. (KUHD 321,
530, 533n, q.)
BAB VI
TUBRUKAN KAPAL
Pasal 534
Bila terjadi
tubrukan, di mana tersangkut sebuah kapal laut, pertanggungjawaban untuk
kerugian yang ditimbulkan pada kapal-kapal dan pada barang-barang atau
orang-orang yang ada di kapal, diatur oleh ketentuan-ketentuan dalam bab usaha.
Tubrukan kapal
berarti terjadi benturan atau sentuhan kapal yang satu dengan yang lainnya. (KUHperd.
1365 dst.; KUHD 309 dst., 342-345, 358a, 370, 544, 544a; KUHp 196-199, 35.9
dst., 410, 478, 564, 566; S. 1927-33, 22 dst.; S. 1915327; S. 1927-62.)
Pasal 535
Bila tubrukan
kapal disebabkan oleh hal yang tidak disengaja, oleh hal di luar kekuasaan,
atau bila terdapat keragu-raguan mengenai sebab tubrukan kapal, maka kerugian
dipikul oleh mereka yang menderita. (KUHperd. 1245, 1444 dst.)
Pasal 536
Bila tubrukan
kapal itu adalah akibat kesalahan dari salah sebuah kapal yang bertubrukan,
atau kesalahan kapal lain, pengusaha kapal yang telah melakukan kesalahan
bertanggungjawab untuk seluruh kerugian. (KUflperd. 1245 dst.; KUHD 316-1-4',
320 dst., 342 dst., 373, 539, 742.)
Pasal 537
Bila tubrukan
kapal itu adalah akibat kedua belah pihak, tanggung jawab kedua pengusaha kapal
seimbang dengan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh kedua belah pihak.
Perbandingan
usaha ditetapkan oleh hakim tanpa ditunjukkan oleh orang yang menuntut ganti
rugi. Bila hal itu tidak dapat ditetapkan, maka para pengusaha kapal itu
bertanggung jawab untuk bagian-bagian yang sama.
Bila ada seorang
yang meninggal atau terluka, maka masing-masing pengusaha kapal bertanggung
jawab terhadap pihak ketiga untuk seluruh kerugian yang diderita karenanya.
pengusaha kapal yang karena itu telah membayar lebih daripada bagian yang
dihitung dengan cara yang disebut dalam alinea pertama dengan demikian
mempunyai tagihan terhadap sesama debitur bersama. (KUHperd. 1278 dst.; KUHD
320, 539, 741-1-41, 742-1-l..)
Pasal 538
Bila sebuah kapal
yang menyuruh diseret, karena kesalahan kapal yang menyeret bertubrukan,
disamping pengusaha kapal itu, pengusaha kapal yang menyeret bertanggung jawab
secara tanggung renteng terhadap kerugiannya. (KUHperd. 1278 dst.; KUHD 534
dst., 539, 565, 741.)
Pasal 539
Tanggung jawab
yang diatur dalam pasal -pasal yang lain juga ada, bila tubrukan kapal
disebabkan oleh kesalahan pandu, bahkan bila penggunaan pandu itu diwajibkan.
(KUHD 344, 74 1; S. 1915-327, S. 1920-274, S. 1927-62.)
Pasal 540
Bila sebuah kapal
segera setelah bertubrukan, menuju ke pelabuhan darurat atau tempat lain yang
aman dan karam sebelum mencapai tujuannya, dengan tidak mengurangi pembuktian
kebalikannya, dianggap sebagai akibat tubrukan kapal. (KUHperd. 1916; KUHD
5342.)
Pasal 541
Pertanggungjawaban
pengusaha kapal karena kerugian yang ditimbulkan oleh tubrukan kapal terbatas
sampai jumlah f. 50,- setiap meter kubik isi bersih kapalnya, sepanjang
mengenai kapal yang digerakkan dengan kekuatan mesin, ditambah dengan luas
ruang yang ditempati mesin itu, pada waktu menentukan isi kotor.
Bila pengusaha
kapal karena kerugian yang ditimbulkan oleh tubrukan kapal, juga bertanggung
jawab sebagai pengangkut, maka tanggung jawabnya dalam keseluruhannya hanya
terbatas sampai jumlah tersebut dalam alinea pertama, dengan tidak mengurangi
yang ditentukan dalam pasal 476 dan pasal 527.(KUHD 320 dst., 474, 525; Rv.
316a dst.)
Pasal 542
penyitaan kapal
untuk menjamin pembayaran ganti rugi yang harus dibayar, dilakukan setelah
memperoleh izin dari ketua raad van justitie di daerah kapal berada pada saat
permohonan izin.
Di luar daerah
yang ada raad van justitienya, penyitaan kapal untuk menjamin ganti rugi yang
harus dibayar dapat dilakukan dengan izin residentierechter di daerah kapal
berada pada saat permohonan izin.
Pasal-pasal
721-727 Reglemen Acara perdata berlaku terhadap penyitaan usaha. (KUHD 568g,
742.)
Pasal 543
Penggugat dalam
perkara tubrukan kapal dapat menggugat menurut pilihannya:
Di hadapan hakim
di tempat tinggal tergugat, atau bila tergugat lebih dari seorang, di tempat
tinggal mereka;
Di hadapan hakim
di tempat terjadinya tubrukan; di hadapan hakim di tempat kapal para tergugat
didaftar dalam register kapal;
Di hadapan hakim,
yang di daerah hukumnya penyitaan dilakukan atas kapal itu. (KUHD 314, 542; RO.
116f, 124; Rv. 99, 308 dst., 924, 926, 997; Tbs. 3, 7, 10-14.)
Bila menurut
ketentuan usaha tidak ada hakim di Indonesia yang berwenang, gugatan dilakukan
di hadapan hakim yang ditunjuk dalam ayat (2), (3) atau (5) nasal 99 Reglemen
Acara perdata menurut pembedaan-pembedaan yang diadakan di situ. (KUHD 568i.)
Pasal 544
Apa yang
ditentukan dalam bab usaha berlaku pula, bila karena cara berlayar atau karena
tidak menaati suatu peraturan undang-undang, terjadi kerugian pada kapal lain
atau pada orang-orang atau barang-barang yang ada di situ, tanpa terjadi
tubrukan kapal. (KUHperd. 1365 dst., 1370 dst.; KUHD 472; S. 1914-225.)
Pasal 544a
Terhadap benturan
atau sentuhan kapal dengan barang bergerak atau barang tetap, ketentuan-ketentuan
bab usaha berlaku pula.
Kapal yang
membentur atau menyentuh barang lain yang tetap atau dipautkan kerugian,
kecuali bila ternyata bahwa benturan atau sentuhan tidak disebabkan pada
sesuatu yang tetap, yang diterangi secukupnya, bertanggung jawab untuk oleh
kesalahan kapal. (KUHperd. 1366, 1370 dst.; KUHD 742.)
BAB VII
KAPAL YANG KARAM, KANDAS, DAN PENEMUAN
BARANG-BARANG DI LAUT
Anotasi:
pasal-pasal dalam
Bab VII dengan S. 1933-47 jo. S. 1938-2, mulai berlaku pada tanggal 1 April
1938 telah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam "wet" tanggal
22 Desember 1924 (N.S. 1924-573). Berdasarkan "wet" tanggal 27 Juli
1931 (N.S. 1931-320), maka Bab VII ditinjau kembali seluruhnya, dengan judul
"van hulp en berging" (tentang pertolongan dan penyingkiran) dan
memuat pasal-pasal 545-571. pasal-pasal Indonesia sesuai dengan pasal-pasal
tanggal 22 Desember 1924, hal usaha dicatat dalam pinggiran "wet"
yang lama; Negeri Belanda yang nomornya sama seperti yang telah diubah dengan
"wet" seluruh atau sebagian sesuai dengan isi pasal Negeri Belanda
yang sekarang berlaku, maka usaha disampaikan dengan tambahan yang baru dengan
menghilangkan nomor pasal yang lama. Bab VII berlaku untuk orang-orang
Indonesia (lihat S.1933-49.)
Pasal 545
Tiada seorang pun
diperkenankan untuk datang ke atas kapal tanpa izin tegas dari nakhoda, juga
dengan dalih hendak menyelamatkan atau menolong sekalipun. (KUHperd. 1365; KUHD
341', 341b, 342, 345, 550, 560 dst., 563, 655, 663; S. 1830-5.)
Pasal 546
Kapal-kapal yang
karam atau kandas di pantai, dan barang-barang yang diangkat dari laut atau
dari pantai, tidak boleh ditolong atau diselamatkan, kecuali dengan izin
nakhoda, bila ia hadir di situ. (KUHD 548 dst.)
Pasal 547
Bila nakhoda, pemilik
muatan atau pemegang konsinyasi ada di tempat, kapal dan barang-barang tersebut
di atas harus diserahkan kepada penguasaan mereka, dan diserahkan para penolong
dengan segera dan dengan jaminan secukupnya untuk upah penolongan kepada
mereka. (KUHD 3411, 341b, 342, 345, 452e, 545 dst., 560 dst.)
Pasal 548
Barangsiapa
menahan kapal-kapal atau barang-barang yang kandas, yang ditolong atau
diselamatkan, atau barangsiapa tidak segera memenuhi tuntutan nakhoda pemegang
konsinyasi atau pemilik muatan untuk menyerahkan barang-barang ini kepada
mereka dengan jaminan secukupnya, kehilangan semua haknya atas upah penolongan,
di samping itu wajib mengganti semua kerugian yang disebabkan oleh penahanan
demikian. (KUHperd. 1365 dst.; KUHD 546, 568e, 568g.)
Pasal 549
Biaya dan uang
yang dikeluarkan untuk pengangkutan barang-barang dari tempat penyimpanan ke
tempat tujuan dalam hal yang disebut dalam pasal-pasal yang lain, dibayar oleh
mereka yang menerima barang-barang itu; dengan tidak mengurangi tagihan mereka bila
ada alasan-alasan untuk itu.
Pasal 550
(s.d.u. dg. S.
1925-497.) Bila kapal-kapal atau barang-barang di laut atau di pantai
diselamatkan, ditolong atau diangkat dari laut, tanpa kehadiran atau
pengetahuan nakhoda, pemilik muatan atau pemegang konsinyasi oleh para
penolong, kapal atau barang-barang itu akan secepatnya dipindahkan ke tempat
yang terdekat, dan diserahkan kepada pejabat yang oleh atau atas nama Gubernur
Jenderal (pemerintah) ditugaskan mengurus hal itu, atau bila di sana tidak ada
orang demikian, maka diserahkan kepada pejabat yang harus ditunjuk oleh kepala
pemerintahan Daerah setempat.
Bila melanggar,
para penolong kehilangan hak atas upah penolongan mereka, dan mereka wajib
mengganti kerugian, dengan tidak mengurangi kemungkinan tuntutan pidana, bila
ada alasan untuk itu. (KUHD 549, 552 dst., 556; S. 1856-71 pasal 8, S. 1856-73
pasal 9 dst.)
Pasal 551
Kapal-kapal yang
karam atau kandas, atau barang-barang yang dipungut dari laut atau di pantai,
atau dikumpulkan, atau jika usaha tidak ada tujuan lain dengan pengecualian
semua lainnya harus diselamatkan dan ditolong oleh atau di hadapan pejabat yang
ditunjuk, atau dalam tidak ada pejabat, oleh atau di hadapan seorang pejabat
yang ditunjuk oleh Kepala pemerintahan Daerah setempat di tempat kandasnya
kapal atau dipungutnya barang-barang tersebut.
Tetapi jika
karena percampuran barang-barang itu atau karena sebab lain tidak dapat
dipastikan siapa pemilik barang yang diselamatkan atau dipungut, atau karena
ada perbedaan maka penyelamatan dan penolongan harus dilakukan oleh pejabat
yang ditentukan atau yang ditunjuk oleh Kepala pemerintahan Daerah setempat.
(KUHD 546 dst., 550, 552 dst.)
Pasal 552
pejabat-pejabat
yang diangkat atau ditunjuk untuk mengurus barang-barang yang terdampar,
diselamatkan atau ditolong dari laut, mereka wajib membuat inventaris yang
saksama, dan terhadap penyerahan barang-barang itu mereka mempunyai kewajiban
yang sama seperti para penolong yang telah mengamankan kapal atau barang-barang
di laut atau di pantai. Mereka memperoleh upah untuk pengurusan tersebut yang
besarnya ditetapkan dalam peraturan atau yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh
Gubernur Jenderal (pemerintah).
Para nakhoda dan
para pemilik kapal atau barang-barang terhadap pejabat tersebut yang satu terhadap
yang lain, dalam soal upah penolongan, mempunyai kewajiban yang sama seperti
terhadap para penolong. (KUHD 550 dst., 554 dst, 560 dst.)
Pasal 553
Pejabat dalam hal
tersebut di atas wajib memberi laporan tentang apa yang telah mereka kerjakan
kepada kepala pemerintahan Daerah setempat dalam waktu dua kali 24 jam. (KUHD
554 dst.)
Pasal 554
Barang-barang
yang sedemikian keadaannya hingga tidak dituntut kembali dan yang karena
kerusakan atau dari sifatnya lekas menjadi busuk, atau yang penyimpanannya
tidak dapat diragukan bahwa bertentangan dengan kepentingan pemilik, setelah
diperoleh tanda persetujuan (otorisasi) cuma-cuma dari kepala pemerintahan
Daerah setempat, harus segera mereka suruh agar dijual di depan umum menurut
kebiasaan setempat. (AB. 15.)
Pasal 555
Pejabat-pejabat
tersebut selekasnya akan memberitahukan tentang penyelamatan yang telah
dilakukan dalam surat kabar resmi, bila berkedudukan di Jawa dan Madura, dan di
daerah luar Jawa dan Madura dengan cara yang harus ditentukan oleh kepala
pemerintahan Daerah setempat, dengan menyebutkan semua merek dan tanda
pengenal, sambil di samping itu memanggil setiap orang yang merasa berhak atas
barang-barang yang diselamatkan, untuk meminta kembali barang-barang itu.
Pemanggilan itu
akan diulangi tiga kali, yaitu tiap sebulan sekali.
Namun bila karena
kurang pentingnya barang-barang itu adalah sepantasnya, pemanggilan dengan izin
kepala pemerintahan Daerah setempat, sementara akan ditangguhkan untuk
menggabungkannya kemudian dengan panggilan untuk barang-barang lainnya dalam
satu panggilan bersama-sama. (KUHD 557.)
Pasal 556
Bila seseorang
membuktikan haknya atas barang-barang yang diamankan, dengan konosemen atau
surat-surat lain yang benar, maka para pejabat tersebut di atas akan
menyerahkan barang-barang kepadanya setelah memperoleh tanda persetujuan
cuma-cuma dari kepala pemerintahan Daerah setempat dengan membayar upah
penolongan dan biaya-biayanya.
Dalam hal ada
keragu-raguan tentang hak orang yang menuntut kembali atau ada penyangkalan
pihak ketiga, atau ada perselisihan tentang upah penolongan dan biaya-biayanya,
para pihak harus mengambil jalan hukum yang biasa; dalam hal terakhir hakim
dapat memerintahkan penyerahan barang-barang itu dengan jaminan secukupnya.
(KUHperd. 1830; KUHD 506 dst., 515, 568g.)
Pasal 557
Bila setelah
pemanggilan ketiga tidak seorang pun datang untuk menuntut kembali
barang-barang yang diselamatkan atau diangkat dari laut, setelah diperoleh
tanda persetujuan cuma-cuma dari kepala pemerintahan Daerah setempat,
barang-barang itu akan dijual di depan umum, dan pendapatannya setelah dipotong
dengan upah penolongan dan biaya-biayanya, dipertanggungjawabkan kepada kepala
pemerintahan Daerah setempat dan sementara disimpan di kas negara.
Pengesahan
pertanggungjawaban itu sekali-kali tidak mengurangi hak yang berkepentingan
sekiranya ia hendak menggunakannya terhadap pertanggungjawaban itu. (KUHD 555,
558.)
Pasal 558
Bila dalam waktu
10 tahun seseorang dapat membuktikan diri sebagai pemilik barang-barang yang
diamankan, uang pendapatan itu akan diberikan kepadanya.
Bila dalam waktu
itu tidak ada orang yang datang, maka uang pendapatan itu dianggap sebagai
barang yang tidak bertuan.
Barang-barang
musuh yang disita dan dinyatakan menjadi milik negara sekalikah tidak dapat
dituntut kembali. (KUHperd. 520, j 126, 1129; KUHD 555, 5592.).
Pasal 559
Tidak sekali-kali
akan dipungut suatu bea pantai atas kapal yang kandas atau barang-barang yang
diselamatkan.
Ketentuan usaha
tidak menghalang-halangi hak untuk merampas kapal musuh atau barang-barangnya
yang terdampar. (ISR. 145; KUHD 558.)
Pasal 560
Untuk pertolongan
yang diberikan kepada kapal yang dalam bahaya, barang-barang yang ada di kapal,
muatan dan penumpangnya, untuk menyelamatkan jiwa orang-orang yang mengalami
kecelakaan kapal dan untuk mengamankan barang-barang temuan di laut dan
barang-barang bekas kapal karam, harus dibayar upah penolongan.
Kecuali bila
pihak-pihaknya mengadakan perjanjian lain, diberikan juga upah penolongan bila
pemberian pertolongan itu berhasil baik. (KUHD 316-1-30, 370, 461, 561, 563,
567, 568i, k, 742, 752.)
Pasal 561
Upah penolongan
yang diperselisihkan, ditetapkan oleh hakim menurut kepantasan.
Kecuali bila para
pihak mengadakan perjanjian lain, bila pemberian pertolongan tidak berhasil
baik, kepada kapal yang menolong diberi penggantian biaya, ganti rugi dan
bunga. (KUHD 560, 562 dst., 567, 568b, c, j.)
Pasal 562
Upah penolongan
tidak boleh melebihi nilai barang-barang yang diselamatkan. (KUHD 560 dst.,
563.)
Pasal 563
Setiap perjanjian
tentang upah penolongan, yang diadakan selama dan di bawah pengaruh bahaya,
oleh hakim dapat dibatalkan atau diubah atas tuntutan salah satu pihak, bahwa
syarat-syarat yang diperjanjikan tidak layak.
Biarpun
bagaimana, atas tuntutan seperti tersebut dalam alinea pertama, perjanjian
tentang upah itu oleh hakim dapat dibatalkan atau diubah, bila ternyata bahwa
persetujuan oleh salah satu pihak diberikan di bawah pengaruh penipuan atau
penyembunyian keterangan atau, bahwa tidak ada keseimbangan antara upah yang
ditetapkan dengan jasa yang diberikan. (KUHperd. 1321, 1328; KUHD 560 dst.)
Pasal 564
Para penumpang
tidak mempunyai hak atas upah penolongan karena pemberian penolongan oleh
mereka kepada sesama penumpang, kapal atau muatannya, kecuali oleh mereka
diberikan jasa yang selayaknya tidak dapat dianggap bahwa mereka wajib untuk
itu. (KUHD 34 15 , 560 dst., 565.)
Pasal 565
Kapal yang menyeret
tidak mempunyai hak atas upah karena pertolongan yang diberikan kepada kapal
yang diseret, penumpangnya atau muatannya, kecuali bila diberikan jasa luar
biasa olehnya, yang tidak dapat dianggap sebagai pelaksanaan perjanjian
penyeretan. (KUHD 34 15 , 538, 560 dst., 564.)
Pasal 566
Meskipun kepada
sebuah kapal, penumpang-penumpangnya atau muatannya diberikan pertolongan oleh
sebuah kapal yang pengusaha kapalnya sama, harus dibayar juga upah penolongan.
Dalam hal usaha setiap orang yang mempunyai kepentingan pada upah itu dapat
menuntut penetapannya oleh hakim, meskipun telah diadakan perjanjian tentang
upah itu. Hal yang sama berlaku juga bila antara pengusaha kedua kapal ada
kepentingan bersama. (KUHD 320, 3415, 560 dst.)
Pasal 567
Bila pertolongan
itu diberikan oleh orang-orang atau kelompok orang yang bertindak lepas satu
dari yang lain, maka masing-masing mereka mempunyai hak atas upah penolongan
dan masing-masing untuk dirinya, dan dalam hal ada perselisihan, dapat menuntut
penetapannya. (KUHD 560 dst., 564 dst., 742.)
Pasal 568
(s.d.u. dg. S.
1934-314jo. S. 1938-2.) Bila oleh sebuah kapal diberikan pertolongan,
maka pengusaha kapal, nakhoda dan anak buah kapalnya, beserta penumpang lainnya
yang telah ikut membantu pada pemberian pertolongan, mempunyai hak atas upah
penolongan tersebut. (KUHD 320, 341, 375 dst., 393, 452e, f, 560 dst., 564,
568a, c, 742.)
Pasal 568a
Pengusaha kapal
berwenang untuk mengadakan perjanjian tentang upah penolongan itu atau bila
tidak ada perjanjian, untuk menuntut penetapannya oleh pengadilan, perjanjian
yang dibuat olehnya mengikat semua yang berhak atas upah itu. ia wajib
memberitahukan kepada mereka masing-masing, bila diminta secara tertulis,
tentang jumlah upah dan pembagiannya.
Bila pengusaha
kapal tidak ada di tempat, nakhodalah yang bertindak, kecuali bila untuk itu
pengusaha kapal menunjuk orang lain. (KUHD 320, 341, 341d, 360 dst., 560 dst.,
568, 568b.)
Pasal 568b
Bila ada
perselisihan mengenai pembagian upah penolongan, pembagian itu atas permohonan pihak
yang paling bersedia ditetapkan oleh hakim setelah mendengar atau
setidak-tidaknya setelah memanggil secukupnya lain-lainnya yang berhak. (KUHD
560 dst., 568a.)
Pasal 568c
(s.d.u. dg. S.
19,34-214 jo. S. 1938-2.) Pelepasan hak oleh nakhoda atau oleh seorang anak
buah kapal terhadap bagian dalam upah penolongan yang dapat diperoleh atau
telah diperoleh oleh kapalnya, adalah batal, kecuali bila kapal digunakan
semata-mata untuk pekerjaan pengamanan dan penyeretan. (KUHD 341, 341d, 452e,
f, 568.)
Pasal 568d
Untuk pertolongan
yang diberikan kepada sebuah kapal beserta para penumpang dan muatannya, upah
penolongan harus dibayar oleh pengusaha kapal. (KUHD 320, 341, 360 dst., 560,
564 dst., 699-161, 742.)
Pasal 568e
Bila mereka yang
telah memberikan pertolongan, telah membuat pemberian pertolongan itu perlu
karena kesalahan mereka atau telah bersalah karena pencurian, penyembunyian
atau perbuatan lain yang menipu, maka hakim dapat menentukan upah penolongan
yang lebih rendah bagi mereka, atau bahkan menghapuskan semua hak atas upah
pemotongan itu.
Mereka yang telah
ikut serta dalam pemberian pertolongan, meskipun dilarang dengan tegas dan
masuk akal oleh nakhoda kapal yang ditolong, atau bila ia tidak ada, oleh yang
berkepentingan pada kapal itu atau pada muatannya, maka mereka tidak berhak
atas upah penolongan. (KUHperd. 1365 dst.; KUHD 341 341d, 358a, 545, 547 dst.,
561; KUHp 363-1 nomor 21, 375, 378 dst., 478.) 568f. (s.d.u.dg.S. 1934-214jo.
S. 1938-2.)
Pasal 568f
Jika sebuah kapal
ditinggalkan oleh nakhoda dan para anak buah kapalnya, dan diterima oleh para
pengaman, nakhoda setiap waktu bebas untuk kembali ke kapal itu dan mengambil
kembali pimpinan atasnya, yang dalam hal itu para pengaman harus menyerahkan
pimpinannya kepada nakhoda itu, dengan ancaman akan kehilangan hak atas upah
penolongan mereka dan akan wajib mengganti kerugian, dengan tidak mengurangi
hak yang telah mereka peroleh atas upah penolongan. (KUHD 341, 341d, 345, 546,
560, 568g.)
Pasal 568g
Kapal-kapal atau
barang-barang yang telah diberi pertolongan atau yang telah diamankan, dengan
tidak mengurangi ketentuan dalam pasal-pasal 550, 551 dan 568f, boleh ditahan
oleh mereka yang telah memberikan pertolongan atau telah melakukan pengamanan,
selama pembayarannya belum dilakukan atau belum diberikan jaminan untuk itu.
Penyitaan kapal
atau kapal dan muatannya untuk menjamin utang karena upah penolongan dilakukan
setelah memperoleh izin dari ketua raad van justitie, yang di dalam daerahnya
kapal itu berada pada saat izin itu diminta.
Di luar daerah
afdeling, di mana ada raad van justitie, penyitaan dimaksud dalam alinea di
atas dapat dilakukan dengan izin residentierechter, dalam wilayah mana kapal
berada sewaktu izin tersebut diminta.
Untuk jaminan
tuntutan atas barang-barang yang diamankan, dengan izin yang sama,
barang-barang usaha dapat disita, selama belum jatuh di tangan pihak ketiga,
yang telah memperolehnya dengan itikad baik dan menjaminnya dengan imbalan.
(KUHperd. 1977.)
Pasal-pasal
721-727 Reglemen Acara perdata berlaku atas sitaan-sitaan usaha. (KUHD 498
dst., 542, 545-548, 560 dst., 568h, 742.)
Pasal 568h
Barangsiapa
menerima barang-barang yang diamankan dan mempergunakannya, sedangkan
diketahuinya bahwa padanya masih dibebani utang karena upah penolongan,
bertanggung jawab secara pribadi untuk pelunasan utang itu, sepanjang utang itu
dapat ditagih atas barang-barang tersebut.
Dengan tidak
mengurangi pembuktian kebalikannya, penerima dianggap telah mengetahui, bahwa
utangnya masih membebani barang-barang itu, dan bahwa itu dapat ditagih
atasnya. (KUHperd. 1916; KUHD 546 dst., 560 dst., 568g.)
Pasal 568i
Upah penolongan
untuk penyelamatan khusus pada para penumpang sebuah kapal harus dibayar oleh
pengusaha kapal, juga bila kapalnya karam.
Upah itu berjumlah
sebesar-besarnya f. 300,- untuk tiap orang yang diselamatkan. (KUHD 320, 3415,
522, 560, 742.)
Pasal 568j
Dalam penentuan
upah penolongan, maka yang mempunyai wewenang yang sama adalah:
hakim di tempat tinggal
tergugat, atau bila tergugat lebih dari satu orang, di tempat tinggal salah
seorang dari mereka;
hakim, yang di
dalam daerah hukumnya telah diberikan pertolongan atau telah diantarkan
orang-orang atau- barang-barang yang diselamatkan;
hakim, yang di
dalam daerah hukumnya untuk penuntutan upah penolongan telah dilakukan
penyitaan.
Alinea kedua
pasal 543 berlaku dalam hal usaha. (KUHD 314, 561, 658b, g; RO. 116f, 124; Rv.
99, 308 dst., 559 dst., 924, 926, 997.)
Pasal 568k
Ketentuan-ketentuan
bab usaha berlaku, bila diberikan pertolongan kepada atau oleh kapal-kapal
laut.
Ketentuan-ketentuan
itu berlaku pula bila diberikan pertolongan di laut kepada sebuah pesawat
terbang atau kepada penumpangnya. (KUHD 310.)
BAB VIII
Pasal 569
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 570
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 571
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 572
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 573
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 574
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 575
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 576
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 577
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 578
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 579
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 580
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 581
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 582
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 583
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 584
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 585
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 586
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 587
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 588
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 589
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 590
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 591
telah dihapus dg.
S. 1933-47jo. S. 1938-2.
BAB IX
ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN TERHADAP BAHAYA-BAHAYA
DI LAUT DAN BAHAYA-BAHAYA PERBUDAKAN
Bagian 1
Bentuk Dan Isi Pertanggungan.
Pasal 592
Selain syarat-
syarat yang disebut dalam pasal 256, polis harus menyatakan:
1.
(s.d.u. dg. S. 1933-4 7jo. S.
1938-2.) nama nakhoda, nama kapal, dengan menyebutkan macamnya, dan pada
pertanggungan kapalnya, pernyataan apakah kapal itu terbuat dari kayu cemara,
atau keterangan bahwa tertanggung tidak mengetahui tentang keadaan itu;
2.
tempat barang-barang dimuat
atau harus dimuat;
3.
pelabuhan tempat kapal
seharusnya berangkat, atau harus berangkat;
4.
pelabuhan atau pantai tempat
kapal harus memuat atau membongkar;
5.
pelabuhan atau pantai yang harus
disinggahi kapal;
6.
tempat permulaan
berlangsungnya bahaya yang menjadi beban penanggung;
7.
nilai kapal yang
dipertanggungkan.
Semua dengan
tidak mengurangi pengecualian-pengecualian yang terdapat dalam bab usaha.
(KUHperd. 806; KUHD 247 dst., 252, 254 dst., 258, 263 dst., 272, 595 dst., 602
dst., 606, 615, 624 dst., 637 dst., 653, 661, 681, 744.)
Pasal 593
(s.d.u. dg. S.
1933-47jo. S. 1938-2.) Pertanggungan laut berpokok khusus pada:
badan dan lunas
kapal, kosong atau bermuatan, dipersenjatai atau tidak, berlayar sendirian atau
bersama-sama dengan kapal lain; (KUHD 602, 619.);
alat-alat
perlengkapan dan tali-temali; (KUHD 602.);
alat-alat
perlengkapan perang; (KUHD 602.);
bahan makanan,
dan pada umumnya semua biaya yang telah dikeluarkan untuk kapal itu, sampai
kepada penurunan kapal ke laut; (KUHD 602.);
barang-barang
muatannya; (KUHD 612 dst.);
keuntungan yang
diharapkan; (KUHD 615, 621 dst.);
biaya angkutan
yang akan diperoleh; (KUHD 615, 623.);
bahaya
perbudakan. (KUHD 618.);
pada
pertanggungan atas kapal, tanpa penunjukan keterangan lebih lanjut, diartikan
dengan itu badan dan lunas kapal, alat perlengkapan dan alat perlengkapan
perangnya. (KUHperd. 806; KUHD 268, 321, 599, 640, 720.);
Pasal 594
Pertanggungan dapat
diadakan:
pada keseluruhan
atau sebagian barang, bersama-sama atau sendiri; dalam waktu damai atau dalam
waktu perang, sebelum atau selama perjalanan kapal; (KUHD 661.)
untuk perjalanan
pergi-pulang; untuk salah satu dari kedua itu; untuk seluruh perjalanan, atau
untuk waktu tertentu; untuk semua bahaya laut;
untuk berita baik
dan buruk. (KUHD 271, 593, 597 dst., 619-21, 626, 637, 650, 674.)
Pasal 595
(s.d.u. dg. S.
1933-4 7jo. S. 1938-2.) Bila tertanggung tidak mengetahui dalam kapal mana
barang-barang akan dimuat, pernyataan nakhoda atau kapal tidak akan dijadikan
syarat, asalkan dalam polis diterangkan ketidaktahuan tertanggung tentang hal
itu, beserta pernyataan tanggal dan penandatanganan surat pengantar atau
surat-tunjuk terakhir.
Kepentingan tertanggung
dengan cara ini hanya dapat dipertanggungkan untuk waktu tertentu. (KUHD 251,
592-11, 650.)
Pasal 596
Bila tertanggung
tidak mengetahui terdiri dari apakah barang-barang yang dikirimkan atau
dikonsinyasikan kepadanya, ia boleh menyuruh untuk mengadakan pertanggungan
atas barang-barang itu di bawah nama umum: "barang-barang ".
Dalam
pertanggungan demikian tidak termasuk emas dan perak dalam bentuk mata uang,
batangan emas dan perak, permata, mutiara atau perhiasan-perhiasan, dan
keperluan-keperluan perang. (KUHD 251, 256-31, 612, 627 dst, 644, 727.)
Pasal 597
Bila suatu
pertanggungan diadakan atas kapal-kapal atau barang-barang yang pada waktu
mengadakan perjanjiannya, telah sampai dengan selamat di tempat tujuan, atau
untuk suatu kepentingan yang kerugiannya dipertanggungkan, dan telah ada pada
Waktu tersebut di atas, maka berlaku ketentuan-ketentuan pasal 269 dan pasal
270, bila dibuktikan, atau bila ada dugaan, bahwa pada waktu mengadakan
perjanjian itu, telah diketahui oleh penanggung tentang tibanya kapal dengan
selamat, atau oleh tertanggung atau pemegang amanat tentang adanya kerugian.
(KUHD 251, 603 dst.)
Pasal 598
Dugaan tersebut
dalam pasal 270 terhadap tertanggung tidak ada, bila pertanggungan itu diadakan
berdasarkan berita baik atau buruk, asalkan dalam hal usaha, dalam polis
dinyatakan berita terakhir yang diterima oleh tertanggung mengenai barang yang
dipertanggungkan; dan asalkan pada pertanggungan yang diadakan untuk beban
pihak ketiga, dalam hal ada kerugian, secara nyata terbukti tentang tanggal
amanat yang diperoleh pemegang amanat itu untuk mengadakan pertanggungan.
Dengan
persyaratan itu, pertanggungan itu haru dapat dibatalkan, bila dibuktikan bahwa
tertanggung atau pemegang amanat pada waktu diadakan perjanjian itu telah mengetahui
kerugian yang dideritanya. (KUHperd. 1321, 1449; KUHD 256-81, 264 dst., 269,
594.)
Pasal 599
pertanggungan
batal bila diadakan:
1.
Dihapus dg. S. 1933-47, S.
1934-214, S. 1938-2;
2.
Dihapus dg. S. 1933-47, S. 1934-214,
S. 1938-2;
3.
Dihapus dg. S. 1933-47, S.
1934-214, S. 1938-2;
4.
atas barang-barang yang
menurut undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah tidak boleh diperdagangkan;
51. atas kapal-kapal, baik kapal Indonesia maupun asing yang dipergunakan untuk
pengangkutan barang-barang tersebut dalam 40. (AB. 23; KUHperd. 1337; KUHD 250,
593; KUHp 324 dst, 327.)
Pasal 600
Dihapus dg. S.
1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 601
Dihapus dg. S.
1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 602
Pertanggungan
atas badan dan lunas kapal dapat diadakan untuk nilai sepenuhnya kapal itu,
beserta semua alat perlengkapannya, dan semua biayanya sampai ke laut. (KUHD
378, 593, 612, 619.)
Pasal 603
Pertanggungan
boleh diadakan atas kapal-kapal dan barang-barang, yang telah berangkat atau
diangkut dari tempat bahayanya seharusnya mulai terjadi atas beban penanggung,
asalkan dalam polisnya dinyatakan, baik tentang saat yang sesungguhnya
keberangkatan kapal itu atau pengangkutan kapal itu atau pengangkutan
barang-barangnya, maupun tentang ketidaktahuan tertanggung mengenai hal itu.
Bagaimanapun juga
dalam polis harus dinyatakan, dengan ancaman hukuman menjadi batal, berita
terakhir yang diterima oleh tertanggung dari kapal atau barang-barangnya, dan
bila pertanggungan itu diadakan atas beban pihak ketiga, tanggal surat-tunjuk
atau surat pengantar, atau pernyataan dengan tegas, bahwa pertanggungannya
telah diadakan tanpa pemberian amanat yang berkepentingan. (KUHD 251, 256-81,
265, 281, 592, 597, 604 dst., 624 dst.)
Pasal 604
Bila tertanggung
dalam polis membuat keterangan tentang ketidaktahuannya seperti yang ditentukan
dalam pasal yang lalu, dan kemudian ternyata, bahwa pertanggungannya telah
diadakan setelah kapal-kapalnya berangkat dari tempat bahayanya seharusnya
mulai terjadi atas beban penanggung, maka dalam hal ada kerugian, atas tuntutan
penanggung, tertanggung harus menguatkan keterangannya tentang ketidaktahuannya
dengan sumpah. (KUHD 269; KUHp 381.)
Pasal 605
Bila dalam polis
tidak disebutkan, baik tentang keberangkatan kapal, maupun tentang
ketidaktahuannya, hal itu dianggap sebagai pengakuan, bahwa pada keberangkatan
pos terakhir yang telah tiba sebelum pembuatan polis itu, atau jika tidak ada
pos teratur, pada kesempatan baik yang terakhir untuk mengirimkan berita, kapal
itu masih berlabuh di tempat ia harus berangkat. (KUHperd. 1915 dst.; KUHD 251,
603.)
Pasal 606
Bila diadakan
pertanggungan atas kapal-kapal yang belum ada di tempat di mana bahayanya harus
mulai terjadi, atau kapal yang belum siap untuk memulai perjalanan atau untuk
dimiaati, atau atas barang-barang yang tidak seketika dapat dimuatkan,
pertanggungan itu batal; kecuali bila keadaan itu disebut dalam polisnya, atau
dalam hal itu dinyatakan, bahwa tertanggung tidak mengetahui hal itu, dengan
menyebutkan surat pengantarnya atau surat-tunjuknya, atau keterangan bahwa
surat itu tidak ada, dan di samping itu, bagaimanapun juga, menyebutkan berita
terakhir yang diterimanya tentang kapal atau barang.
Tertanggung dan
pemegang amanat, dalam hal ada kerugian, wajib menguatkan ketidaktahuannya
dengan sumpah. (KUHD 251, 269, 592, 603, 624, 627 dst.; KUHp 381.)
Pasal 607
Dihapus dg. S.
1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 608
Dihapus dg. S. 1933-47jo.
S. 1938-2.
Pasal 609
Dihapus dg. S.
1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 610
Dihapus dg. S.
1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 611
Dihapus dg. S.
1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 612
Barang-barang boleh
dipertanggungkan untuk nilai sepenuhnya pada waktu dan di tempat pengiriman,
dengan semua biayanya sampai di kapal, termasuk di situ premi pertanggungan,
tanpa dapat dituntut untuk memberikan rencana perkiraan tiap barang tersendiri.
(KUHD 253, 613 dst., 627 dst.)
Pasal 613
Nilai
sesungguhnya barang-barang yang dipertanggungkan boleh dinaikkan dengan biaya
angkutan, bea-bea masuk dan biaya-biaya lain yang pada waktu tibanya perlu
sekali harus dibayar, asalkan tentang hal itu disebut dalam polisnya. (KUHD
256-8'.)
Pasal 614
Kenaikan yang
diuraikan dalam pasal yang lain tidak mengikat, bila yang dipertanggungkan
tidak sampai di tempat tujuan, sepanjang karena itu pembayaran biaya angkutan,
bea-bea masuk dan biaya-biaya lainnya hapus seluruhnya atau sebagian.
(s.d.u. dg. S.
1934-214jo. S. 1938-2.) Akan tetapi bila biaya angkutan menurut perjanjian yang
diadakan sebelum keberangkatan kapal harus dibayar lebih dahulu maka
pertanggungan mengenai hal itu tetap tidak berubah. Dalam hal ada bencana atau
kerugian, maka pembayaran lebih dahulu itu harus dibuktikan. (KUHD 281, 478
dst., 482.)
Pasal 615
pertanggungan
atas keuntungan yang diharapkan harus dibuatkan rencana perkiraan tersendiri
pada polisnya, dengan penyebutan tersendiri atas barang-barang mana hal itu
dilakukan. Bila hal usaha tidak ada, maka pertanggungannya batal.
Bila nilai barang
yang dipertanggungkan dinyatakan secara umum, dengan ketentuan pasti, bahwa
semua yang melebihi nilai barang dianggap sebagai keuntungan yang diharapkan,
pertanggungannya berlaku untuk nilai barang yang dipertanggungkan; akan tetapi
yang selebihnya akan dikembalikan kepada perhitungan besarnya keuntungan yang
diharapkan dan dapat dibuktikan, dihitung menurut ukuran yang disebut dalam
pasal 621 dan pasal 622. (KUHD 592 dst., 612 dst.)
Pasal 616
Biaya angkutan
dapat dipertanggungkan untuk jumlah sepenuhnya. (KUHD 453 dst., 593, 613 dst.,
623, 630, 640, 642.)
Pasal 617
(s.d.u. dg. S.
1933-47, S. 1934-214, S. 1938-2.) Bila kapal karam atau kandas, maka karena
kecelakaan itu pertanggungannya dikurangi dengan jumlah biaya perjalanan yang
harus dibayarkan oleh nakhoda atau pemilik kapal, kurang daripada yang
seharusnya dibayar bila kapal itu tiba dengan selamat.
Pasal 618
pertanggungan
terhadap perbudakan diadakan sampai jumlah uang tertentu, yang dapat digunakan
untuk menebus orang yang dijatuhkan dalam perbudakan dan yang kebebasannya
dipertanggungkan.
Selisih antara
uang tebusan dengan jumlah yang dipertanggungkan menjadi keuntungan penanggung;
dan bila untuk penebusannya dipersyaratkan jumlah yang lebih besar daripada
yang ditentukan dalam perjanjiannya, maka ia cukup dengan memenuhi jumlah yang
dinyatakan dalam polisnya. (KUHD 593.)
Bagian 2
Anggaran Barang-barang yang Dipertanggungkan.
Pasal 619
Jumlah penuh,
yang dipertanggungkan atas badan atau lunas kapal, meskipun sebelum itu sudah
diperkirakan, dapat ditentukan lagi atau dikurangi dengan keputusan pengadilan,
bila perlu, setelah laporan para ahli:
1.
bila kapal dalam polis
diperkirakan menurut harga pembelian, atau menurut yang telah dikeluarkan
sebagai biaya pembuatannya, dan kapal itu telah mempunyai nilai yang lebih
rendah, baik karena umur maupun karena banyaknya perjalanan yang telah
dilakukannya;
2.
bila kapal yang
dipertanggungkan untuk berbagai perjalanan, setelah melakukan satu perjalanan
atau lebih dan dengan demikian telah memperoleh biaya angkutan, kemudian karam
dalam salah satu perjalanan yang dipertanggungkan. (KUHD 273 dst., 593 dst.,
713.)
Pasal 620
Bila
pertanggungan diadakan untuk perjalanan kembali dari Suatu negara, yang
perdagangannya hanya dilakukan dengan cara tukar-menukar, maka anggaran
barang-barang yang dipertanggungkan dihitung atas dasar berapa yang telah
dikeluarkan untuk barang-barang yang telah ditukarkan, dengan ditambahkan
biaya-biaya pengangkutan.
Pasal 621
Keuntungan yang
diharapkan dibuktikan dengan daftar harga yang diakui resmi, atau bila hal itu
tidak ada, dengan anggaran para ahli, yang menunjukkan keuntungan yang
selayaknya akan dihasilkan di tempat tujuan oleh barang-barang yang
dipertanggungkan, bila tiba dengan selamat setelah melakukan perjalanan biasa.
(KUHD 273, 593, 615.)
Pasal 622
Bila dari daftar
harga itu, atau dari anggaran para ahli ternyata, bahwa bila tiba dengan
selamat, keuntungan akan berjumlah lebih kecil daripada jumlah yang disebutkan
dalam polis oleh tertanggung, maka penanggung cukup membayar jumlah yang lebih
kecil itu. ia tidak perlu membayar apa pun, bila barang-barang yang
dipertanggungkan mungkin sama sekali tidak menghasilkan keuntungan. (KUHD 60,
615, 621.)
Pasal 623
Jumlah biaya
angkutan dibuktikan dengan carter-partai atau konosemen-konosemennya.
Bila tidak ada
carter-partai atau konosemen, atau bila mengenai barang-barang pemilik kapal
sendiri, untuk jumlah biaya angkutan dibuatkan anggaran oleh para ahli. (KUHD
454 dst., 506, 512, 593.)
Bagian 3
Permulaan Dan Akhir Bahaya
Pasal 624
pada
pertanggungan atas kapal, bahaya bagi penanggung dimulai sejak nakhoda mulai
memuatkan barang-barang dagangan; atau, bila ia harus berangkat dengan beban
pemberat saja, segera setelah ia mulai memuatkan beban pemberatnya. (KUHD
592-6-, 627, 634, 696.)
Pasal 625
pada
pertanggungan tersebut dalam pasal yang lain, bahaya bagi penanggung berakhir
21 hari setelah kapal yang dipertanggungkan sampai di tempat tujuan, atau
beberapa hari lebih cepat bersamaan dengan pembongkaran barang-barang dagangan
atau muatan terakhir. (KUHD 506 dst., 516, 592-61, 632, 634, 638.)
Pasal 626
pada
Pertanggungan kapal untuk perjalanan pergi dan pulang, atau untuk lebih dari
satu perjalanan, bahaya bagi penanggung berlangsung terus-menerus, sampai
dengan hari kedua puluh satu setelah perjalanan terakhir diselesaikan, atau
kurang beberapa hari sampai barang-barang dagangan muatan terakhir dibongkar.
(KUHD 316, 594, 624 dst.)
Pasal 627
Bila yang
dipertanggungkan adalah barang-barang lain atau barang-barang dagangan, bahaya
yang menjadi beban penanggung mulai berlangsung segera setelah barang-barangnya
diantar di dermaga atau di darat, agar dari situ dimuatkan atau diangkut ke
kapal-kapal barang-barang itu akan dimuat, dan berakhir 15 hari setelah kapal
tiba di tempat tujuan, atau beberapa hari lebih cepat bersamaan dengan
pembongkaran barang-barang di sana yang dipertanggungkan dan ditempatkan di
dermaga atau di darat. (KUHD 457 dst., 506 dst., 516, 517i-1, 5181 dst., 518o
dst., 519g-m, 520i dst., 593, 596, 624, 629, 632 dst., 644.)
Pasal 628
Pada
pertanggungan atas barang-barang lain dan barang dagangan, bahaya berlangsung
terus tanpa terputus, meskipun nakhoda terpaksa memasuki pelabuhan darurat, dan
di sana membongkar dan melakukan perbaikan, sampai perjalanan dihentikan sec4ra
sah, atau diberi perintah oleh tertanggung untuk tidak memasukkan kembali
barang-barangnya ke kapal, ataupun perjalanan sama sekali telah diakhiri. (KUHD
519d, 627, 632,)
Pasal 629
Bila nakhoda atau
tertanggung atas barang-barang terhalang oleh alasan-alasan yang sah untuk
membongkar muatan dalam waktu yang ditentukan dalam pasal 627, tanpa bersalah
karena kelambatan, maka bahaya bagi penanggung tetap berlangsung sampai
barang-barang dibongkar.
Pasal 630
Pada
pertanggungan untuk memperoleh uang dari biaya angkutan, bahaya bagi penanggung
mulai berlangsung sejak saat barang-barang dan barang-barang dagangan yang
biaya angkutannya telah dibayar, telah dimuat ke dalam menjadi busuk atau akan
menulari barang-barang lainnya.
Kerugian umum,
demikian pula kerugian karena pembuangan barang ke laut, perampasan,
perampokan, atau lainnya semacam itu, atau karena karamnya kapal, meskipun
masuk dalam persyaratan perjanjian, dipikul oleh penanggung, (KUHD 519f, x,
637, 643, 696 dst., 735 dst.)
Pasal 631
Dihapuskan
Pasal 632
Apabila
perjalanan dihentikan si penanggung mulai menanggung terhadap bahaya, maka
bahaya ini tetap berjalan, dalam halnya pertanggungan atas barang-barang selama
lima belas hari, dan dalam halnya pertanggungan atas kapalnya, selama dua puluh
satu hari setelah terjadinya penghentian perjalanan tadi, ataupun sekian hari
lebih dahulu sekadar barang-barang dagangan dan barang-barang lainnya telah
selesai dibongkarnya.
Pasal 633
Waktu bermulai
dan berakhirnya bahaya dalam halnya keuntungan yang diharapkan akan didapat,
adalah sama dengan waktu yang ditentukan untuk itu terhadap barang-barang yang
bersangkutan.
Pasal 634
Dalam segala
pertanggungan adalah terserah kekapal kedua belah pihak untuk di dalam polis
membuat janji-janji yang berlainan mengenai hal mulai berakhirnya waktu yang
setepatnya dari suatu penanggungan terhadap suatu bahaya.
Bagian ke-empat
Hak-hak dan kewajiban si penanggung dan si
tertanggung
Pasal 635
Apabila
perjalanan dihentikan sebelum si penanggung mulai menghadapi sesuatu bahaya,
maka gugurlah pertanggungannya.
Premi tidak usah
dibayar oleh si tertanggung, ataupun harus dikembalikan oleh si tertanggung,
ataupun harus dikembalikan oleh si penanggung, dalam kedua-duanya hal dengan
pemberian keuntungan bagi si penanggung sejumlah setengah prosen dari pada
jumlah uang yang ditanggung atau separuh dari pada uang premi, apabila ini
kurang daripada satu prosen.
Pasal 636
Apabila
perjalanan dihentikan setelah si penanggung mulai menghadapi bahaya, tetapi
sebelum kapalnya di tempat pembongkaran yang penghabisan melepaskan jangkar
atau tali-talinya, maka haruslah kepada si penanggung dibayar satu prosen
daripada jumlah uang yang ditanggung apabila preminya berjumlah satu prosen
atau lebih, tetapi apabila premi itu berjumlah kurang daripada itu maka
haruslah ia dibayar sepenuhnya kepada si penanggung.
Premi sepenuhnya
selamanya harus dibayar apabila si tertanggung menuntut sesuatu ganti-ganti
yang manapun juga.
Pasal 637
Adalah yang harus
dipikul oleh si penanggung yaitu segala kerugian dan kerusakan yang menimpa
kepada barang-barang yang dipertanggungkan karena angin taufan, hujan lebat,
pecahnya kapal, terdamparnya kapal, menggulingnya kapal, penubrukan, karena
kapalnya dipaksa mengganti haluan atau perjalanannya, karena pembuangan
barang-barang ke laut; karena kebakaran, paksaan, banjir perampasan, bajak laut
atau perampok, penahanan atas perintah dari pihak atasan, pernyataan perang,
tindakan-tindakan pembalasan; segala kerusakan yang disebabkan karena kelalaian,
kealpaan atau kecurangan nakhoda atau anak buahnya, atau pada umumnya karena
segala malapetaka yang datang dari luar, yang bagaimanapun juga, kecuali
apabila oleh ketentuan undang-undang atau oleh sesuatu janji di dalam polisnya,
si penanggung dibebaskan dari pemikiran sesuatu dari berbagai bahaya tadi.
Pasal 638
Dalam halnya
pertanggungan atas sebuah kapal, maka kewajiban si penanggung berhenti apabila
haluan atau perjalanannya diubah tanpa adanya sesuatu hal yang memaksa, dan
dalam halnya pertanggungan atas upah pengangkutan, berakhirlah kewajiban tadi,
apabila haluan atau perjalanannya diubah tanpa adanya sesuatu hal yang memaksa
atau apabila kapalnya diganti, dalam kedua-duanya hal apabila perubahan atau
penggantian tadi dilakukan oleh nakhoda karena kemauannya sendiri atau atas
perintah dari para pemilik kapal; kecuali mengenai nakhoda yang melakukannya
atas kemauannya sendiri, apabila sebaliknya telah diperjanjikan di dalam polis.
Dalam halnya
suatu pertanggungan atas barang-barang berlakulah peraturan yang sama, apabila
penggantian haluan, perjalanan, atau kapalnya, secara tidak terpaksa, telah
terjadi atas perintah si tertanggung maupun dengan persetujuannya secara tegas
atau secara diam-diam.
Suatu perjalanan
dianggap telah diganti, segera setelah nakhoda mulai mengarahkan kapalnya ke
suatu tempat tujuan yang lain daripada tempat untuk mana telah diadakan
pertanggungan.
Pasal 639
Penggantian
haluan secara sewenang-wenang tidak terdiri atas suatu penyimpangan kecil,
tetapi hanyalah apabila nakhoda, sedangkan itu menurut anggapan yang lazim
berlaku tidak perlu atau berguna dan tanpa sesuatu alasan yang penting bagi
kapal serta muatannya menghampiri sesuatu pelabuhan yang terletak di luar
haluan ataupun apabila nakhoda itu mengikuti suatu rencana perjalanan lain
daripada yang harus diturutnya.
Jika timbul
perselisihan tentang ini maka Hakim akan memutuskannya setelah mendengar para
ahli.
Pasal 640
Dalam halnya
suatu pertanggungan atas sebuah kapal dan upah pengangkutan maka tak usahlah si
penanggung membayar kerugian yang disebabkan karena kecurangan nakhoda, kecuali
apabila diperjanjikan lain di dalam polisnya.
Janji yang
seperti itu adalah terlarang apabila nakhoda tadi adalah satu-satunya pemilik
kapal ataupun apabila ia mempunyai bagian dari padanya.
Pasal 641
Dalam hanya suatu
pertanggungan barang-barang yang menjadi kepunyaan para pemilik kapal dalam
mana barang-barang itu dimuatnya, maka para penanggung juga tidak bertanggung
jawab untuk kecurangan nakhoda, maupun untuk segala kerugian dan kerusakan yang
disebabkan karena diubahnya haluan, perjalanan, atau digantinya kapalnya
olehnya secara sewenang-wenang, meskipun yang demikian itu dilakukan di luar
salahnya atau pengetahuan si tertanggung; kecuali telah diperjanjikan lain di
dalam polis.
Pasal 642
Dalam halnya
suatu pertanggungan atas upah pengangkutan yang akan diperoleh, maka si
penanggung tidak bertanggung jawab untuk kerugian yang timbul sejak nakhoda,
sedangkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melakukan perjalanan telah
dilengkapi, tanpa sesuatu alasan yang sah untuk kepentingan kapal serta
muatannya, telah melalaikan kesempatan untuk memulai perjalanannya; kecuali
apabila si penanggung dengan tegas telah menanggung untuk itu.
Pasal 643
Apabila yang
dipertanggungkan itu berupa barang-barang yang cair, seperti anggur, minyak,
madu, gajih, sirup, atau lain sebagainya, ataupun garam atau gula, maka si
penanggung tidaklah bertanggung jawab untuk sesuatu kerugian yang disebabkan
karena kebocoran atau melelehnya barang-barang tersebut, kecuali apabila itu
terjadi karena penyentuhan, pecahnya kapal, ataupun terdamparnya kapal, ataupun
karena barang-barang yang dipertanggungkan tadi telah dibongkar disuatu
pelabuhan darurat kemudian dimuat lagi.
Apabila terjadi
hal-hal yang mewajibkan si penanggung mengganti kerugian yang disebabkan karena
kebocoran atau melelehnya barang-barang tadi, maka kerugian yang harus dibayar
itu harus dikurangi dengan jumlah yang mana barang-barang semacam itu, menurut
pendapat para ahli lazimnya merosot harganya.
Pasal 644
Apabila, dalam
hal-hal yang diperbolehkan menurut undang-undang, telah dibuat suatu
pertanggungan atas barang-barang dagangan atau barang-barang seumumnya, ataupun
atas barang berupa apa saja yang penting bagi si tertanggung, sedangkan bahaya
yang ditanggung itu berlaku atas barang-barang yang mudah dapat menjadi busuk
atau berkurang, maka si penanggung tidak diwajibkan memikul kerugian yang
demikian, yang menurut adat-istiadat di tempat pertanggungan tadi tidak
seharusnya dipikul oleh para penanggung. Jika terjadi perselisihan, maka hal
itu akan ditetapkan oleh Hakim, setelah mendengar para ahli.
Apabila di antara
barang-barang yang tersebut di atas itu ada barang-barang yang di tempat
dibuatnya pertanggungan tadi lazimnya tidak dipertanggungkan selainnya dengan
bebas dari avary, kebocoran atau melelehnya barang-barang tadi, maka sama
sekali bebaslah si penanggung dari pembayaran kerugian tersebut.
Pasal 645
Apabila
barang-barang dari macam sebagaimana disebutkan dalam pasal yang lalu, di dalam
polis disebutkan dengan namanya masing-masing, maka, dengan tidak adanya
sesuatu janji yang khusus, si penanggung tidaklah bertanggung jawab untuk
sesuatu avary yang kurang daripada tiga prosen.
Pasal 646
Apabila diadakan
suatu pertanggungan dengan janji "bebas dari kerusakan" tak peduli
apakah ditambahkan perkataan "apabila barang-barang tiba dengan
selamat" ataupun tidak, maka si penanggung jawab untuk sesuatu kerusakan,
apabila barang-barang yang ditanggung itu tiba di tempat tujuannya dalam
keadaan busuk atau rusak.
Pasal 647
Dalam
pertanggungan dengan persyaratan "bebas dari molest", penanggung
bebas seketika bila barang yang dipertanggungkan musnah atau menjadi busuk
karena kekerasan, perampasan, pembajakan, perampokan, penahanan atas perintah
penguasa, pernyataan perang, dan pembalasan.
Pertanggungan
hapus seketika bila barang yang dipertanggungkan dengan moles tertahan atau
dibelokkan dari arah tujuannya.
Semua hal itu
tidak mengurangi kewajiban penanggung untuk mengganti kerugian yang terjadi
sebelum moles itu. (KUHD 368 dst., 517s, t, 520a, 637 dst., 648 dst., 663.)
Pasal 648
Bila dalam
persyaratan "bebas dari molest", oleh tertanggung dipersyaratkan,
bahwa meskipun kapal digiring, bahaya yang biasa tetap berlangsung, penanggung
memikul, bahkan setelah moles itu, semua kerugian biasa yang menimpa barang
yang dipertanggungkan, sampai kapal itu telah digiring dan membuang jauh, akan
tetapi dengan pengecualian kerugian sedemikan yang tanpa diragukan timbul dari
molest itu.
Bila sebab
karamnya kapal diragukan, maka dianggap bahwa kapal yang dipertanggungkan itu
karam karena bencana biasa, untuk hal mana penanggung bertanggung jawab. (KUHD
637.)
Pasal 649
Bila sebuah kapal
atau barang yang dipertanggungkan dengan persyaratan "bebas dari
molest" berlabuh di suatu pelabuhan dan sebelum keberangkatannya diduduki
oleh musuh, atau bila kapal itu ditahan, maka hal itu disamakan dengan
penggiringan dan bahayanya berhenti bagi penanggung. (KUHD 367 dst., 637, 647.)
Pasal 650
Dalam
pertanggungan yang diadakan untuk waktu tertentu seperti dimaksud dalam pasal
595, tertanggung harus membuktikan bahwa barang yang dipertanggungkan telah
dimuat dalam waktu yang ditentukan ke kapal yang telah mengalami kecelakaan
atau karam. (KUHD 594, 674.)
Pasal 651
(s.d.u. dg. S.
1933-47, S. 1934-214, S. 1938-1, 2.) Pada penggantian kerugian untuk
barang-barang yang dibeli atau dimuatkan oleh nakhoda, baik untuk bebannya
maupun untuk beban kapalnya , harus ditunjukkan bukti pembeliannya dan suatu
konosemen tentang itu yang ditandatangani oleh dua orang anak buah kapal yang
terkemuka. (KUHD 341, 372, 376-2 nomor 3', 506.) 652. Bila mengenai
barang-barang perdagangan yang harus dimuat dalam berbagai-bagai kapal yang
ditunjuk, pertanggungannya diadakan dengan cara terbagi-bagi, dengan menyatakan
jumlah yang dipertanggungkan alas tiap kapal, dan bila seluruh muatan dimuat
dalam satu kapal, atau dalam sejumlah kapal yang lebih kecil daripada yang
ditentukan dalam perjanjian, penanggung tidak bertanggung jawab lebih jauh
daripada untuk jumlah uang yang ditanggung olehnya atas kapal atau kapal-kapal
yang telah mengangkut muatan itu, meskipun semua kapal tersebut telah mendapat
kecelakaan; dan meskipun demikian, ia menurut pembedaan dari pasal 635, akan
menerima setengah perseratus atau kurang dari jumlah uang yang pertanggungannya
dianggap tidak berlaku. (KUHD 592-11, 638 dst.)
Pasal 653
Penanggung
dibebaskan dari bahaya selanjutnya, dan berhak alas premi, bila tertanggung
mengirimkan kapal ke tempat lebih jauh daripada yang disebut dalam polis.
Pertanggungan
mempunyai akibat sepenuhnya bila perjalanan diperpendek. (KUHD 282, 367 dst.,
370, 592, 638.)
Pasal 654
Tertanggung wajib
segera memberitahukan kepada penanggung, atau bila ada beberapa orang
penanggung yang menandatangani suatu polis yang sama, kepada penanda tangan
pertama, segala berita yang diterimanya mengenai bencana yang menimpa kapal
atau barang, dan harus mengirimkan salinan atau petikan surat yang memuat
berita itu, kepada siapa saja dari para penanggung, sekiranya dikehendakinya.
Bila hal itu
dilalaikan, tertanggung wajib mengganti semua biaya, kerugian dan bunganya.
(KUHperd. 1243 dst.; KUHD 283.)
Pasal 655
Selama tertanggung
tidak berhak untuk melepaskan kepada penanggung haknya atas barang yang
dipertanggungkan, dan karena itu tidak sungguh-sungguh melepaskannya, bila
kapal karam, kandas, digiring, atau ditahan, ia wajib melakukan segala daya
upaya untuk menyelamatkan atau membebaskannya.
Untuk itu ia
tidak perlu mendapat kuasa khusus dari penanggung, bahkan ia berhak untuk
menuntut darinya sejumlah uang yang cukup untuk menutup biaya yang harus
dikeluarkan untuk penyelamatan atau penuntutan kembali. (KUHD 283, 345, 369,
545, 657, 663, 665, 675, 718.)
Pasal 656
Tertanggung, yang
harus berdaya upaya menyelamatkan dan menuntut kembali dan yang untuk itu telah
memberi amanat kepada teman biasa dalam usahanya, atau kepada badan atau orang
lain yang terkenal mempunyai nama baik, tidak bertanggung jawab terhadap
pemegang amanat, akan tetapi wajib melepaskan tuntutan terhadapnya kepada
penanggung. (KUHperd. 613, 1803; KUHD 655, 665, 675.)
Pasal 657
Dalam
pertanggungan untuk perhitungan yang tak tertentu, yaitu bila dalam polis tidak
dinyatakan kebangsaan pemilik barang yang dipertanggungkan, tertanggung ikut
wajib melakukan penuntutan kembali, bila penggiringan atau penahanannya melawan
hukum, kecuali bila ia dibebaskan dalam polis. (KUHD 655 dst.)
Pasal 658
Keputusan hakim
negara asing, yang menyatakan bahwa kapal-kapal atau barang-barang yang
dipertanggungkan sebagai barang yang tak berpihak, sebagai bukan milik yang tak
berpihak dan karena itu dinyatakan dirampas, tidak cukup untuk membebaskan
penanggung dari pembayaran kerugian, bila tertanggung membuktikan, bahwa yang
dipertanggungkan adalah sungguh milik tak berpihak, dan bahwa ia di hadapan
hakim yang menjatuhkan putusan itu telah melakukan segala daya upaya dan
memajukan semua surat bukti untuk mencegah pernyataan perampasan demikian.
(KUHD 665 dst.; Rv. 436.)
Pasal 659
Dihapus dg. S.
1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 660
Dihapus dg. S.
1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 661
Bila untuk
keadaan perang atau kejadian lain yang akan timbul, dipersyaratkan kenaikan
premi, maka bila besarnya kenaikan premi tidak dinyatakan dalam polisnya, jika
perlu, ditentukan oleh hakim, setelah mendengar para ahli, dengan mengindahkan
bahaya, keadaan dan persyaratan yang dibuat dalam polisnya. (KUHD 592, 637; Rv.
215.)
Pasal 662
Dalam segala hal,
baik bila barang-barang yang dipertanggungkan tidak dikirimkan, maupun
dikirimkan dalam jumlah yang lebih kecil, ataupun karena salah perkiraan telah
dipertanggungkan terlalu banyak, dan selanjutnya pada umumnya dalam hal-hal
yang diatur dalam pasal 281, penanggung memperoleh setengah perseratus jumlah
uang yang dipertanggungkan, atau separuh dari preminya, dan hal itu dengan cara
yang sama seperti yang ditentukan dalam pasal 635, kecuali bila dalam hal yang
khusus, kepadanya diberikan lebih oleh ketentuan undang-undang atau perjanjian.
Orang yang telah
mengadakan pertanggungan untuk orang lain tanpa menyebutkan nama orang itu
dalam polis, tidak dapat menuntut kembali premi atas dasar, bahwa yang
berkepentingan tidak mengirimkan barang-barang yang dipertanggungkan atau
mengirimkan dalam jumlah kurang. (KUHD 246 dst., 264-267, 282, 599.)
Bagian 5
Abandonemen
Pasal 663
Kapal dan barang
yang dipertanggungkan dapat diabandonir atau diserahkan kepada penanggung, bila
kapal itu: karam; kandas dan remuk; (KUHD 665.)
tak dapat dipakai
karena kerusakan di laut; (KUHD 664.)
musnah atau
hancur karena bencana laut; (KUHD 666.)
digiring atau
ditahan oleh negara asing; (KUHD 369, 665, 668.)
ditahan oleh
pemerintah Indonesia atau Belanda setelah permulaan perjalanan. (KUHD 624, 665,
668.)
Semua hal itu
tidak mengurangi ketentuan-ketentuan lebih lanjut yang terdapat dalam
pasal-pasal berikut. (KUHD 254, 670, 672 dst., 694.)
Pasal 664
Abandonemen
dengan alasan kapal tidak dapat digunakan, tidak dapat dilakukan bila kapal itu
setelah terbentur atau kandas, dapat diperbaiki dan herlayar kembali, untuk
melanjutkan perjalanannya ke tempat tujuan, dan biaya perbaikan tidak melampaui
3/4 dari nilai yang diperkirakan dalam pertanggungan kapal itu. (KUHD 655 dst.,
663, 717.)
Pasal 665
Bila kapal-kapal
atau barang-barang terdampar, digiring atau ditahan, maka abandonemennya dapat
dilakukan seketika, bila penanggung menolak, atau lalai memberikan lebih dahulu
sejumlah uang yang cukup untuk menutup biaya penyelamatan atau penuntutan
kembali.
Bila ada
perselisihan, jumlah uang usaha ditetapkan oleh hakim.
Jumlah itu
dibebankan kepada penanggung, meskipun bila biaya itu ditambahkan pada jumlah
kerugian yang harus dibayar, melampaui jumlah yang dipertanggungkan untuk itu.
(KUHD 283, 655 dst., 663, 668, 676.)
Pasal 666
Abandonemen dalam
hal karam atau busuk, tidak dapat dilakukan kecuali bila kerugian atau
kerusakan berjumlah 3/4 jumlah yang dipertanggungkan, atau melampaui itu. (KUHD
663 dst., 669, 714 dst.)
Pasal 667
Tertanggung juga
dapat mengadakan abandonemen dan selanjutnya menuntut pembayaran, tanpa
diperlukan bukti tentang karamnya kapal, bila terhitung dari hari keberangkatan
kapal ke luar, atau dari hari yang disebut dalam berita-berita yang terakhir
diterima, sama sekali tidak datang kabar tentang kapal itu, yaitu;
Setelah lalu 6
bulan untuk perjalanan dalam wilayah Indonesia;
setelah lalu 12
bulan untuk perjalanan dari Indonesia ke Australia, pantai selatan Asia, pantai
timur Afrika, Tanjung Harapan, ke pulau-pulau yang terletak antara
negara-negara itu dan Indonesia, dan ke pulau-pulau di Samudera pasifik di
sebelah barat Tanjung Hoorn, dan sebaliknya;
Setelah lalu 18
bulan untuk perjalanan-perjalanan ke luar Indonesia ke bagian-bagian lain
dunia, dan sebaliknya.
Pada
perjalanan-perjalanan dari dan ke pelabuhan-pelabuhan yang keduanya terletak di
luar Indonesia, jangka waktunya dihitung menurut jarak termaksud di atas yang
jaraknya paling mendekati kesamaan satu sama lain antara pelabuhan itu.
Dalam semua hal
usaha, tertanggung dapat dianggap cukup dengan menerangkan, dengan mengajukan
kesediaan untuk disumpah, bahwa ia tidak menerima berita langsung atau tidak langsung
dari kapal yang dimuati barang yang dipertanggungkan, dengan tidak mengurangi
pembuktian tentang kebalikannya. (KUHD 603 dst., 663, 669 dst.)
Pasal 668
Bila kapal
digiring atau ditahan, abandonemen dapat dilakukan, bila kapal atau barang yang
digiring atau ditahan tidak diberikan atau dibebaskan kembali dalam jangka
waktu yang ditentukan dalam pasal yang lain, terhitung dari hari menurut tempat
penggiringan atau penahanan itu terjadi dan dari hari tertanggung mendapat
berita mengenai hal itu.
Bila kapal atau
barang yang digiring atau ditahan dinyatakan dirampas, maka segera dapat
dilakukan abandonemen, (KUHD 658, 663 dst., 670.)
Pasal 669
Bila
barang-barang yang busuk atau kapal-kapal yang telah dinyatakan tak dapat
digunakan, dijual di tengah perjalanan, tertanggung dapat mengabandonir haknya
kepada para penanggung, bila, meskipun telah dilakukan daya upaya olehnya, uang
pembeliannya tidak diperhitungkan dengannya dalam waktu yang tersebut dalam
pasal 667; semua terhitung dari hari menurut tempat penjualannya, dan dari hari
tertanggung menerima berita tentang hal itu. (KUHD 664, 666, 670, 717.)
Pasal 670
Dalam hal-hal
tersebut dalam tiga pasal yang lain, abandonemen kepada penanggung harus
diberitahukan dengan resmi 3 bulan setelah waktu yang ditentukan dalam
pasal-pasal itu lewat. (KUHD 672 dst., 676.)
Pasal 671
Dalam hal-hal
lain, pemberitahuan resmi itu harus dilakukan dalam jangka waktu tersebut dalam
pasal 667, terhitung dari hari menurut tempat terjadinya malapetaka itu, dan
dari hari tertanggung menerima berita tentang hal itu. (KUHD 672 dst., 676.)
Pasal 672
Setelah waktu
yang ditentukan dalam kedua pasal yang lain lewat, tertanggung tidak lagi
mempunyai hak abandonemen. (KUHD 743.)
Pasal 673
Dalam hal yang
atasnya dapat dilakukan abandonemen, tertanggung wajib memberitahukan berita
yang diterimanya kepada penanggung dalam 5 hari setelah diterimanya, dengan
ancaman hukuman pe tian biaya, kerugian dan bunga. (KUHD 654, 663, 667.)
Pasal 674
Bila suatu
pertanggungan diadakan untuk waktu tertentu, maka dalam hal-hat dan
setelahiangka waktu tersebut dalam pasal 667 lewat, karamnya kapal dianggap
telah terjadi dalam waktu pertanggungannya.
Namun bila
kemudian terbukti, bahwa kerugiannya telah jatuh di luar waktu pertanggungannya,
abandonemen itu gugur, dan penggantian kerugian yang telah dibayar harus
dikembalikan, dengan bunganya yang resmi. (KUHperd. 1916, 1921; KUHD 650.)
Pasal 675
Dalam melakukan
abandonemen, tertanggung wajib melaporkan semua pertanggungan yang telah
diadakannya atas barang yang dipertanggungkan, atau telah mengamanatkan untuk
mengadakannya, dan peminjaman uang yang telah diadakan atas kapal atau barang
itu dengan sepengetahuannya. Bila usaha dilalaikan, maka waktu pembayaran yang
seharusnya mulai berlangsung bersamaan dengan abandonemennya, ditangguhkan
sampai hari ia telah memberikan laporan tersebut di atas, tanpa hal itu
menimbulkan perpanjangan waktu yang ditetapkan oleh ketentuan undang-undang
untuk melakukan abandonemen.
Bila diberikan
laporan secara curang, maka tertanggung tidak menerima keuntungan
pertanggungan. (KUHD 252, 282, 593, 612, 676, 680.)
Pasal 676
Tertanggung juga
wajib melaporkan kepada penanggung dalam melakukan abandonemen apa yang telah dilakukan
untuk menyelamatkan atau membebaskan apa yang dipertanggungkan, dan orang-orang
atau teman usaha yang telah dipekerjakan olehnya untuk itu. (KUHD 655 dst.)
Pasal 677
Abandonemen tidak
dapat dilakukan baik untuk sebagian maupun bersyarat.
Bila kapal atau
barang-barang tidak dipertanggungkan untuk jumlah penuh, dengan demikian
tertanggung sendiri telah menghadapi sebagian dari bahayanya, abandonemen tidak
meluas lebih jauh daripada sampai jumlah yang dipertanggungkan seimbang dengan
bagian yang tidak dipertanggungkan. (KUHperd. 1297; KUHD 253, 594.)
Pasal 678
Bila abandonemen
dilakukan menurut peraturan undang-undang, barang-barang yang dipertanggungkan
menjadi kepunyaan penanggung, terhitung dari hari pemberitahuannya dengan
resmi, dengan tidak mengurangi bagian tertanggung, dalam hal alinea kedua pasal
yang lain. (KUHperd. 584, 615; KUHD 670 dst.)
Pasal 679
Penanggung dengan
dalih bahwa kapal atau barang-barang yang dipertanggungkan setelah abandonemen
dibebaskan, tidak dapat membebaskan dirinya dari pembayaran jumlah uang yang
dipertanggungkan. (KUHD 369, 663, 667.)
Pasal 680
Bila waktu
pembayaran tidak ditentukan dalam perjanjian, maka penanggung, 6 minggu setelah
abandonemennya diberitahukan dengan resmi, harus membayar jumlah uang yang dipertanggungkan,
beserta biaya abandonemen. Setelah waktu itu, ia juga membayar bunga-bunga
resmi.
Barang-barang
yang diabandonir terikat untuk pembayaran itu. (KUHperd. 1139, 1250; KUHD 667,
670 dst., 675, 721, 744.)
Bagian 6
Hak Dan Kewajiban Makelar Pertanggungan Laut
Pasal 681
Para makelar
pertanggungan laut wajib:
1.
menyampaikan suatu nota yang
ditandatangani kepada penanggung, berisi pemberitahuan tentang barang-barang
yang dipertanggungkan, syarat-syarat dan preminya, atau bila ada lebih dari
satu penanggung telah mengadakan satu pertanggungan itu, kepada yang pertama
dari mereka, paling lambat dalam 24 jam setelah pertanggungan itu diadakan,
bila pada waktu itu polisnya belum dibuat dan dikeluarkan. Nota usaha di
antara para pihak bertaku sebagai permulaan bukti tertulis; (KUHD 257 dst.,
260.)
2.
menyebutkan dengan jelas
dalam polisnya tentang syarat-syarat, keterangan dan pernyataan, dengan
menyisipkan semua hal yang diharuskan oleh undang-undang sebagai syarat yang
harus ada untuk suatu polis; (KUHD 256, 592, 608.)
3.
menyelenggarakan dengan
saksama salinan dalam register yang diadakan untuk itu, dari polis-polis yang
diadakan dengan perantaraan mereka; (KUHperd. 1881; KUHD 66.)
4.
memasukkan dalam register dan
menyebutkan dengan singkat catatancatatan, surat-surat dan naskah-naskah, yang
pada waktu penagihan kerugian yang telah mereka serahkan kepada para
penanggung, dan berita-berita serta surat-surat yang mungkin dengan perantaraan
mereka diberitahukan kepada para penanggung, selama berlangsungnya
perjanjiannya atau kemudian;
5.
pada pemberian ganti rugi,
menyerahkan kepada penanggung yang pertama menandatangani, di samping perhitungan
kerugiannya juga sebuah daftar yang ditandatangani oleh mereka dari semua
surat-surat dan naskah-naskah untuk membenarkan perhitungan kerugian itu; (KUHD
721.)
6.
memberikan kepada para
tertanggung atau penanggung, setiap kali bila mereka menghendakinya, atas biaya
mereka sendiri, salinan polis-polis, beritaberita, surat-surat dan
catatan-catatan tersebut di atas yang ditandatangani sebagai salinan yang sah.
(KUHperd. 1889.)
Semua usaha
dengan ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunganya. (KUHperd. 1243; KUHD
62 dst., 65, 259.)
Pasal 682
Bila premi pada
penandatanganan polis pertanggungan laut tidak dibayarkan, maka makelar yang
merupakan perantaraan pengadaan pertanggungan itu, wajib memenuhi sebagai
utangnya sendiri, namun tidak mengurangi hak tagih penanggung terhadap
tertanggung sendiri, bila ia tidak membuktikan, bahwa premi telah dilunasinya
kepada makelar; bagaimanapun juga kewajiban penanggung terhadap tertanggung
tetap berlaku.
Makelar tidak
bertanggungjawab untuk premi, bila dalam polis diperjanjikan, bahwa premi itu
tidak akan segera dibayar. (KUHD 65, 256.)
Pasal 683
Bila tertanggung
telah membayarkan premi kepada makelar, dan dalam waktu 1 bulan setelah pembayaranjatuh
pailit penanggung mempunyai hak atas uang itu, didahulukan daripada para
penagih lain dari makelar itu, kecuali biaya pelaksanaan putusan hakim dan
biaya penyelamatan harta pailit. (KUHperd. 1139-10.)
Pasal 684
Makelar yang
telah melunaskan preminya kepada penanggung, tidak perlu menyerahkan polisnya
yang mungkin ada padanya kepada tertanggung, selama ia belum mengembalikan uang
yang dibayarkan lebih dulu oleh makelar.
Pada kepailitan
tertanggung, makelar yang masih memegang polisnya, berwenang untuk menuntut
ganti rugi yang harus dibayar oleh penanggung untuk melunasi uang premi kepada
dirinya sendiri, dengan tidak mengurangi kewajibannya untuk
mempertanggungjawabkan sisanya kepada harta pailit. (KUHperd. 1812; KUHD 260.)
Pasal 685
Bila polis telah
diserahkan kepada tertanggung, akan tetapi ganti rugi yang harus dibayar oleh
penanggung belum seluruhnya dibayarkan kepada tertanggung sebelum
kepailitannya, makelar yang telah melunasi lebih dahulu pre[ninya mempunyai hak
mendahului atas uang yang berdasarkan itu masih harus diterimanya, tanpa
memandang apakah kerugian itu terjadi sebelum atau sesudah kepailitannya.
(KUHperd. 1134; KUHD 683.)
BAB X
PERTANGGUNGAN TERHADAP BAHAYA-BAHAYA PADA
PENGANGKUTAN DI DARAT DAN DI SUNGAI-SUNGAI DAN PERAIRAN PEDALAMAN
Pasal 686
polis, kecuali
syarat-syarat tersebut dalam pasal 256, harus menyatakan:
(bandingkan KUHD
256-1 nomor 81.)
1.
Waktu yang di dalamnya
perjalanan harus sudah selesai, bila hal itu ditentukan dalam surat
pengangkutan; (KUHD 90, 690.)
2.
Apakah hal itu harus
dilakukan terputus-putus atau tidak; (KUHD 691 dst.) 31. nama nakhoda,
pengangkut, atau pengirim yang telah menerima pengangkutan. (KUHD 90-3', 248,
254 dst.) 687, pertanggungan yang mempertanggungkan bahaya pada pengangkutan di
darat, atau di sungai-sungai dan perairan-perairan pedalaman, pada umumnya dan
menurut keadaan diatur oleh peraturan perundang-undangan tentang pertanggungan
laut, dengan tidak mengurangi ketentuan yang terdapat dalam pasal-pasal berikut.
(KUHD 248, 593 dst., 694 dst., 754.)
Pasal 688
Pada
pertanggungan barang-barang, bahaya untuk beban penanggung mulai berlangsung
ketika barang-barangnya telah diantarkan atau dikirimkan ke kendaraan atau
kapal, kantor, atau tempat yang lain sedemikian yang biasa menerima
barang-barang untuk dikirim. Bahaya berakhir bila barang-barang telah
tiba di tempat tujuan dan diserahkan pada alamatnya, atau diserahkan kepada
kekuasaan tertanggung atau pemegang kuasanya. (KUHD 624 dst., 690, 695.)
Pasal 689
Bila barang yang
dipertanggungkan harus diangkut di darat, atau melalui sungai atau perairan
pedalaman, atau berganti-ganti melalui darat dan air, penanggung tidak wajib
selama perjalanan itu, di luar keadaan terpaksa, melakukannya melalui jalan
lain daripada yang biasa, dan dengan cara lain daripada yang biasa pula. (KUHD
638, 641, 652, 691 dst., 695, 754.)
Pasal 690
Bila waktu
pengangkutan ditentukan dalam surat angkutan, dalam tentang hal itu disebut
dalam polis, penanggung tidak wajib membayar kerugian, yang terjadi setelah
waktu yang seharusnya barang-barang selesai diangkut. (KUHD 90, 650, 686-l-,
688, 695.)
Pasal 691
Pada
pertanggungan atas barang-barang yang harus diangkut lewat darat, atau
berganti-ganti melalui darat dan air, maka bahaya untuk beban penanggung tetap
ada, meskipun barang-barang itu dalam perjalanan, dipindahkan ke dalam
kendaraan atau kapal lain. (KUHD 638 dst., 689, 695, 754.)
Pasal 692
Hak yang seperti
itu teijadi pada pertanggungan barang-barang yang harus diangkut lewat sungai
atau perairan pedalaman, bila barang-barang itu dipindahkan ke dalam kapal
lain; kecuali bila pertanggungannya mungkin diadakan mengenai barang-barang
yang harus dimuat dalam kapal tertentu.
Bahkan dalam hal
terakhir usaha, pada pemindahan barang-barang ke kapal lain, bahayanya tetap
berlangsung atas beban penanggung, bila hal itu terjadi untuk mengosongkan
kapalnya pada waktu air surut, atau atas dasar alasan lain yang tak dapat
dihindari. (KUHD 638 dst., 691, 695, 754.)
Pasal 693
Pada
pertanggungan barang-barang yang dikirimkan lewat darat, penanggung juga
bertanggungjawab atas kerusakan dan kerugian yang disebabkan oleh kesalahan
atau kecurangan orang yang ditugaskan untuk penerimaan, pengangkutan dan
pengantaraan. (KUHD 86 dst., 91 dst., 637, 687, 695.)
Pasal 694
Ketentuan bagian
5 Bab IX berlaku juga terhadap pertanggungan tersebut dalam bab usaha. (KUHD
663.)
Pasal 695
Para pihak mempunyai
kebebasan untuk mengadakan persyaratan yang menyimpang dari ketentuan tersebut
di atas dalam pasal 688 dan berikutnya, (KUHD 687, 754.)
BAB XI
KERUGIAN LAUT (AVARY)
Bagian 1
Avary pada Umumnya
Pasal 696
Semua biaya luar biasa
untuk kepentingan kapal dan barang-barang yang dikeluarkan bersama-sama atau
sendiri-sendiri, semua kerugian yang menimpa kapal dan barang-barang, selama
waktu yang ditentukan dalam Bagian 3 Bab IX, mengenai permulaan dan akhir
bahaya, dimasukkan sebagai avarij. (KUHD 624 dst., 697, 699, 701, 702 dst., 706
dst.)
Pasal 697
Bila antara para
pihak tidak diperjanjikan lain, maka avary diatur menurut ketentuan-ketentuan
berikut. (KUHperd. 1338.)
Pasal 698
Ada dua macam
avary:
avary-grosse atau
avary umum, dan
avary sederhana
atau avary khusus.
Yang pertama
harus diperhitungkan pada kapal dan biaya angkutan dan muatan; yang kedua
dibebankan pada kapal, atau pada barang masing-masing sendiri-sendiri yang
mendapat kerugian, atau yang menyebabkan biaya-biayanya. (KUHD 646, 699 dst.,
701 dst., 703, 708, 727 dst., 745.)
Pasal 699
(s.d.u. dg. S.
1933-47, S. 1934-214, S. 1938-1,2.) Avarij umum adalah:
1.
Apa yang diberikan kepada
musuh atau bajak laut untuk pembebasan atau penebusan kapal dan muatan.
Dalam hal ada keragu-raguan, setalu dianggap bahwa penebusan telah dilakukan
untuk kepentingan kapal dan muatan; (KUHD 699-71 dst, 121 dst.)
2.
Apa yang demi keselamatan
umum atau kepentingan bersama dari kapal dan muatan dibuang ke laut atau habis
dipakai; (KUHD 357, 391, 394, 479, 519y, 729.)
3.
kawat besar, tiang, layar,
dan perkakas lain yang dipotong atau dipatahkan untuk keperluan seperti di
atas; (KUHD 357, 734.)
4.
sauh, kawat, dan barang lain,
yang juga untuk kepentingan yang Santa terpaksa harus dilemparkan ke laut;
(KUHD 357, 734.)
5.
kerugian pada barang yang
tersisa di kapal karena harus dilempar ke laut; (KUHD 699-6-, 701-5'.)
6.
kerusakan yang sengaja
ditimbulkan pada badan kapal untuk memudahkan pelemparan dan tindakan
meringankan kapal atau penyelamatan barang, atau untuk memperlancar pembuangan
air, dan kerugian yang pada waktu itu telah ditimbulkan oleh air pada muatan;
(KUHD 699-51.)
7.
penjagaan, penyembuhan,
pemeliharaan, dan penggantian kerugian kepada semua orang yang ada di kapal,
yang dalam mempertahankan kapal terluka atau menjadi cacat; (KUHD 412,
416-416g, 423, 447, 452e, 699-10,81,121,131.)
8.
Penggantian kerugian atau
pemberian makan bagi mereka yang dalam dinas untuk kepentingan kapal dan
muatan, dikirim ke laut atau ke darat, ditangkap, ditahan atau dijadikan budak;
(KUHD 699-l', 71, 121, 13'.)
9.
Gaji dan pemeliharaan nakhoda
dan para anak buah kapal selama kapal terpaksa berada dalam pelabuhan darurat;
(KUHD 367 dst., 423, 699-10', 1 1'.)
10.
Biaya pandu dan biaya
pelabuhan lainnya yang haras dibayar pada waktu masuk dan ke luar pelabuhan
darurat; (KUHD 344, 367 dst., 699-91 dan II', 708.)
11.
Sewa gudang dan tempat
penyimpanan untuk barang yang karena selama perbaikan kapal dalam pelabuhan
darurat tidak dapat tetap berada di kapal, harus disimpan; (KUHD 367 dst.,
699-90dan 100.)
12.
biaya penuntutan kembali, bila
kapal dan muatan ditahan atau digiring, dan kedua-duanya dituntut kembali oleh
nakhoda; (KUHD 369, 699-l0, 70, 80 dan 130, 701-40.)
13.
gaji dan pemeliharaan nakhoda
dan para anak buah kapal selama penuntutan kembali, bila kapal dan muatan dibebaskan;
(KUHD 369, 423, 699-l0, 70, 80, 120, 701-40.)
14.
biaya pembongkaran, upah
pemindahan ke kapal kecil, beserta biaya untuk membawa kapal ke pelabuhan atau
sungai, bila hal itu terpaksa karena taufan, pengejaran oleh musuh atau bajak
laut atau karena sebab lain demi keselamatan kapal dan muatannya; beserta
kerugian dan kerusakan yang diderita pada barang karena pembongkaran dan
pemuatannya ke dalam kapal-kapal kecil karena terpaksa, dan karena pemuatan
kembali ke kapalnya; (KUHD 367 dst., 699-171, 702 dst.)
15.
kerugian pada kapal atau
muatan, atau pada keduanya, disebabkan karena waktu mencegah bahaya perampasan
atau kekaraman, kapal dengan sengaja dikandaskan di pantai; demikian pula, bila
hal itu terjadi dalam keadaan bahaya lain yang mendesak demi keselamatan kapal
dan muatan; (KUHD 546 dst., 699-160.)
16.
biaya untuk memperlancar
kembali kapal yang dikandaskan tersebut di atas dan upah yang dibayarkan untuk
pertolongan yang diberikan untuk itu, beserta semua penggantian jasa untuk
pertolongan kepada kapal dan muatannya yang diberikan waktu dalam keadaan
bahaya; (KUHD 546 dst., 568d.)
17.
kerugian dan kerusakan yang
diderita pada barang yang pada waktu keadaan darurat dimuatkan ke kapal kecil
atau kapal biasa, termasuk di situ bagian dalam avarij umum yang harus dibayar
oleh pemilik barang kepada kapal kecil atau kapal biasa yang menolong itu; dan
sebaliknya kerugian dan kerusakan yang diderita pada barang yang ketinggalan di
kapal utama (yang kandas), dan pada kapal penolong itu sendiri, setelah
pemindahan muatannya, bila kerusakan atau kerugian itu termasuk avarij umum;
(KUHD 699-140, 702-705.)
18.
gaji dan pemeliharaan nakhoda
dan para anak buah kapal, bila kapal itu setelah permulaan perjalanannya terhambat
oleh negara asing atau oleh pecahnya perang, selama kapal dan muatan tidak
dibebaskan dari perikatan kedua belah pihak; (KUHD 412, 423, 517s, 520a,
699-90.)
19.
Dihapus dg. S.
1933-47jo. S. 1938-2.
20.
premi untuk mempertanggungkan
biaya yang termasuk avarijumum, dan atau kerugian yang diderita karena
penjualan sebagian muatan di pelabuhan darurat untuk menutup biaya avarij;
(KUHD 365.)
21.
biaya pembuatan dan penentuan
apa yang termasuk avarij umum; (KUHD 722 dst.)
22.
biaya, termasuk di dalamnya
gaji tambahan dan pemeliharaan nakhoda dan para anak buah kapal, yang
disebabkan karantina luar biasa dan tidak dapat diduga pada waktu mengadakan
perjanjian pencarteran, bila kapal dan barang yang dimuat harus tunduk kepadanya;
(KUHD 316-1 nomor 30, 412, 423) dan
23.
pada umumnya, semua kerugian
yang dalam keadaan darurat ditimbutkan dengan sengaja, dan diderita sebagai
akibat langsung dari itu, dan biaya yang dalam keadaan yang sama dikeluarkan
demi keselamatan dan kepentingan kapal dan muatan. (KUHD 701-l0, 703.)
Pasal 700
(s.d.u. dg. S.
1933-47, S. 1934-214, S. 1938-2.) Bila cacat di dalam kapal, ketidaklayakan
kapal untuk melakukan perjalanan, atau kesalahan dan kelalaian nakhoda atau
para anak buah kapal, telah menyebabkan kerugian atau biayanya, maka yang
disebut terakhir usaha, meskipun telah dikeluarkan untuk kepentingan kapal dan
muatan, bukanlah avarijumum. (KUHD 321, 343, 459, 470, 470a, 519c, e, 637, 640
dst., 703.
Pasal 701
(s. d. u. dg. S.
1933-4 7, S. 1934 -214, S. 1938-2.) Avarij khusus adalah:
1.
semua kerusakan dan kerugian
yang terjadi pada kapal dan muatannya karena taufan, perampasan, karamnya
kapal, atau kekandasan yang tak disengaja; (KUHD 545 dst., 699-231, 701-30.)
2.
upah dan biaya pengamanan;
(KUHD 551 dst.)
3.
hilangnya dan kerusakan yang
terjadi pada kawat besar, jangkar, kawat biasa, layar, susuh perahu, sambungan
tiang, gantungan layar, perahu, dan perkakas perahu, yang disebabkan oleh
taufan dan malapetaka lain di laut; (KUHD 701-1-.)
4.
biaya penuntutan kembali dan
pemeliharaan serta gaji nakhoda dan anak buah kapal selama penuntutan kembali,
bila hanya kapal atau muatannya yang ditahan; (KUHD 699-120 dan 131.)
5.
perbaikan khusus dari
pembungkusan dan biaya penyelamatan barang perdagangan yang rusak, bila usaha
tidak ada yang menjadi akibat langsung dari bencana yang menyebabkan avarij
umum; (KUHD 699-5'.)
6.
biaya untuk pengangkutan
lebih lanjut dari barang, bila, dalam hal tersebut pasal 519d, perjanjian
pencarterannya dihapus; dan
7.
pada umumnya, semua
kerusakan, kerugian, dan biaya yang tidak disebabkan atau dibuat dengan
sengaja, dan demi keselamatan dan kepentingan bersama dari kapal dan muatan,
tetapi yang dialami dan dibuat untuk kepentingan kapal saja, atau muatannya
saja, dan yang karena itu berhubung dengan pasal 699, tidak termasuk avary
umum. (KUHD 534 dst., 703.)
Pasal 702
Bila sebuah kapal,
karena musim kering yang panjang, tempat dangkal atau pelataran, dengan muatan
yang penuh tidak dapat doalankan, baik dari tempat keberangkatan, maupun ke
tempat tujuannya, dan karena itu sebagian muatannya harus diantarkan dengan
kapal kecil, atau dibongkar ke dalam kapal kecil, maka biaya untuk kapal kecil
demikian tidak dianggap sebagai avarij. (KUHD 506, 698, 699-14-, 728.)
Alinea kedua
hapus berdasarkan S. 1933-47jo. S. 1938-2.
Pasal 703
Ketentuan pasal-pasal
698, 699, 700 dark 701 mengenai avarij umum dan khusus, berlaku juga terhadap
kapal kecil tersebut tadi, dan terhadap barang yang dimuat di dalamnya.
Pasal 704
Bila selama
pelayaran, baik pada kapal kecil itu maupun pada barang yang dimuat di
dalamnya, timbul kerugian, yang termasuk avarijumum, hal usaha dipikul untuk
1/'.3 oleh kapal kecil itu, dan untuk 2/3 oleh barang yang berada dalam kapal
itu.
Yang 2/3
selanjutnya secara avarij umum dibebankan kepada kapal utamanya, biaya
angkutannya, dan seluruh muatannya, termasuk muatan kapal kecil itu. (KUHD 698
dst., 702, 727.)
Pasal 705
Sebaliknya,
barang yang dimuat di kapal kecil tetap merupakan kesatuan dengan kapal yang
utama dan muatan selebihnya, dan ikut memikul avarij umum yang mungkin terjadi
pada kapal itu dan muatannya, sampai saat barang itu dibongkar di tempat
tujuannya dan diserahkan kepada pemegang konosemen. (KUHD 698 dst., 702 dst.)
Pasal 706
Barang yang belum
dimuat, baik ke kapal yang utama, maupun ke kapal yang ditentukan Lintuk
mengantar barang itu ke kapal utama, sekali-kali tidak ikut memikul beban
bencana yang menimpa kapal utama yang harus memuat barang itu. (KUHD 696, 727.)
Pasal 707
(s.d.u. dg. S.
1933-47,1934-214, S. 1938-1,2.) Kerugian yang terjadi pada barang perdagangan
karena kelalaian nakhoda untuk menutup jendela, menambatkan kapalnya dengan
baik, menyediakan perkakas yang baik untuk mengangkat barang, dan karena
malapetaka lain yang timbul dari kesengajaan atau kelengahan nakhoda atau para
anak buah kapal, merupakan avarij umum, yang pemuatannya mempunyaj hak-tagih
terhadap nakhoda, kapalnya dan biaya angkutannya. (KUHD 321, 342 dst., 746.)
Pasal 708
Biaya pemandu,
biaya penyeretan dan biaya lainnya untuk masuk dan ke luar pelabuhan dan
sungai, segala bea dan pengeluaran pada waktu bertolak dan lewat, semua bea
pelabuhan, bea berlabuh, bea mercusuar, dan bea rambu, dan semua bea lain yang
berhubungan dengan pelayaran, bukanlah avarij, melainkan biaya biasa untuk
beban kapal, kecuali bila dalam konosemen atau carterpartai diperjanjikan lain.
Biaya-biaya usaha
tidak sekaii-kali dibebankan pada para penanggung, kecuali bila dalam keadaan
istimewa yang menjadi akibat dari suatu keadaan luar biasa yang tidak dapat
diduga lebih dahulu yang timbul dalam perjalanan. (KUHD 316-1 nomor 3', 453
dst., 506, 696, 699-101.)
Pasal 709
Untuk menemukan
avarij khusus yang harus dibayar oleh penaggung yang menanggung barang-barang
untuk semua bahaya, bertaku ketentuan sebagai berikut:
Apa yang di
tengah perjalanan dirampok, hilang, atau yang dijual karena rusak oleh bencana
laut, atau oleh sebab lain yang dipertanggungkan, ditaksir menurut harga
faktumya, atau bila usaha tidak ada, menurut harga yang dipertanggungkan untuk
itu menurut peraturan perundang-undangan, dan penanggung membayar jumlah usaha;
bila barang yang
dipertanggungkan tiba dengan selamat, dan barang itu seluruhnya atau sebagian
rusak, maka ditentukan oleh para ahli berapa nilai barang itu, seandainya
barang itu diantarkan dalam keadaan utuh, dan selanjutnya berapa harganya
sekarang; dan penanggung membayar bagian jumlah yang ditandatangani yang
berimbang dengan selisih antara kedua nilai itu, beserta biaya untuk membuat
penaksiran kerugian itu.
Semuanya dengan
tidak mengurangi perkiraan keuntungan yang diharapkan, bila hal itu
dipertanggungkan. (KUHD 273 dst., 613, 615, 621 dst.)
Pasal 710
Sekali-kali
penanggung tidak dapat memaksa tertanggung untuk menjual barang yang
dipertanggungkan untuk menentukan harganya, kecuali bila diperjanjikan lain.
(KUHD 256-8', 709.)
Pasal 711
Bila kerugian itu
harus ditetapkan di luar Indonesia, maka diikuti undang-undang yang ada dan
kebiasaan yang berlaku di tempat penetapan itu harus dibuat. (AB. 18; KUHD 724
dst.)
Pasal 712
Bila barang yang
dipertanggungkan sampai di Indonesia dalam jumlah yang kurang atau rusak, dan
kerusakan itu kelihatan dari luar, maka pemeriksaan barang dan perencanaan
perkiraan kerusakannya harus dilakukan oleh para ahli sebelum barang diberikan
kepada pengurusan tertanggung.
Bila kerusakan
atau kekurangan pada waktu pembongkaran dari luar tidak kelihatan,
pemeriksaannya dapat dilakukan setelah barang ada di bawah pengurusan
tertanggung, asalkan dilakukan dalam tiga kali 24 jam setelah pembongkaran,
dengan tidak mengurangi apa yang selanjutnya dari suatu pihak atau lainnya
dianggap perlu untuk pembuktian. (KUHD 93, 481-490, 746.)
Pasal 713
Dalam hal
kerugian yang diderita pada sebuah kapal karena bencana laut, penanggung hanya
memikul 2/3 dari biaya yang diminta untuk pembetulan, sama saja apakah hal itu
terjadi atau tidak dan hal itu seimbang antara bagian yang dipertanggungkan dan
yang tidak dipertanggungkan yang 1/3 tinggal untuk beban tertanggung, untuk
perbaikan yang mungkin dari lama menjadi baru. (KUHD 253, 637, 677, 715 dst.)
Pasal 714
Bila perbaikan
itu telah dilakukan, jumlah biayanya dibuktikan dengan rekening dan semua alat
bukti lainnya dan bila perlu dengan perencanaan perkiraan oleh para ahli.
Bila perbaikan
itu tidak dilakukan, perkiraan jumlahnya direncanakan oleh para ahli. (KUHD
283, 655, 715.),
Pasal 715
Bila perlu,
setelah mendengar para ahli, bila karena perbaikan yang dilakukan ternyata
nilai kapal bertambah lebih dari 1/3, penanggung membayar seimbang seperti
tersebut dalam pasal 713, jumlah penuh biaya yang telah dikeluarkan, dikurangi
dengan nilai tambahan yang disebabkan oleh perbaikan itu. (KUHD 716.)
Pasal 716
Bila sebaliknya,
jika perlu, setelah perencanaan perkiraan seperti sebelum usaha, tertanggung membuktikan,
bahwa perbaikan itu tidak membawa perbaikan atau penambahan nilai kapal sama
sekali, khususnya karena kapalnya baru, dan pada perjalanannya yang pertama
menderita kerusakan atau karena mendapat kerusakan pada layar-layar baru atau
peralatan kapal baru, atau pada jangkar, rantai, atau pada kulit tembaga yang
baru, maka tidak dilakukan pemotongan 1/3, dan penanggung wajib mengganti
seluruh biaya perbaikan seimbang dengan apa yang tersebut dalam pasal 713.
Pasal 717
Bila sekiranya
jumlah biaya perbaikan melebihi 3/4 dari nilai kapalnya, terhadap penanggung
kapal itu harus dianggap bahwa kapal tersebut tidak dapat digunakan lagi;
dengan demikian penanggung, bila tidak terjadi abandonemen, wajib membayar
kepada tertanggung jumlah uang yang dipertanggungkan untuk kapal itu, dengan
pemotongan nilai kapal yang rusak atau bangkai kapal. (KUHD 663 dst., 713.)
Pasal 718
Dalam hal sebuah
kapal tiba di pelabuhan darurat, dan kemudian karam dengan suatu cara, maka penanggung
tidak mempunyai kewajiball lebih jauh daripada membayarkan jumlah uang
pertanggungan untuk kapal itu.
Hal yang sama
seperti itu juga terjadi, bila sebuah kapal karena berbagai perbaikan telah
mengeluarkan biaya lebih banyak untuk perbaikan daripadajumlah yang
dipertanggungkan.
Pasal 719
Dengan tidak
mengurangi ketentuan dalam pasal-pasal 643, 644 dan 645, penanggung tidak wajib
memikul suatu avarij mum atau khusus, bila jumlah hal itu, kecuali biaya
pemeriksaan, perencanaan perkiraan dan penyusunan, tidak ada satu perseratus
dari nilai barang-barang yang rusak, tanpa mengurangi hak para pihak dalam hal
usaha untuk mengadakan persyaratan-persyaratan.
Pasal 720
para penanggung,
baik atas kapal maupun atas biaya angkutan ataupun alas muatannya, untuk avait
umum masing-masing membayar sebanyak yang harus dipikul berturut-turut oleh
barang-barang itu dalam avart umum, bila atasnya diadakan pertanggungan, dan
hal itu seimbang antara bagian yang dipertanggungkan dengan yang tidak
dipertanggungkan. (KUHD 253, 677, 698 dst., 713.)
Pasal 721
Bla avarij umum
dan avarij khususnya telah diatur, perhitungan kerugian beserta surat-surat
yang bersangkutan harus diserahkan kepada para penanggung. Mereka wajib
melunasi apa yang harus dibayar oleh mereka dalam 6 minggu kemudian, dan
setelah lalunya waktu itu harus dibayar bunga resminya. (KUHperd. 1238, 1250,
1767; KUHD 680, 681-40 dan 50, 699, 701, 722 dst., 744, 746; S. 1948-22
jo. S. 1949-63.)
Bagian 2
pembagian Beban Dan pemikulan Avary-Grosse atau
Avary Umum
Pasal 722
Perhitungan dan
pembagian avarij umum terjadi di tempat berakhirnya perjalanan, kecuali jika
para pihak dalam hal usaha telah. membuat persyaratan lain. (KUHD 256-80, 624,
744.)
Pasal 723
Bila perjalanan
dihentikan atau kapal kandas di Indonesia, perhitungan dan pembagian tersebut
dibuat di tempat keberangkatan kapal itu di Indonesia, atau seharusnya
berangkat. (KUHD 722.)
Pasal 724
Perhitungan dan
pembagian avaru umum dilakukan atas permintaan nakhoda dan oleh para ahli.
Para ahli diangkat
oleh para pihak atau oleh raad van justitie yang di dalam daerah hukumnya
perhitungan dan pembagian itu harus dilakukan.
Para ahli harus
disumpah sebelum mereka memulai pekerjaan mereka.
Pembagiannya
harus disahkan oleh raad van justitie.
Di luar Indonesia
avarij umum itu dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk itu. (AB. 18; KUHD
353, 711, 726; Rv. 313 dst., 699-201, 711, 728.)
Pasal 725
Bila
perjalanannya dihentikan sama sekali di tengah perjalanan, atau muatannya
dijual dalam pelabuhan darurat, kedua-duanya terjadi di Indonesia, penuntutan,
perhitungan dan pembagian kerugiannya dilakukan di tempat terjadinya
penghentian atau penjualan itu. (AB. 18; KLTHD 365, 699-200, 711, 728.)
Pasal 726
Bila nakhoda law
melakukan penuntutan tersebut dalam pasal yang lalu, maka para pemilik kapal
atau pemilik barangnya dapat melakukan sendiri penuntutan itu, dengan tidak
mengurangi hak mereka atas ganti rugi dari nakhoda. (KUHD 724.)
Pasal 727
(s.d.u. dg. S.
1934-214jo. S. 1938-2.) Avarij umum dipikul oleh:
harga kapal dalam
keadaan waktu tiba, ditambah dengan apa yang diberikan pada penggantian
avarijumum;
biaya angkutan,
dikurangi dengan gaji dan pemeliharaan nakhoda dan para anak buah kapal; dan
harga
barang-barang yang pada waktu terjadinya kerusakan ada di kapal atau di
kapal-kapal kecil atau perahu, atau yang ada sebelum bencana dalam keadaan
darurat dibuang dan telah diganti, atau yang untuk menutup biaya avarij telah
dijual.
Uang dalam avarij
umum dusahalai menurut kurs tempat perjalanan itu berakhir. (KUHD 357, 365,
491, 519u, 533, 596, 698, 702.)
Pasal 728
Barang-barang
yang dimuat diperkirakan menurut harganya di tempat pembongkaran, dikurangi
dengan biaya angkutan, bea masuk, dan biaya pembongkaran, beserta biaya avarij khusus
yang selama perjalanan dibebankan padanya.
Ada
kekecualiannya dalam hal-hal berikut:
Bila perhitungan
dan pembagiannya harus dibuat di Indonesia di tempat kapal itu berangkat, atau
seharusnya berangkat, harga barang yang dimuat dihitung, menurut harga pada
waktu dimuat, tanpa dihitung di dalamnya segala biaya sampai di kapal, dan
premi pertanggungan; dan bila barang-barang itu rusak, dihitung menurut harga
yang sesungguhnya;
Bila di luar
Indonesia perjalanannya dihentikan sama sekali, atau barang-barangnya dijual,
dan avarijnya tidak dapat dibuat di tempat itu, maka harga yang ada pada
barang-barang itu di tengah perjalanan, atau yang di tempat penjualan telah
menghasilkan bersih, dihitung sebagai modal yang ikut memikul. (KUHD 723, 725,
727.)
Pasal 729
Barang-barang
yang dibuang dari kapal dusahalai menurut harga pasaran di tempat pembongkaran
kapal, atau bila tidak ada harga pasaran, menurut perkiraan para ahli, setelah
dikurangi dengan biaya angkutan, bea masuk, dan biaya biasa. Sifat dan
keadaan barang-barang itu disimpulkan dari konosemen, faktur dan bukti lainnya.
(KUHD 357, 506, 699-230, 739.)
Pasal 730
Bila sifat atau
keadaan barang dagangan dalam konosemen disebutkan secara keliru, dan usaha
mempunyai harga yang lebih tinggi, kerugiannya dibebankan kepada barang
tersebut atas dasar nilai yang sesungguhnya, seandainya barang-barang itu tetap
selamat.
Akan tetapi jika
barang-barang itu hilang karena dibuang, maka ganti rugi diberikan atas dasar
keadaan seperti disebutkan dalam konosemen.
Jika keadaan
barang-barang itu kurang daripada apa yang disebutkan dalam konosemen, maka
jika selamat, barang-barang itu ikut memikul bagian kerugian sebesar yang
disebutkan dalam konosemen.
Hal itu dibayar
menurut harga yang sesungguhnya, bila barang-barang itu dibuang ke laut.
Pasal 731
(s.d.u. dg. S.
1934-214jo. S. 1938-2.) Bahan makanan, pakaian nakhoda dan para anak buah
kapal, dan pakaian harian para penumpang, demikian pula mesiu yang harus ada
untuk pertahgnan kapal, tidak ikut memikul kerugian pembuangan barang-barang.
Harga dari semuanya yang semacam itu, yang telah dibuang ke laut, diganti
dengan membagi bebannya atas semua barang lain. (KUHD 429, 436, 533, 533j.)
Pasal 732
(s.d.u. dg. S.
1933-47jo. S. 1938-2.) Barang-barang yang tidak berkonosemen atau tidak
terdapat dalam daftar muatan, tidak dibayar bila dibuang ke laut. Barang-barang
itu ikut memikul kerugian, bila tetap selamat. (KUHD 347, 357, 506, 729; Rv.
314.)
Pasal 733
Barang-barang yang
dimuat di gang kapal ikut memikul kerugian, bila tetap selamat.
Bila tanpa
pengetahuan atau izin pemuat, nakhoda telah menempatkan barang-barang di gang
kapal, dan barang-barang itu dibuang ke laut atau rusak karena pembuangan itu,
pemuat berhak menuntut pembagian ganti kerugian, dengan tidak mengurangi hak
semua orang yang berkepentingan untuk menuntut pada kapal dan nakhodanya. (KUHD
348, 699-5', 729.)
Pasal 734
Bila kapal karam,
meskipun telah dilakukan pembuangan barang-barang ke laut, atau pemotongan
perlengkapan kapal, maka tidak dilakukan pembagian ganti kerugian.
Barang-barang
yang selamat atau diamankan tidak wajib membayar atau mengganti kerugian yang
diderita barang-barang yang dibuang ke laut, rusak, atau dipotong. (KUHD 699-2'
dst.)
Pasal 735
(s.d.u. dg. S.
1933-47jo. S. 1938-2.) Bila kapal, karena pembuangan ke laut dan pemotongan itu
tetap selamat, kemudian dalam melanjutkan perjalanannya karam, dan pada waktu
itu ada barang-barang yang diamankan, hanya barang-barang yang diamankan itulah
ikut memikul beban pembuangan barang, menurut rdlai yang ada padanya setelah
dikurangi dengan upah dan biaya pengamanannya. (KUHD 560, 699-21 dst.)
Pasal 736
Bila kapal dan
muatannya, karena pemotongan atau kerusakan lain yang dilakukan terhadap kapal itu,
tetap selamat, akan tetapi barang-barangnya kemudian karam atau dirampok, maka
nakhoda tak mempunyai hak-tagih terhadap para pemilik, para pemuat, atau para
pemegang konsinyasi barang-barang itu untuk ikut memikul dan membagi beban
pemotongan atau kerusakan itu. (KUHD 737.)
Pasal 737
Akan tetapi bila
barang-barang musrtah karena kesalahan atau perbuatan pemuat atau para pemegang
konsinyasi, mereka ikut memikul avarij umum. (KUHD 698, 729.)
Pasal 738
Sekali-kali
pemilik suatu muatan tidak perlu ikut memikul tanggung jawab dalam avary umum
lebih daripada nilai barang-barang pada waktu tibanya, tanpa mengurangi
biaya-biaya seperti setelah karamnya kapal, atau penggiringan dan penahanan
barang-barang yang dikeluarkan oleh nakhoda dengan itikad baik, bahkan tanpa
amanat, untuk menyelamatkan apa pun dari barang yang musnah, atau untuk
menuntut kembali barang yang dibawa dalam penggiringan, meskipun hal itu tak
berhasil. (KUHD 369, 698 dst.)
Pasal 739
(s.d.u. dg. S.
1933-47jo. S. 1938-2.) Bila setelah dilakukan pembagian beban, barang-barang
yang dibuang ke laut diperoleh kembali oleh para pemilik, mereka wajib
menyerahkan kepada nakhoda dan yang berkepentingan dalam muatan itu, apa yang
telah mereka terima untuk barang itu dalam pembagiannya, dikurangi dengan
kerugian, biaya dan upah serta biaya pengamanan.
Dalam hal itu
penyerahan tersebut diterima oleh kapal dan oleh mereka yang berkepentingan
dalam imbangan yang sama seperti dalam hal mereka ikut memikul kerugian karena pembuangan
barang. (KUHD 560, 729 dst.)
Pasal 740
Bila pemilik
barang-barang yang dibuang ke laut memperolehnya kembali, tanpa minta
penggantian apa pun, ia sekali-kali tidak ikut memikul beban dalam avarij umum
yang setelah pembuangan ke laut barang-barang yang tetap selamat. (KUHD 727.)
BAB XII
HAPUSNYA PERIKATAN-PERIKATAN DALAM PERDAGANGAN
LAUT
Pasal 741
Dengan berlalunya
waktu 1 tahun, kedaluwarsa semua tuntutan hukum:
1.
untuk pembayaran apa yang harus
dibayar oleh penerima dalam urusan pengangkutan; (KUHD 478 dst., 517h, u, p,
519j, o, r, s, u, 520q.)
2.
untuk pembayaran apa yang
harus dibayar oleh para penumpang; (KUHD 533g, i, k, l, m.)
3.
terhadap pengangkut karena
urusan pengangkutan penumpang dan barangbarang; (KUHD 95, 468, 477 dst., 487,
517g, o, v, w, 519b, e, 522 dst., 528, 5331, n, r, w.)
4.
untuk pelaksanaan tuntutan
tersebut dalam alinea ketiga pasal 537. Daluwarsa usaha mulai berjalan
sebagai berikut: nomor 11 dan nomor 21 setelah berakhirnya perjalanan; nomor 31
setelah tibanya kapal atau, bila kapalnya tidak tiba di tempat, di tempat
penumpang-penumpang harus diturunkan atau barang-barang harus diserahkan,
setahun setelah permulaan pengangkutannya; nomor 41 setelah pembayaran
kerugiannya. (KUHD 747.)
Pasal 742
Dengan lalunya
waktu 2 tahun, kedaluwarsa semua tuntutan hukum:
1.
untuk penggantian kerugian
yang ditimbulkan baik oleh tubrukan kapal, maupun dengan cara termaksud dalam
pasal 544 dan pasal 544a alinea pertama; (KUHD 316 nomor 41, 53 dst.)
2.
untuk pembayaran upah
penolongan. (KUHD 560, 567 dst., 568d, i.) Daluwarsa usaha berlangsung sebagai
berikut:
nomor 1, sejak
hari tubrukan kapal atau timbuinya kerusakan;
nomor 2, sejak
hari berakhirnya pemberian pertolongan.
Bila kreditur
atau perusahaannya bertempat tinggal di Indonesia, juga bila ia di sana
diwakili dengan cukup dan mengenai semua yang disyaratkan untuk pemeliharaan,
perlengkapan, dan penyediaan bahan makanan atau pemuatan kapalnya dilak-ukan di
Indonesia, permulaan daluwarsanya ditangguhkan sampai terbuka kesempatan untuk
melakukan penyitaan atas kapal itu di Indonesia untuk jaminan tuntutannya.
(KUHperd. 17 dst.; KUHD 542, 568g, 747.)
Pasal 743
Dengan berlalunya
waktu 3 tahun, kedaluwarsa semua tuntutan hukum karena penyerahan dan pekerjaan
untuk memperlengkapi penyediaan bahan makanan, pemeliharaan dan perbaikan
kapal.
Daluwarsanya
mulai berlangsung sejak hari penyerahan dilakukan atau pekerjaannya selesai.
(KUHD 360, 362, 747.)
Pasal 744
Dengan berlalunya
waktu 5 tahun, kedaluwarsa semua tuntutan hukum yang timbul dari polis
pertanggungan.
Daluwarsa usaha
mulai berjalan sejak hari piutangnya dapat ditagih.(KUHD 592dst., 747.)
Pasal 745
(s.d. u. dg. S.
1934-214jo. S. 1938-2.) Dengan berlalunya 1 tahun, hapus semua tuntutan hukum:
1.
yang timbul dari perjanjian
keda nakhoda dan para anak buah kapal selama waktu mereka berdinas di kapal;
(KUHD 316-1 nomor 21, 341 dst., 394.)
2.
untuk pembayaran upah pandu,
upah rambu dan bea pelabuhan dan lain-lain bea pelayaran; (KUHD 316-1 nomor 31;
S. 1927-62 pasal 14jo. S. 1927-63, S. 1927-223.)
3.
untuk perhitungan dan
pembagian avarijumum; (KUHD 722 dst.; Rv. 313 dst.)
4.
untuk pembayaran avary umum.
Jangka-jangka
waktu yang ditetapkan tadi mulai berjalan:
nomor 1, setelah
berakhir dinas di kapal;
nomor 2, bila
kapal yang untuknya harus dibayar segala upah dan bea, adalah kapal Indonesia,
sejak saat dapat ditagih; bila kapal itu kapal asing, sejak saat dapat
dilakukan penyitaanjanjikaninan atasnya di Indonesia;
nomor 3, setelah
berakhir perjalanan;
nomor 4, setelah
laporan mengenai perhitungan dan pembagian avan umum oleh para ahli diserahkan
kepada panitera raad van justitie atau telah diberitahukan kepada para pihak.
(Rv. 320.)
Pasal 746
Semua tuntutan
terhadap para penanggung hapus, karena kerugian yang terjadi pada barang-barang
yang dimuatkan, bila barang-barang itu diterima tanpa pemeriksaan dan perkiraan
kerugiannya dengan cara yang diharuskan oleh undang-undang, atau dalam hal
kerusakannya tidak ternyata dari luar, pemeriksaan dan perkiraai itu tidak
dilakukan dalam waktu yang ditentukan oleh undang-undang. (KUHD 93, 489 dst.,
707, 712.)
Pasal 747
Ketentuan pasal
1973 Kitab Undang-undang Hukum perdata berlaku terhadap segala daluwarsa
tersebut dalam pasal-pasal 741, 742, 743, dan 744.)
BAB XIII
KAPAL-KAPAL DAN ALAT-ALAT PELAYARAN YANG BERLAYAR
DI SUNGAI-SUNGAI DAN PERAIRAN PEDALAMAN
Pasal 748
Untuk kapal-kapal
yang semata-mata dipergunakan untuk perairan pedalaman dalam pengertian
dimaksud dalam pasal 1 Schepenord. 1927, berlaku ketentuan-ketentuan berikut.
(KUHD 309.)
Pasal 749
Kapal yang isi kotornya
berukuran sekurang-kurangnya 20 M3 dapat didaftar dalam register kapal menurut
peraturan-peraturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang tersendiri. (KUHD
309; Tbs. I dst., 9, 11 dst.)
Dalam
undang-undang usaha akan ikut diatur cara pemindah-tanganan milik dan
penyerahan kapal yang didaftar dalam register kapal, atau kapal dalam pembuatan
dan saham dalam kapal demikian atau kapal dalam pembuatan. Atas kapal yang
didaftar dalam register kapal, kapal dalam pembuatan dan saham dalam kapal
demikian dan kapal dalam pembuatan dapat diadakan hipotek.
Atas kapal
tersebut dalam alinea pertama tidak dapat diadakan hak gadai. pasal 1977 Kitab
Undang-undang Hukum perdata tidak berlaku terhadap kapal yang didaftar. (KUHD
314, 750, 753; S. 1933-49.)
Pasal 750
Ketentuan dalam
pasal-pasal 315-319 berlaku juga terhadap kapal-kapal yang termaksud dalam bab
usaha, bila kapal-kapal tersebut didaftar. (KUHD 753.)
Pasal 751
Ketentuan dalam
pasal-pasal 320, 321 dan 322 berlaku juga dengan cara yang sesuai dengan pengertian,
bahwa dalam pasal 320 kata-kata "untuk pelayaran di laut" dibaca
"pelayaran yang dimaksudkan dalam pasal 748". (KUHD 753.)
Pasal 752
Ketentuan-ketentuan
dalam Bab VI dan VII buku usaha berlaku atas semua kapal-kapal termaksud dalam
pasal 748. (KUHD 753.)
Pasal 753
Tentang daluwarsa
dan hapusnya hak-tagih yang timbul dari pasal-pasal 740-752 berlaku
ketentuan-ketentuan Bab XII, bila hal itu berhubungan dengan hak-tagih sejenis,
dalam urusan pelayaran di laut.
Pasal 754
Untuk selebihnya
pelayaran termaksud dalam pasal 748 diatur oleh peraturan-peraturan dan
kebiasaan yang ada dalam urusan tersebut. (AB. 15.)
Sumber :
file:///C:/Users/WIN7/Downloads/PKOL_WvK_23_1847_B2.HTM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar